Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan

d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian rupa agar hamburan debu yang dihasilkan berkurang. e. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan terhadap lingkungan kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung tangan, kaca mata dan pakaian pelindung. g. Penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar tenaga kerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.14. Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan

Pathogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan dalam suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut sebagaimana digambarkan oleh Achmadi 2008 yaitu paradigm kesehatan lingkungan. Dengan mempelajari pathogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa memahami pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang merupakan salah satu representativ budaya merupakan salah satu variable kependudukan, yaitu umur, gender, pendidikan, genetik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh variable kependudukan dan variable lingkungan. Dengan kata lain pula, gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variable kependudukan. Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan dapat digambarkan dalam teori Simpul oleh Achmadi 2008 pada Gambar 2.2. Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut dibawah ini, maka pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber penyakit; simpul 2 adalah komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3 adalah penduduk dengan berbagai variable kependudukan seperti umur, gender, pendidikan, dll; sedangkan simpul 4 adalah penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami inteaksi atau exposure dalam komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit. Sedangkan simpul 5 adalah semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap ke-empat simpul tersebut. Sebagai contoh adalah kebijakan, iklim dan topografi lingkungan. Gambar 2.3. Teori Simpul Achmadi, 2008. Simpul-simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita sebagai simpul pencegahan atau simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit tertentu agar tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah pada proses kejadian hingga simpul 3,4 atau 5. Adapun uraian simpu-simpul sebagai berikut :

1. Simpul 1 : Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang mempunyai danatau mengadakan agen penyakit serta mengemulsikan atau meng-emisikan agen penyakit. Agent Manajemen Penyakit Simpul 3: Jumlah Kontak Pemajanan Sehat Sakit Simpul 1: Sumber Penyakit Alamiah Antropogenik Udara Air Vektor penyakit Manusia Lingkungan StrategisPolitik, Iklim, Topografi, Suhu,dll. Agent Penyakit Simpul 2 Manajemen Penyakit Simpul 3: Jumlah Kontak Pemajanan Sehat Sakit penyakit adalah komponen lingkungan yang menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara yang juga komponen lingkungan. Sumber penyakit dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu : a. Sumber penyakit alamiah, seperti gunung merapi dan proses pembusukan karena proses alamiah. b. Sumber penyakit hasil aktivitas manusia, seperti industri, rumah tangga, knalpot kendaraan dan penderita penyakit menular. c. Sumber penyakit dari reservoir penyakit, seperti Japanese Encephalitis, virus Dangue dan sebagainya.

2. Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit

Media transmisi tidak memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung agen penyakit. Mengacu pada gambar skematik komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada lima komponen lingkungan, yaitu udara ambien, air yang dikonsunsi, tanahpangan, binatangvector penyakit dan manusia melalui kontak langsung.

3. Simpul 3 : Perilaku Pemajanan

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dengan konsep disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioral exposure Ahmadi, 1985. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit. Apabila kesulitan mengukur besaran agen penyakit, maka diukur dengan cara tidak langsung yang disebut dengan biomarker atau tanda biologis pada tubuh.

4. Simpul 4 : Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi hubungan tersebut menghasilkan penyakit pada penduduk. Ada tiga gradasi penderita penyakit, yaitu akut, subklinik dan penderita penyakit kategori samar dan masyarakat sehat yang harus dilindungi.

5. Simpul 5 : Variabel Supra Sistem

Iklim berperan dalam proses kejadian penyakit. Iklim termasuk komponen variabel supra sistem. Iklim harus di perhitungkan dalam setiap analisis, baik predictor antisipasi maupun retrospektif dalam kejadian penyakit. Contoh lain yang diperhitungkan juga adalah kebijakan mikro seperti keputusan politik yang dapat ditujukan untuk memengaruhi kondisi lingkungan strategis dalam setiap analisis kejadian penyakit.

2.15. Kerangka Teori

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER

0 19 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERENGOLAHAN BATU KAPUR

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERRachman Efendi

0 14 17

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015

2 10 133

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Karawang Tahun 2013

9 81 153

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Pembuat Batu Bata Di Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang Tahun 2015.

0 5 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA INFORMAL PENGOLAHAN KAPUK UD.TUYAMAN DESA SIDOMUKTI WELERI KABUPATEN KENDAL TAHUN 2013.

0 4 15

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. Tonasa Line Kota Bitung | Anes | JIKMU 8490 16812 1 SM

0 0 8

View of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT KASUR (STUDI KASUS DI DESA BANJARKERTA KARANGANYAR PURBALINGGA)

0 0 5

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL DI LIGU SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 10