gas SO
2
, O
3
, NO
2
dan partikel debu 0,1-10µg. Bahan-bahan tersebut dapat mempengaruhi fungsi paru yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
kelainan paru obstruktif. Berikut ini gambaran pencemaran partikel debu PM
10
dan asap SO
2
, NO
2
yang dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan.
2.9.2. Gambaran Pencemaran Partikel Debu PM
10
dan Asap SO
2
, NO
2
terhadap Gangguan Paru. 2.9.2.1.
Paparan Debu Partikulat Meter 10 PM
10
.
Menurut Slamet 2000 dalam Khumaidah 2009, debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari
proses pemecahan suatu bahan, berukuran 0,1-25 mikron dan termasuk kedalam golongan partikulat. Partikulat adalah zat padatcair yang halus, dan tersuspensi
diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikulat ini dapat
terdiri atas zat organik dan anorganik.
Sedangkan dalam Environmetal Protection Agency 2001 debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara Suspended Particulate MatterSPM. Suspended particulare metter adalah partikel halus di udara yang terbentuk saat proses pembakaran
bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM
10
. Particulat Matter 10 PM
10
adalah jenis pencemaran yang terdiri dari partikel cair dan padat yang sangat kecil berdiameter 10 mikron untuk dihirup kebagian terdalam
paru-paru. Diibaratkan, ukuran rambut manusia adalah 60 mikron, maka PM
10
adalah 6 kali lipat dari sehelai rambut
Menurut Pudjiastuti 2002 partikel debu dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan
kanker paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada : Solubity mudah larut, komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel
debu
Kemudian, ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat
mencapai organ target sebagai berikut:
a. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas. b. 2-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.
c. 1-3 mikron hinggap dipermukaan selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru.
d. 0,1-0,5 mikron melayang di permukan alveoli. Sedangkan dalam Fardiaz 1992 partikel-partikel yang masuk dan
tertinggal di dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:
a. Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.
b. Partikel tersebut mungkin bersifat inert tidak beraksi tetapi tinggal di dalam saluran pernafasan dapat menggangagu
pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya. c. Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-
molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut
dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru yang sensitif. Karbon merupakan partikel yang umum dengan
kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul-molekul gas pada permukaannya.
Dalam Pope III et al 2006 partikel PM
10
yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia dan
bertahan di udara dalam waktu cukup lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air.
PM
10
tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paru-paru. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan menimbulkan peradangan
saluran pernapasan. Menurut Church dalam Kelly et al. 1998, terjadi hubungan peningkatan
gejala asma dari kunjungan rumah sakit dan kematian akibat peningkatan PM
10
di udara. Serangkaian analisis time-series dari hubungan kematian sebesar 1 per
hari setiap harinya dengan peningkatan konsentrasi PM
10
sebesar 10mgm.
Hubungan kuat diamati dengan kejadian penyakit kardiovaskular dan peningkatan konsentrasi PM
10
sebesar 1,4 per 10 mgm dan gangguan pernafasan sebesar 3,4 per 10 mgm dengan gejala hidung berair, hidung tersumbat, sinusitis, sakit
tenggorokan, batuk kering dan berdahak, sesak napas dan dada tidak sakit. Dalam Pudjiastuti 2002 gejala penyakit ini berupa sakit paru-paru,
namun berbeda dengan penyakit TBC paru. Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai
berikut: a. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan
pelunturan warna bangunan dan pengotoran. b. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan
pori-pori tumbuhan sehingga jalnnya fotosintesis. c. Merubah iklim global regional maupun internasional
d. Mengganggu perhubunganpenerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat
Menurut Price 1995 mekanisme penimbunan debu dalam paru ; debu diinhalasi dalam bentuk partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap.
Udara masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga fungsi tersebut disebabkan karena adanya mukosa saluran pernapasan
yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel goblet. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat pada lubang
hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan
mokosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior, ke rongga hidung dan kearah superior menuju faring dan menuju paru-paru.
Kemudian, partikel debu yang masuk kedalam paru-paru akan membentuk fokus dan berkumpul dibagian awal saluran limfe paru. Debu ini
akan difagositosis oleh magrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap magrofag akan merangsang terbentuknya magrofag baru. Pembentukan dan destruksi
magrofag yang terus-menerus berperan penting dalam pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat yang membentuk
fibrosis. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru yaitu pada dinding alveoli dan
jaringan ikat intertestial. Akibat fibrosis paru akan terjadi penurunan elastisitas jaringan paru pergeseran jaringan paru dan menimbulkan ganggguan
pengembangan paru. Bila pengerasan alveoli mencapai 10 akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital paru akan
menurun dan dapat mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke dalam jaringan otak, jantung dan bagian-bagian tubuh lainnya sehingga hal ini
menjadi faktor risiko terjadinya serangan penyakit kardiovaskular. Hal ini dibuktikan secara studi epidemiologi dalam Pope et al. 2003
menunjukkan bahwa partikulat halus PM polusi udara memiliki efek yang merugikan kesehatan manusia. Meskipun banyak penelitian telah difokuskan
pada titik akhir kesehatan pernapasan, ada bukti yang berkembang bahwa PM merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Bukti ini berasal dari
studi yang telah mengamati peningkatan kematian penyakit kardiovaskuler selama terjadinya polusi , asosiasi betwen perubahan harian di PM dan
kematian kardiovaskular, rawat inap dan peningkatan risiko mortalitas penyakit cardiopulmonary pada dewasa yang terkait dengan perbedaan spasial dalam
konsentrasi PM ambien.
