terkontrol di daerah Sintang. Konflik lahan yang terjadi saat ini dapat menjadi bahaya laten yang kapan saja bisa meletup terutama di daerah Nanga Pinoh.
Dengan demikian status lahan mempunyai korelasi yang positip dengan luas areal kebakaran hutan dan lahan. Semakin rendah status kepemilikan lahan
property right dan sistem pengawasan terhadap lahan rendah maka akan semakin besar peluang terjadi kebakaran lahan yang lebih luas. Status lahan
dengan beban hak milik mengalami luas kebakaran lebih rendah dibanding status lahan tanah negara TNBB dan TWA-Baning dan hak guna usaha HTI-Inhutani
III dan Finantara Intiga karena pada tanah-tanah dengan status hak negara umumnya sangat kurang didalam pengawasannya.
C. Letak Lahan Pemukiman Kepedulian Masyarakat
Letak lahan dan pemukiman merupakan salah satu faktor berpengaruh terhadap kebakaran lahan dan hutan. Hasil penelitian letak lahan dan pemukiman
yang berada didalam dan atau sekitar areal yang terbakar lebih luas di banding dengan yang jauh dari lahan dan pemukiman masyarakat. Secara kumulatif
menunjukkan bahwa 98,7 areal terbakar berdekatan dengan pemukiman penduduk dan 1,3 berada jauh dari pemukiman penduduk. Kedekatan lokasi
kebakaran dengan lahan dan pemukiman serta status kepemilikan bukan hak milik, cenderung kebakaran yang terjadi relatif lebih luas seperti pada kawasan
TNBB dan TWA-Baning, HTI Inhutan III dan Finantara Intiga. Kepedulian masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kebakaran hutan dan lahan. Sikap masyarakat terhadap api berbeda di setiap lokasi penelitian. Masyarakat akan mempunyai kepedulian yang tinggi
apabila hutan atau lahan yang terbakar memberikan manfaat ekonomi, dan atau menyangkut keselamatan hidup dan harta benda yang dimiliki. Hasil penelitian
terhadap tapak lokasi yang terbakar menunjukkan bahwa 88,24 masyarakat peduli terhadap munculnya titik panas dengan luas areal terbakar 1,87, sedang
pada masyarakat yang menyatakan tidak peduli terhadap api 11,76, luas areal
terbakar mencapai 98,13 Lampiran 19.
Persepsi masyarakat sangat terkait dengan status dan manfaat yang diperoleh dari areal yang terbakar. Hal ini ditunjukkan oleh sikap yang tinggi
222
untuk memadamkan api ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan, jika status lahan adalah hak milik dan terdapat tanaman produktif seperti pada lahan masyarakat
dan lahan TCSDP-karet, tanaman kayu yang telah ditanam atau dipelihara di Finantara Intiga, dan pemanfaatan lahan TWA-Baning untuk kegiatan pertanian
dan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu oleh masyarakat. Sebaliknya, pada kawasan TNBB dan HTI Inhutani III masyarakat cenderung tidak peduli
terhadap kemunculan titik panas, sebab adanya keterbatasan dalam pemanfaatan lahan maupun hasil hutan, serta potensi konflik lahan dengan masyarakat sekitar.
D. Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan