Adapun contoh permasalahan yang membedakan antara pemahaman instrumental dan pemahaman relasional yaitu misalnya siswa yang diminta
untuk menyelesaikan persamaan kuadrat 2x
2
– 3x + 1 = 0 akan dengan mudah memperoleh penyelesaiannya dengan menggunakan rumus a, b, c. Akan
tetapi, ketika siswa diminta untuk menyelesaikan persamaan bx
2
+ cx + a = 0, siswa akan mengalami kesulitan dalam menjawab apabila siswa tersebut tidak
memahami prosedur dalam menyelesaikannya. Hal tersebut terjadi karena pada pertanyaan awal hanya diperlukan prosedur rutin untuk menjawabnya.
Sedangkan untuk pertanyaan kedua, memerlukan pemahaman tentang konsep suatu persamaan kuadrat yang cukup untuk mampu menyusun prosedur dalam
menjawab pertanyaan tersebut.
13
Pada kemampuan pertama tergolong dalam pemahaman instrumental, sedangkan kemampuan kedua tergolong dalam
pemahaman relasional. Pemahaman relasional memang lebih sulit untuk diajarkan, akan tetapi
guru harus tetap berusaha agar dalam pembelajaran siswa mampu mencapai aspek pemahaman relasional. Hal tersebut tentunya dikarenakan siswa yang
memiliki kemampuan pemahaman relasional memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan siswa yang hanya memiliki pemahaman instrumental.
Menurut Skemp, terdapat keuntungan dalam pemahaman relasional matematis, yaitu:
14
1. Lebih mudah diadaptasikan pada tugas atau persoalan baru.
Jika seseorang memiliki pemahaman relasional terhadap suatu topik, maka pemahamannya tersebut bisa lebih mudah diadaptasikan atau direlasikan
pada topik-topik pengetahuan lain. 2.
Lebih mudah untuk selalu diingat. Pembelajaran matematika untuk memperoleh pemahaman secara relasional
membutuhkan waktu yang relatif lama. Namun jika pemahaman tersebut
13
Rudy Kurniawan, ”Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis”, Algoritma Jurnal
Pendidikan Matematika Vol. 7 No. 2, Desember 2012, Jakarta: Center for Mathematics Education Development, 2012, h. 143
14
Skemp, op. cit., h. 9.
telah dicapai maka pengetahuan yang ada pada siswa akan lebih mudah untuk selalu diingat.
3. Pemahaman relasional dapat lebih efektif sebagai tujuan.
4. Skema relasional merupakan hal yang pokok dalam kualitas ilmu
pengetahuan. Seseorang yang telah mencapai tingkat pemahaman relasional, maka skema yang ia miliki akan dapat dikembangkan pada
pengetahuan-pengetahuan yang lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman relasional adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis dengan
penuh kesadaran bagaimana dan mengapa ia menggunakan prosedur tersebut, serta dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
terkait pada situasi lain.
b. Indikator Pemahaman Relasional Matematik
Menurut Sumarmo, “Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip,
dan idea matematika”.
15
Sedangkan pengukuran tingkat pemahaman matematika dijelaskan oleh Jeremy Killpatrick, dkk sebagai berikut:
16
A significant indicator of conceptual understanding is being able to represent mathematical situation in different ways ang knowing how
different representation can be useful for different purposes. Indikator utama dari pemahaman konsep adalah kemampuan untuk
menyajikan penyelesaian matematika dengan cara yang berbeda dan mengetahui bagaimana penyajian yang berbeda tersebut dapat digunakan
untuk tujuan yang berbeda
Selain itu Skemp berpendapat bahwa indikator yang terdapat pada pemahaman konsep sebagai berikut:
17
15
Utari Sumarmo, Pembelajaran Matematika, dalam R. Natawidjaja, dkk, Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan, Bandung: UPI PRESS, 2008, Cetakan pertama, h. 682
16
Killpatrick, op. cit., h.119
17
Skemp. loc. cit.
But relational understanding, by knowing not only what method worked but why, would have enabled him to relate the method to the problem,
and possibly to adapt the method to new problems. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator
pemahaman relasional menurut Skemp antara lain: 1.
Kemampuan menerapkan konsep dalam berbagai bentuk representatif matematika.
Dalam kemampuan ini siswa dapat merepresentasikan masalah yang berkaitan dengan persamaan garis lurus ke dalam grafik maupun simbol
matematika. 2.
Kemampuan mengklarifikasi objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.
Dalam hal ini siswa dapat memberikan contoh khusus yang mengarahkan siswa untuk menemukan sebuah konsep umum.
3. Kemampuan mengaitkan berbagai konsep matematika.
Dalam hal ini siswa mampu mengaitkan konsep persamaan garis lurus dengan konsep lain yang saling berhubungan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan.
3. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Suyono “Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai latar
pedagogis dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang dipilih agar tujuan pembelajaran dapat tercapai atau dapat didekati secara
optimal ”.
18
Dalam kasus ini filosofi yang digunakan untuk melandasi pendekatan pembelajaran adalah konstruktivisme.
Konstruktivisme berarti
membangun. Menurut
Suyono “konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis
bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkontruksi
18
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, h. 22
pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup ”.
19
Giambattista Vico dalam Riyanto menyatakan bahwa
“orang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruksi sendiri”.
20
Jadi sesuatu itu telah diketahuinya karena telah dikonstruksikan dalam pikirannya.
Sedangkan Trianto mengatakan bahwa “konstruktivisme adalah suatu
pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman
terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka ”.
21
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan suatu pendekatan yang mengharuskan siswa untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuan
dan pemahaman yang ada di dalam pikirannya untuk kemudian digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan.
Adapun gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan antara lain:
22
1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2.
Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep
membetuk pengetahuan jika konsep tersebut berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan
masalah kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan dengan bimbingan guru keterampilan dasar yang diperlukan.
23
Pada pembelajaran,
19
Ibid., h. 104
20
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2012, Cet. 3, h. 144
21
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, Cet ke-2, h. 74
22
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, Cet. X, h. 30
23
Riyanto, op. cit., h. 145
yang menjadi landasan utama adalah proses siswa untuk menemukan solusi dalam suatu permasalahan dengan membangun pengetahuan yang dimilikinya.
Konstruktivisme dirancang untuk mengembangkan pemikiran siswa dalam memperoleh informasi dengan cara menemukan dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan baru yang diperolehnya agar belajar lebih bermakna. Sehingga menurut Hakiim, terdapat lima elemen belajar menurut
konstruktivis, yaitu:
24
1 Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada activating knowledge
2 Pemerolehan pengetahuan baru acquiring knowledge
3 Pemahaman pengetahuan understanding knowledge
4 Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman applying knowledge
5 Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut
reflecting knowledge Belajar dengan konstruktivisme menekankan pada belajar autentik,
bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata.
25
Hal tersebut dikarenakan bahwa belajar tidak hanya sekedar mempelajari sebuah konsep tetapi bagaimana seseorang
mampu untuk menghubungkan konsep yang telah diperoleh dengan konsep lain atau pun sesuatu yang bersifat nyata.
Secara garis besar terdapat beberapa prinsip-prinsip yang sering diambil dari pendekatan konstruktivisme menurut suparno dalam Trianto,
yaitu:
26
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa.
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar.
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.
5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa.
6. Guru sebagai fasilitator.
24
Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2009, h. 47
25
Suprijono, op. cit., h. 39.
26
Trianto, op. cit., h. 75-76