yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan American College of Allergy, Asthma and Immunology, di Anaheim, Calif. Menurut seorang peneliti dari
University of California and the Allergy Asthma Medical Group and Research Center di San Diego, wanita berusia antara 20-50 tahun ternyata 3
kali lebih sering dibanding pria untuk dirawat di Rumah Sakit akibat asma.
c. Masa Keja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya KBBI, 2001. Menurut
Suma’mur, 199 masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja dalam tahun dalam satu lingkungan
perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar
bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pada penelitian Yulaekah 2007, menunjukan bahwa pada kelompok
kerja 5-10 tahun ada hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru.
d. Lama Paparan
Dalam Yunus F 1997 berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain
adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi dan lama paparan
Dalam Mengkidi 2006 lama paparan adalah waktu yang dihabiskan seseorang berada dalam lingkungan kerja dalam waktu sehari. Kemudian dalam
Suma’mur 1998 menyatakan bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi paru adalah lamanya seseorang terpapar polutan
tersebut dalam suatu lingkungan tertentu, selain itu menurut Bannet 1997 dalam Nugraheni 2004 bahwa konsentrasi debu dan lama paparan terhadap
polutan berbanding lurus dengan gangguan fungsi paru.
e. Kebiasaan merokok.
Kebiasan merokok dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Saat merokok terjadi suatu proses pembakaran tembakau dengan mengeluarkan
polutan partikel padat dan gas. Asap rokok merangsang sekresi lender sedangkan nikotin akan melumpuhkan silia sehingga fungsi pembersihan jalan
napas terhambat dan konsekuensinya terjadi penumpukan sekresi lendir yang menyebabkan terjadinya batuk-batuk, banyak dahak dan sesak napas menurut
Ikhawn 2009 dalam Yuliani 2010. Kemudian, menyebutkan bahwa ada pengaruh antara kebiasaan merokok dengan kapasitas paru, yaitu semakin
banyak jumlah batang rokok perhari yang dihisap, maka akan terjadi penurunan fungsi paru yang bersifat restruktif.
Penelitian Gold et al 2005 dalam Suwondo 2013 menunjukan adanya hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya leval
FEV1FVC dan FEF 25-75 dengan jumlah konsumsi rokok sebanyak 10
batang perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan FEF 25-75 disbanding orang yang tidak merokok.
f. Status Gizi
Status gizi secara teoritis dapat mempengaruhi daya tahan responden terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik
kemungkinan menderita penyakit pernafasan lebih kecil dari pada seseorang yang mempunyai gizi kurang Setyakusuma, 1997.
Salah satu penilaian status gizi seseorang yaitu dengan menghitung Indeks Masa Tubuh IMT, dengan IMT akan diketahui apakah berat badan
seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan Almatsier, 2002. Untuk menghitung nilai IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
IMT=
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara
Berat Badan Kg Tinggi Badan m x Tinggi Badan m
berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Kategori Indeks Masa Tubuh IMT
IMT Kategori
18,5 Berat badan kurangkurus
18,5-25 Berat badan normal
≥ 25 Obesitas
Sumber : WHOFAO 2003 dalam Almatsier 2002
g. Aktifitas Fisik