Hubungan Antara Usia dengan Gangguan Fungsi Paru

terdapat hubungan bermakna antara usia dengan gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari tahun 2013. Adapun distribusi umur responden yang mengalami gangguan fungsi paru berdasarkan umur, didapatkan bahwa kelompok responden yang mengalami gangguan fungsi paru yaitu berusia 30 tahun ke atas. Hal ini dapat di lihat pada tabel 6.1 sebagai berikut : Tabel 6.1. Distribusi Responden yang Mengalami Gangguan Fungsi Paru berdasarkan Umur pada pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013 No.Responden Kapasitas Vital Paksa KVP Usia Tahun Status 1 61,01 53 Restriksi Sedang 2 79,23 32 Restriksi Ringan 3 70,08 34 Restriksi Ringan 4 61,56 51 Restriksi Sedang 5 68,77 43 Restriksi Sedang 6 72,65 45 Restriksi Ringan 7 61,04 54 Restriksi Sedang Dalam artikel kesehatan Mediastore.com 2008 dalam jumlah kantung udara alveoli pada lanjut usia akan berkurang dibanding pada saat usia dewasa. Penurunan daya tahan paru-paru karena merokok, polusi udara menjadikan lanjut usia rentan terhadap berbagai gangguan paru-paru, seperti penyakit paru obstruksi kronik dan bronkhitis. Selain itu, Guyton 2007 dalam Budiono 2007 dalam penelitian Nugraheni pada pekerja penggilingan padi menunjukan rata-rata pada umur 30-40 tahun seseorang akan mengalami penurunan fungsi paru. Pada usia 30 tahun ke atas rata-rata volume kapasitas paru seseorang adalah 3.000-3.500 ml akan menurun seiring bertambahnya usia, dan pada usia 50 tahun kapasitas paru akan semakin berkurang hingga dibawah 3.000 ml. Oleh karena itu, hal ini yang menjadikan umur sebagai variabel yang memiliki hubungan terhadap gangguan fungsi paru. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mengkidi 2006 bahwa dari 44 responden yang mempunyai umur 40 tahun terdapat 29 orang mengalami gangguan fungsi paru dan 15 orang tidak mengalami gangguan fungsi paru, dari hasil uji statistik antara usia dengan gangguan fungsi paru menunjukan adanya hubungan yang bermakna dengan nilai p value 0,015. Hal ini menunjukan umur merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru pada karyawan. Kemudian, penelitian ini juga sejalan dengan Yuliani 2010 yaitu pada responden pekerja industri tenun di Jepara tahun 2010 didapatkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kapasitas vitas paru dengan nilai p value sebesar 0,006. Menurut Suyono 2002 semakin meningkat usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru. Kemudian menurut Efendi 1998 dalam Yuliani 2010 pada usia diatas 40 tahun organ-organ tubuh cenderung mengalami penurunan fungsi pada saluran pernafasan seperti trakea dan penurunan elastisitas bronkus yang akan berpengaruh pada fungsi dan kapasitas paru seseorang. Pada penelitian ini apabila variabel usia pekerja pengolahan batu kapur dikelompokan berdasarkan risiko usia terjadinya gangguan fungsi paru yaitu kelompok usia ≥ 40 tahun sebanyak 21 orang 47 dan kelompok usia 40 tahun 4 ,2. Dari hasil penelitian kelompok usia ≥ 40 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan fungsi paru. Selain itu didapatkan 15 orang 37,5 pekerja dengan kelompok usia yang berisiko yaitu ≥ 40 tahun di analisis uji crosstab dengan masa kerja yang berisiko yaitu masa kerja ≥ 10 tahun. Dari hasil analisis uji menunjukan sebayak 37,5 pekerja memiliki risiko gangguan paru akibat lama paparan dari masa kerja. Usaha pengolahan batu kapur di Desa Tamansari ini cenderung tidak memperhatikan kelompok umur untuk bisa bekerja di pengolahan batu kapur. oleh karena itu sebaiknya pekerja yang sudah memiliki usia risiko ≥ 40 tahun untuk lebih menjaga pola aktivitas bekerja dengan memperhatikan beberapa faktor seperti gaya hidup yaitu memproporsikan waktu kerja agartidak melebihi jam kerja maksimal yaitu 8 jam kerjahari dan memperhatikan kesehatan bekerja dengan menggunakan masker sebagai pelindung diri serta menjaga pola hidup sehat lainnya. Hal tersebut akan membantu menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup untuk lebih produktif baik di usia tua maupun produktif. Allah swt. berfirman Q.S. Al- A’raaf : 1 : ف ْس ْلا ّح ا ه ا ف ْستا “dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-lebihan. ” Dalam Al- Qur’an dan Tafsirannya 2011, pada kosakata Al-Mufsiriin yaitu berasal dari kata asrafa-yusrifu yang dapat di artikan dengan melampaui batas atau berlebih-lebihan. Seseorang yang mengerjakan sesuatu atau menggunakan sesuatu dengan sikap yang tidak wajar dan melebihi batas yang normal, dapat dikatakan ia telah bersikap isra’f, demikian Allah swt. membolehkan manusia untuk makan dan minum sesuai dengan ukurannya dan kemudian diikuti dengan celaan terhadap orang yang makan dan minum secara berlebihan. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing orang, karena kadar tertentu. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kata tersebut isra’f mengajarkan sikap proporsional dalam semua aspek perbuatan, khusunya dalam beraktivitas kerja yang disesuaikan dengan usia pekerja.