2.9.2.2. Paparan Sulfur Dioksida SO
2
Dalam Soedomo 2001 SO
2
terbentuk dari fungsi kandungan Sulfur dalam bahan bakar fosil. Selain itu kandungan sulfur dalam pelumas juga
menjadi penyebab emisi SO
2.
Reaksi kimia: S
2
+ O
2 -
SO
2
Udara yang telah tercemar SO
2
menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasannya. Hal ini karena gas SO
2
yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan
dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SO
2
tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena. Daya iritasi SO
2
pada setiap orang ternyata tidak sama. Ada orang yang sensitif dan sudah akan
mengalami iritasi apabila terkena SO
2
berkonsentrasi 1-2 ppm, namun ada pula orang yang baru akan mengalami iritasi tenggorokan apabila terkena SO2
berkonsentrasi 6 ppm.
Gas SO
2
merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak – anak,
orang tua dan orang yang menderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskular. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang spasme
bila teriritasi oleh SO
2
dan spasme akan lebih berat bila konsentrasi SO
2
lebih tinggi sementara suhu udara rendah. Apabila waktu paparan dengan gas SO
2
cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh paralysis cilia kelumpuhan sistem pernapasan, kerusakan
lapisan ephitelium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian. Pajanan jangka pendek terhadap SO
2
dapat menyebabkan konstriksi saluran udara pernapasan pada penderita asma dan individu sensitif lainnya.
Sedangkan pajanan kronik dapat menyebabkan penebalan selaput lendir trachea, mirip dengan bronkhitis kronik.
Penebalan selaput lendir trachea tersebut dapat menyelimuti dan membuat tidak aktifnya getaran atau denyut lapisan rambut getar dari saluran
pernapasan atas, yang pada keadaan normal berfungsi mengeluarkan agen infeksius dan partikel asing. SO
2
merupakan senyawa yang cepat bereaksi dengan jaringan paru dan menimbulkan efek yang sangat luas karena dapat
ditransportasikan sampai ke sum-sum tulang dan menimbulkan anemia aplastik.
Pada konsentrasi 6-12 ppm, SO
2
mudah diserap oleh selaput lendir saluran pernapasan bagian atas tidak lebih dalam daripada larynx. Dalam
kadar rendah, SO
2
dapat menimbulkan spasme temporer otot-otot polos pada bronchioli. Spasme ini dapat menjadi lebih hebat pada keadaan dingin. Pada
konsentrasi yang lebih besar, terjadi produksi lendir di saluran pernapasan bagian atas dan apabila kadar SO
2
bertambah tinggi lagi, maka akan terjadi reaksi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang disertai dengan
paralysis cilia dan kerusakan lapisan epithelium. Bila kadar SO
2
6 - 12 ppm tetapi pemaparan terjadi berulang kali, maka iritasi selaput lendir yang
berulang – ulang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia dan metaplasia
sel-sel epitel. Metaplasia ini dicurigai dapat berubah menjadi kanker.
2.9.2.3. Paparan NO
2
terhadap Gangguan Pernafasan
Selain terdapat di alam, nitrogen monoksida NO dan nitrogen dioksida NO
2
berasal dari gas-gas yang dihasilkan oleh buangan kendaraan bermotor dan pusat-pusat tenaga listrik. Tidak seperti carbon dan sulfur, NO tidak
terdapat dalam bahan bakar minyak, akan tetapi berasal dari udara dimana terjadi proses pembakaran dari senyawa ini. Pengaruh NO terhadap lingkungan
yang utama adalah dalam pembentukan Smog. Pengaruh langsung dari NO terhadap kesehatan tidak diketahui dengan
jelas, akan tetapi NO dalam kadar yang cukup tinggi dapat bereaksi dengan Hb dan mempunyai sifat yang sama dengan CO, karena dapat menghalangi fungsi
normal Hb dalam darah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa NO
memberikan efek menambah kelemahan terhadap infeksi bakteri paru –paru.
NO dapat menyebabkan iritasi pada mata, saluran pernapasan dan pembengkakan pada paru-paru karena waktu paparan yang cukup lama pada
konsentrasi 1 ppm. Absorbsi gas NO
2
oleh mukosa dapat menyebabkan peradangan saluran pernapasan bagian atas dan iritasi pada mukosa mata
Soedomo, 2001. Menurut Sunu 2001, organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO
2
adalah paru –paru. Paru–paru yang terkontaminasi oleh gas
NO
2
akan membengkak sehingga penderita sulit bernapas yang dapat mengakibatkan kematian. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu terganggunya
sistem pernapasan dan dapat menjadi emfisema, bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkhitis serta akan terjadi penimbunan NO
2
dan dapat merupakan sumber karsinogenik.
Sifat bahayanya terletak pada gejala yang tidak segera tampak setelah menghirup sejumlah dosis berbahaya. Gejala kerusakan paru atau pulmonary
edema baru muncul setelah 72 jam. Konsentrasi 25 ppm dapat menimbulkan pulmonary edema setelah 5-48 jam Irhamkhasani, 2002.
2.10. Baku Mutu Udara Ambien