Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa transliterasi merupakan suatu upaya untuk menyajikan kembali suatu teks masa lampau dengan cara
mengganti jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain agar mempermudah dalam membaca dan memahami isi teks. Transliterasi teks Serat
Ambek Sanga dilakukan dengan mengganti jenis tulisan aslinya, yaitu aksara Jawa ke dalam tulisan yang lain, yaitu aksara Latin.
Transliterasi dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu dengan edisi diplomatik dan edisi standar atau edisi kritik Suyami, 2001: 11. Edisi diplomatik, yaitu menerbitkan
teks seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan, sedangkan edisi standar atau edisi kritik adalah menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan
ketidakajegan, sedangkan ejaanya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan kembali teks Serat Ambek Sanga
dengan nomor koleksi PB A. 87 sejelas mungkin sehingga dapat memudahkan pembaca dalam membaca dan memahami isi teks tersebut. Berdasarkan tujuan
tersebut penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode transliterasi, yaitu metode transliterasi Diplomatik dan metode transliterasi standar. Metode transliterasi
diplomatik digunakan untuk menyajikan kembali teks Serat Ambek Sanga yang beraksara Jawa ke dalam aksara latin sesuai bentuk teks aslinya. Metode transliterasi
standar digunakan untuk menyajikan Serat Ambek Sanga ke dalam bentuk yang sesuai dengan EYD untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman teks.
d. Suntingan Teks
Setelah tahap transliterasi teks, tahap selanjutnya adalah suntingan teks. Suntingan merupakan kegiatan mengkoreksi suatu naskah dengan berbagai
kelengkapannya, yaitu dengan menggunakan kritik teks dan aparat kritik
Darusuprapta, 1984: 4. Untuk memperoleh naskah yang bersih dari kesalahan diperlukan adanya sikap kritis dari seorang peneliti. Robson 1988: 20, berpendapat
bahwa critical means that the editor takes it upon himself to identify those places in the text where a problem may exist and to offer a solution to them ’kritik teks berarti
bahwa penyunting itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar terhadap permasalahan tersebut’.
Di samping itu, Robson 1994: 25 menguraikan bahwa kritik teks merupakan sikap menghakimi atau mengadili, yang berarti meneliti dan memberikan evaluasi
terhadap teks. Tujuan utama mengadakan kritik teks ialah untuk mendapatkan bentuk teks yang asli, teks yang otentik, yang ditulis oleh pengarangnya, atau dengan kata
lain untuk mendapatkan ortografi Darusuprapta, 1984: 4. Naskah yang telah melalui proses kritik teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan filologis,
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut karena sudah bersih dari kesalahan.
Aparat kritik merupakan bagian penting dalam proses kritik teks. Menurut Baroroh-Baried 1994: 67, aparat kritik adalah perabot pembanding yang menyertai
penyalinan suatu naskah. Menurut Sulastin-Sutrisno 1981: 15, aparat kritik merupakan salinan mengenai bagian-bagian yang berbeda dalam suatu naskah. Aparat
kritik merupakan pertanggungjawaban ilmiah dari kritik teks yang berisi kelainan bacaan dalam suntingan teks Mulyani, 2009a: 29. Aparat kritik berupa catatan-
catatan kelainan bacaan yang didapat dari proses kritik teks dalam suntingan. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aparat kritik
merupakan catatan-catatan mengenai kelainan bacaan yang diperoleh dalam proses kritik teks. Hasil pencatatan atau aparat kritik yang telah diperoleh dalam proses
kritik teks disajikan dengan tujuan sebagai bentuk kelengkapan dan pertanggungjawaban suntingan. Dalam melakukan suntingan perlu memperhatikan
metode yang akan digunakan. Metode suntingan teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
suntingan teks edisi standar. Menurut Wiryamartana 1990: 32 suntingan teks edisi standar adalah menyajikan kembali teks dengan melakukan perbaikan bacaan, yaitu
melakukan pembetulan-pembetulan terhadap kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan pada teks untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam
pemahaman teks. Suyami 2001: 32 menyatakan bahwa teks edisi standar adalah menyajikan suatu teks ke dalam bentuk yang terbaca dengan melakukan perbaikan
terhadap kesalahan-kesalahan yang terdapat pada teks. Berdasarkan dua pendapat di atas disimpulkan bahwa suntingan teks edisi standar
adalah suatu bentuk penyajian teks dengan cara melakukan perbaikan bacaan, yaitu dengan melakukan pembetulan-pembetulan terhadap kesalahan-kesalahan kecil dan
ketidakajegan pada teks untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam pemahaman teks. Perbaikan bacaan bertujuan memudahkan pembaca atau peneliti
dalam membaca dan memahami isi teks. Metode suntingan teks edisi standar digunakan terhadap naskah yang isinya biasa atau profan, bukan berisi hal-hal yang
suci atau penting, baik dari segi agama maupun sejarah. Penggunaan metode tersebut dilakukan dengan dasar sebagai berikut. Teks Serat
Ambek Sanga dengan nomor koleksi PB A. 87 yang dijadikan sebagai sumber data penelitian merupakan teks profan yang isinya bukan mengenai hal-hal suci. Selain itu,
naskah tersebut merupakan naskah carik yang dalam penulissannya terdapat kesalahan-kesalahan, seperti salah tulis, kekurangan kata, ataupun kelebihan kata.
Oleh karena itu, penelitian ini mengunakan metode suntingan standar untuk memudahkan tersajinya teks Serat Ambek Sanga dengan nomor koleksi PB A 87.
dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca dan peneliti.
e. Terjemahan Teks