Sedikitpun tidak ada yang diinginkan, apa lagi menyalahi terhadap kebaikan. Sudah tidak sekali-kali Dhandanggula, 25: 1-4.
o apa dadi ala kang kinapti ala manèh kalamun arêpa kang bêcik nora rinanggêh dadya mung gumalundhung angalindhing marang Hyang Widhi
tan darbé têtampikan tan darbé panuwun tan darbé daya upaya amung rila sokur pasrah ing déwadi awit Hyang Bijaksana Dhandanggula, 26: 1-10.
Terjemahan
Apa menjadi menjadi buruk yang diperoleh, buruk lagi kalau mau. Yang baik tidak didapatkan. Jadilah hanya bergelinding, menggelinding kepada Yang
Maha Esa, yang tidak mempunyai penolakan, tidak mempunyai ucapan terima kasih. Tidak mempunyai upaya kekuatan, hanya iklas syukur
berserah kepada dewa, karena Hyang Maha Bijaksana Dhandanggula, 26: 1-10.
Kutipan-kutipan tembang di atas menunjukkan bahwa manusia sebenarnya adalah makhluk yang lemah yang tidak memiliki daya upaya tanpa adanya bantuan
dari Tuhan. Manusia seharusnya menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa tanpa adanya Tuhan yang selalu memberikan pertolongan dan perlindungan kepada-Nya.
Manusia diharuskan percaya dan selalu menyerahkan segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya kepada Tuhan.
f. Mendekatkan Diri kepada Tuhan
Mendekatkan diri kepada Tuhan adalah sikap manusia utuk mencari jalan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hidupnya manusia tidak pernah lepas
dari kesalahan. Manusia terkadang tidak waspada dan sering melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri dan orang lain. Selain itu,
kesalahan yang diperbuat oleh manusia juga dapat menimbulkan dosa. Kesalahan dan dosa yang telah diperbuat manusia dapat mengakibatkan manusia tidak memperoleh
keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Untuk menghindarkan diri dari kesalahan dan dosa manusia harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yaitu, dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan terdapat dalam kutipan tembang berikut ini.
o dahat adrêng ning wardaya duk maksih néng Atas Angin tan arsa gumantyèng rama amung sangêt mangun tèki kapati mati ragi nora saré
dhahar nginum mênêng manungku puja manuh manawa manoni kalêksanan antuk wangsiting Jawata Sinom: 30: 4-9
Terjemahan Memiliki keinginan hati yang sangat keras. Ketika masih berada di Atas Angin
tidak mau bergantung kepada ayahnya. Hanya sangat membangun tapa. Dengan sungguh-sungguh bertapa, tidak tidur, makan, dan minum.
Berdiam memusatkan pikiran memanjatkan doa. Tahu dengan sendirinya jikalau yang dilakukan mendapat bisikan Dewa Sinom: 30: 4-9.
o mindêng maha sucining Hyang widhi kang winanuh jaman têpêt loka sumingkir marang karamèn pan karya sukèng kalbu ing kahanan sawiji-wiji
ing jagad janaloka cinipta tan wujud wus mulih araning kuna pan mangkono pambékanira Sang Aji Sri Guna Tali krama Dhandanggula, 10: 1-
8.
Terjemahan
Melihat maha sucinya Yang Maha Esa yang mengetahui masa alam baka. Menyingkir terhadap keramaian akan membuat senang di hati. Pada satu-
satunya keadaan, alam dunia tercipta tidak berwujud sudah kembali yang disebut kuno. Akan seperti itu watak Sang Aji Sri Guna Tali Krama Dhandanggula, 10:
1-8. Usaha yang dilakukan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
berdasarkan kutipan tembang tersebut adalah dengan menjauhkan diri dari keramaian untuk melakukan pertapaan supaya dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu
dapat menuntun manusia kapada perbuatan yang tercela yang akhirnya menjerumuskan manusia ke dalam dosa. Oleh karena itu, manusia senantiasa harus
dapat mengendalikan hawa nafsunya agar dapat terhindar dari perbuatan tercela dan dosa. Selain itu, manusia harus selalu ingat kepada Tuhan, memohon petujuk dan
bimbingannya agar dapat selalu berhati-hati dan waspada dalam melakukan setiap perbuatannya.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Moral Manusia dengan Manusia dalam Teks Serat