6.3.2. Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Fungsi Paru

Menurut Setyakusuma 1997 status gizi dapat mempengaruhi daya tahan responden terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik kemungkinan menderita penyakit pernafasan lebih kecil dari pada seseorang yang mempunyai gizi kurang. Menurut Almeitser 2002 salah satu akibat dari kekurangan gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan anti bodi sehingga orang mudah terangsang infeksi seperti batuk, pilek, diare dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda asing seperti debu yang masuk dalam tubuh. Kemudian, menurut Karim 2002 dalam Mengkidi 2006 status gizi tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga kerja maupun produktifitas. Status gizi yang baik akan mempengaruhi produktifitas tenaga kerja yang berarti peningkatan produktifitas perusahaan, maka status gizi memiliki pengaruh terhadap status kesehatan seseorang yang akan mempengaruhi produkstifitasnya, namun terdapat faktor lain selain status gizi yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Pada penelitian ini status gizi diperoleh dari standar indeks masa tubuh IMT responden, dimana berat badan dan tinggi badan sebagai indikator perhitungan yang didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung. Hasil uji univariat diperoleh bahwa sebanyak 24 orang 54,5 responden memiliki status gizi normal. Sedangkan dari hasil crosstab dari 7 pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru didapatkan responden yang mengalami gangguan fungsi paru pada kelompok status gizi kurus sebanyak 2 orang 15,4 , normal sebanyak 4 orang 21,1 dan status gizi gemuk sebesar 1 orang 12,5. Kemudian hasil analisis statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,842, maka dapat disimpulkan pada alpha 5 tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan gangguan fungsi paru pada pekerja batu kapur di Desa Tamansari. Oleh karena itu, status gizi tidak menjadi variabel yang signifikan berhubungan, karena rata-rata pekerja memilki status gizi normal. Namun, hal ini dapat menunjukan bahwa kelompok status gizi kurus, normal dan gemuk memiliki risiko untuk terjadinya gangguan restriksi. Meskipun secara statistik tidak memiliki kemaknaan yang signifikan, namun secara epidemiologi bahwa status gizi dan asupan makanan yang berhubungan

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER

0 19 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERENGOLAHAN BATU KAPUR

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR RISIKO GANGGUAN FUNGSI PARU DENGAN FUNGSI PARU PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERRachman Efendi

0 14 17

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Pengolahan Batu Split PT. Indonesia Putra Pratama Cilegon Tahun 2015

2 10 133

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Karawang Tahun 2013

9 81 153

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Pembuat Batu Bata Di Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang Tahun 2015.

0 5 14

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA INFORMAL PENGOLAHAN KAPUK UD.TUYAMAN DESA SIDOMUKTI WELERI KABUPATEN KENDAL TAHUN 2013.

0 4 15

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja di PT. Tonasa Line Kota Bitung | Anes | JIKMU 8490 16812 1 SM

0 0 8

View of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PEMBUAT KASUR (STUDI KASUS DI DESA BANJARKERTA KARANGANYAR PURBALINGGA)

0 0 5

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL DI LIGU SEMARANG - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 0 10