Berserah pada Tuhan Nilai-Nilai Pendidikan Moral Manusia dengan Tuhan dalam Teks Serat

sudah menjadi ketetetapan Tuhan. Sikap percaya kepada takdir Tuhan dapat dilihat pada kutipan berikut ini. o wus dadi pratignyanira sinung pêpancèning pasthi déning Yyang Jagat Pratingkah singa-singa wong kang asih miluta anyêdhaki bisa momong marang iku sayêkti katarima barang pamujiné dadi wus mangkono iya nora kêna cidra Sinom: 33: 1-3. Terjemahan Sudah menjadi suatu kesanggupan, diberi kepastian oleh Yang Maha Kuasa yang mengatur segala tingkah laku. Siapapun juga orang yang mengasihi membujuk mendekati, dapat mengasuh terhadap itu. Sungguh-sungguh diterima apa yang menjadi doanya. Sudah seperti itu seharusnya tidak boleh berkhianat Sinom: 33: 1-3. Kutipan tembang tersebut menunjukkan bahwa Tuhan memberikan ketetapan- Nya kepada setiap manusia. Ketetapan Tuhan yang diberikan kepada setiap manusia berbeda-beda. Oleh karena itu, manusia harus selalu siap dan ikhlas dalam menerima takdirnya.

e. Berserah pada Tuhan

Berserah diri adalah sikap mental manusia terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan. Berserah kepada Tuhan adalah sikap percaya dan menyerahkan penuh segala sesuatu yang akan terjadi kepada-Nya. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berbagai keterbatasannya. Dalam hidupnya manusia tidak dapat melakukan segala sesuatunya hanya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Segala sesuatu yang dilakukan manusia dapat terjadi karena adanya pertolongan dari Tuhan. Keterbatasan yang dimiliki manusia mengingatkan manusia untuk selalu berserah kepada Tuhan. Sikap berserah manusia kepada Tuhan dapat dilihat pada kutipan tembang berikuti ini. o lamun ora mangkonoa mungguh kawula puniki yêkti nora darbé daya goné bisa mobah mosik yêkti kaworan saking Hyang Purba Wisésanipun loro-loroning tunggal têtêp tinêtêpan sami dadya amung kawula darma lumampah Sinom: 25: 1-6. Terjemahan Kalau tidak seperti itu pasti saya ini sungguh tidak punya kekuatan. Untuk dapat bergerak sesungguhnya krena bantuan dari Yang Maha Kuasa Dewanya. Keduanya tungal sudah ditetapkan sama. Jadi saya hanya menjalankan kewajiban Sinom: 25: 1-6. o yèn ngandika tansah anginggihi nora pisan anyulayanana marang sasama- samané sarênaning tumuwuh panyiptané mring Suksma Jati kang murwa ing bawana bisaa sawujud ing ling ngajênêng kawula panganggêpé wus mati sajroning urip kamulyaning kahanan Dhandanggula, 8: 4-7. Terjemahan Kalau berbicara selalu mengiyan, tidak sekalipun berselisih terhadap sesama manusia, supaya berbuah apa yang diperbuatnya terhadap Yang Rabbani yang mencipta alam semesta dapatlah terwujud. Di dalam pikiran, perkiraannya hamba sudah mati di dalam hidup, di dalam keadaan yang mulia Dhandanggula, 8: 4-7. o anut masakalaning dumadi nyata lèmpoh ning ngidêri jagad iya kana iya kéné malih watêk winuwus Sang Nakula Sadéwa sami tanpa éling paéka sakaliyan jumbuh marang Hyang Murba Misésa mung sumarah andérah tan darbé kapti mênêng tan mêngku karsa Dhandanggula, 24: 1-10. Terjemahan Mengikuti waktu suatu maklhuk, tentu lelah sekali di dalam mengelilingi dunia, di sana dan di sini. Diceritakan lagi watak Sang Nakula dengan Sadewa. Tanpa mengingat perbedaan, semuanya sama. Terhadap Yang Maha Kuasa, hanya menurut apa yang diuraikan, tidak memiliki maksud. Diam tidak ingin menguasai Dhandanggula, 24: 1-10. o nora nana kang dèn paran ati nora suka lan ora sungkawa iya apa satibané karsaning Maha Luhur sakaratêg nora sak sêrik wus ngêculakén cipta rêsik tan suménut sagalugut nora nana kang kinarsan apa sêdya marang bêcik wus nora pisan Dhandanggula, 25: 1-4 . Terjemahan Tidak ada yang dimaksudkan hati, tidak suka dan tidak sedih. Seturut apa yang menjadi keinginan Yang Maha Luhur. Berniat untuk tidak membuat sakit hati. Sudah melepaskan keinginan, bersih tidak ada yang mengikuti. Sedikitpun tidak ada yang diinginkan, apa lagi menyalahi terhadap kebaikan. Sudah tidak sekali-kali Dhandanggula, 25: 1-4. o apa dadi ala kang kinapti ala manèh kalamun arêpa kang bêcik nora rinanggêh dadya mung gumalundhung angalindhing marang Hyang Widhi tan darbé têtampikan tan darbé panuwun tan darbé daya upaya amung rila sokur pasrah ing déwadi awit Hyang Bijaksana Dhandanggula, 26: 1-10. Terjemahan Apa menjadi menjadi buruk yang diperoleh, buruk lagi kalau mau. Yang baik tidak didapatkan. Jadilah hanya bergelinding, menggelinding kepada Yang Maha Esa, yang tidak mempunyai penolakan, tidak mempunyai ucapan terima kasih. Tidak mempunyai upaya kekuatan, hanya iklas syukur berserah kepada dewa, karena Hyang Maha Bijaksana Dhandanggula, 26: 1-10. Kutipan-kutipan tembang di atas menunjukkan bahwa manusia sebenarnya adalah makhluk yang lemah yang tidak memiliki daya upaya tanpa adanya bantuan dari Tuhan. Manusia seharusnya menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa tanpa adanya Tuhan yang selalu memberikan pertolongan dan perlindungan kepada-Nya. Manusia diharuskan percaya dan selalu menyerahkan segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya kepada Tuhan.

f. Mendekatkan Diri kepada Tuhan