Hubungan Antara Konsumsi Merokok dengan Gangguan Fungsi Paru
Kebiasaan merokok ini mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan terutama pada organ paru-paru dan pernafasan. Berbagai penyakit paru timbul
akibat rokok antara lain kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronik PPOK. Penelitian Gold et al 2005 dalam Suwondo 2013 menunjukan adanya
hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya leval FEV1FVC dan FEF 25-75 dengan jumlah konsumsi rokok sebanyak 10 batang
perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan FEF 25-75 disbanding orang yang tidak merokok.
Hasil penelitian uji statistik analisis uji T independen pada responden dengan variabel kategori konsumsi merokok dengan gangguan fungsi paru didapatkan
nilai p value sebesar 0,283, maka dapat disimpulkan pada alpha 5 tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi merokok dengan gangguan fungsi paru
pada pekerja batu kapur di Desa Tamansari. Apabila nilai p value variabel kebiasaan merokok dibandingkan dengan variabel karakteristik individu yang
tidak berhubungan lainnya yaitu status gizi p=0,504, masa kerja p=0,932, p value dari kebisaan merokok lebih kecil dari status gizi dan masa kerja, maka
meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna dan signifikan antara variabel kebiasaan merokok terhadap gangguan fungsi paru, mamun secara
epidemiologi, proporsi semua pekerja yang terdiagnosis gangguan fungsi paru adalah pekerja yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok.
Berdasarkan pengelompokan variabel jumlah batang rokokhari persentase pekerja yang memiliki karakteristik mengkonsumsi rokok ≥ 10 batang rokokhari
sebanyak 34 orang 85 dan pekerja yang memiliki karakteristik mengkonsumsi rokok 10 batanghari hanya 6 orang 15. Meskipun hanya 7 orang yang sudah
terdiagnosis terkena gangguan fungsi paru, namun sebanyak 27 orang 67,5 memiliki risiko yang sama untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
Selain itu, dari hasil analisis uji crosstab antara variabel usia berisiko yaitu ≥
40 tahun dengan variabel konsumsi rokok ≥ 10 batang rokokhari didapatkan sebanyak 16 responden 40 dari total responden yang mengalami gangguan
fungsi paru. Berdasarkan hal itu, asumsi peneliti bahwa prevalensi pekerja yang memiliki
karakteristik mengkonsumsi rokok ≥ 10 batanghari yang cukup tinggi dan
pekerja memiliki risiko lingkungan dari aktivitas pembakaran batu kapur yang berkadar debu tinggi akan memberikan dampak kumulatif terhadap risiko
timbulnya gangguan paru, karena partikel dan asap rokok seperti karbon dioksida, nitrogen dioksida, tar dan bahan kimia lainnya akan merangsang sekresi lendir
dan melumpuhkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang sebenarnya berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke hidung sehingga mekanisme pengeluaran
debu paru dapat teganggu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ikhsan dkk 2007 pada pekerja
terpajan debu semen, didapatkan tidak memiliki hubungan yang bermakna antara variabel kebiasaan merokok dengan kelainan faal paru dengan nilai p value
sebesar 0,396. Kemudian sejalan juga dengan penelitian Yuliani 2010 pada pekerja yang mengkonsumsi rokok 10 batanghari sebanyak 60 mengalami
kelainan paru restriksi, namun dari hasil uji statistik tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan kapasitas vital paru pada pekerja di industri
tenun dengan nilai p value sebesar 0,682. Selain itu juga sejalan dengan penelitian Aviandari dkk 2008 bahwa tidak ada hubungan anatara variabel kebiasaan
merokok dengan gangguan obstruksi paru dengan nilai p value sebesar 0,567. Meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan, namun secara teori dari
penelitian ini bahwa kebiasaan merokok menjadi faktor risiko untuk terjadinya gangguan pernafasan yaitu fungsi paru, khususnya pada proporsi responden yang
memilik i kebiasaan konsumsi rokok ≥ 10 batang rokokhari pada 24 orang
67,5. Merokok bukanlah sebagai penyebab utamasuatu penyakit, tetapi dapat
memicu terjadinya suatu penyakit. Dalam Komisi Fatwa MUI ke III menetapkan dugaan yang bersifat anni dugaanmasih umum merokok untuk golongan yang
tidak termasuk pada anak-anak, ibu hamil dan perokok di tempat umum tidak disebut haram, melainkan makruh. Sedangkan sebagaimana Islam melarang
perbuatan yang dapat membahayakan diri, salah satunya adalah merokok. Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 195 :
ب ا قْلت ا ......ةكلْ تلا ل ْمك دْأ
…. “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
Dalam tafsir Syaikh Nashir as- Sa’dy 2005 atas ayat tersebut, firman Allah
swt..” “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” , menyiratkan pada dua hal: pertama, meninggalkan apa yang seharusnya
diperintahkan kepada seorang hamba, jika meninggalkannya itu mengandung konsekuensi atau hampir mendekati binasanya badan atau jiwa. Kebinasaan yang
termasuk disini adalah melakukan maksiat terhadap Allah swt. dan perbuatan yang dapat merugikan diri secara jasmani maupun rohani, serta berputus asa untuk
bertaubat. Oleh karena itu meninggalkan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri
khususnya pada kesehatan jasmani seperti mengkonsumsi rokok lebih baik untuk menghindari konsekuensi yang dapat mengakibatkan kerugian diri di masa yang
akan datang. Pencegahan dapat dilakukan pada pekerja yang memiliki faktor risiko
terkena gangguan pernafasan dan paru dengan mengkonsumsi buah maupun sayuran yang mengandung antioksida yang mudah dan murah untuk didapatkan,
dari kelompok buah dapat juga mengkonsumsi jeruk, apel dan manggis, dari kelompok sayuran seperti tauge, tomat dan bahan kacang-kacangan seperti kedelai
dan makanan olahan seperti tempe dan tahu. Hasil penelitian pada artikel online di Jepang tim studi di pimpin oleh Fumi Hirayana pada 300 pasien sesak nafas dan
340 orang sehat yang mengkonsumsi kedelai, ditemukan hasil bahwa mereka yang mengkonsumsi produk yang mengandung kedelai ada hubungannya dengan
membaiknya fungsi paru dan turunnya risiko terkena sesak nafas. selain itu banyak mengkonsumsi air minum akan membantu mengeluarkan racun dan nikotin yang
telah terakumulai dalam tubuh.