79.630orgtahun; nilai warisan yaitu Rp. 51 juta WTP Rp. 32.985orgtahun dan nilai pilihan sebesar Rp. 42 juta WTP Rp. 27.871orgthn.
a b
Gambar 18. Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan dan Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di Finantara Intiga,
tahun 1997 a dan tahun 2003 b
NP = nilai pilihan, NW = nilai warisan dan NK = nilai keberadaan
Tingginya preferensi konsumen terhadap nilai manfaat pilihan, warisan, dan manfaat keberadaan diduga mengalami ’bias nilai’, sebab penilaian responden
terhadap keberadaan HTI terlalu tinggi apabila dibandingkan dengan fungsi kawasan HTI sebagai kawasan produksi. Rata-rata masyarakat dalam memberikan
penilaian memperhitungkan seluruh manfaat yang telah dan akan diperoleh dari kawasan HTI, yaitu tidak hanya fungsi flora fauna dan habitat satwa tetapi juga
dipengaruhi oleh manfaat sebagai tenaga kerja dan manfaat sosial ekonomi lainnya PMDH pada desa-desa sekitar HTI Finantara Intiga.
5.2. Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Tindakan yang dilakukan dalam pengendalian kebakaran adalah membuat sekat bakar dengan lebar 5 m pada areal yang bersinggungan dengan sumber api
yaitu pemukiman penduduk, ladang, sawah, maupun kebun penduduk yang pernah terbakar dan berpotensi terbakar. Peralatan yang digunakan selain alat-alat
pemadam manual hand tools juga mengerahkan traktor terutama pada perusahaan-perusahaan HPHHTI untuk membuat kantong-kantong air dan sekat
20000 40000
60000 80000
100000 120000
140000 160000
180000 200000
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Qd orang WT
P R
p t
h n
Qd = 6089 - 0.03 NK NK = 167806 - 27.55 Qd
Qd = 7055 - 0.09 NW NW = 74767 - 10.59 Qd
Qd = 6693 - 0.107 NP NP = 64449 - 9,71 Qd
20000 40000
60000 80000
100000 120000
140000
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Qd orang WT
P R
p t
h n
Qd = 6822 - 0.098 NW NW = 68977 - 10.10 Qd
Qd = 5184 - 0.0429 NK NK = 120817 - 23.30 Qd
Qd = 6396 - 0.11 NP NP = 53987 - 8.44 Qd
163
bakar. Peralatan lain berupa masker untuk mencegah timbulnya penyakit ISPA akibat asap di lokasi kebakaran. Pengendalian kebakaran ini merupakan upaya
dari warga masyarakat dalam melakukan pemadaman api kebakaran hutan. Jenis alat yang digunakan dalam pengendalian kebakaran antara lain:
tangki air, pompa air, kepyok, cangkul, kapak, selangpipa, chain saw, dan peralatan pemadaman manual lain, pembuatan sekat bakar dan kantong air buatan.
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa jenis peralatan yang digunakan digunakan adalah kepyok 10 – 40 unit, cangkulgaru 20 – 30 unit, parang 5 –
22 unit, knapsack 2-10 unit kampak 10-25 unit, tangki air 1-2 unit, helm, seragam pamadaman api, sepatu boat masing-masing 10-40 unit, pompa air 2
unit, sekat bakar 0,5 – 2,5 km, dan kantung air buatan 10 – 20 unit. Hasil penelitian menunjukkan biaya tenaga kerja yang dikerahkan tiap hari
yaitu Rp.7500 sampai Rp. 9.000oranghari upah tahun 1997 dan pada tahun 2003 upah tenaga kerja rata-rata meningkat 86, yaitu antara Rp. 12.500 sampai
Rp. 20.000orghari. Biaya ini hanya berupa biaya akomodasi selama terjadi kebakaran belum termasuk gaji atau upah dari tenaga kerja. Sedangkan lamanya
kebakaran berkisar antara 2 -14 hari dengan jumlah tenaga kerja yang direkrut bervariatif yaitu 5-38
orang tergantung luas areal yang terbakar. Tabel 30. Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Biaya MitigasiPengendalian Kebakaran Periode Agustus - Desember 1997 No
Tipe Hutan dan Lahan yang Terbakar
Luas Areal
Terbakar ha
Lama Kebakaran
Hari Biaya Per
Ha 1997 Rpha
Total Biaya Pengendalian
1997 Rp Biaya Per
Ha 2003 Rpha
Total Biaya Pengendalian
2003 Rp 1
TNBB 230,00
7 97.282
22.374.950 141.070
32.446.130 2
TWA Baning 59,50
5 294.298
17.510.712 447.160
26.606.029 3
HTI Inhutani III 12.452,12
14 1.528
19.025.458 2.277
28.357.113 4
HTI Finantara Intiga 15,00
5 2.123.209
31.848.130 3.065.441
45.981.615 5
TCSDP-Karet 76,00
7 88.051
6.691.876 154.596
11.749.296 6
Lahan Masyarakat 91,2
8 60.965
5.560.051 101.164
9.226.155 Total Kerugian
12923,82 46
7.971 103.011.177
11.944 154.366.338
Sumber: Lampiran 14 1 Biaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdiri atas biaya tenaga kerja 12 dan biaya peralatan 88
2 Rata-rata kenaikan upah tenaga kerja 86 dan biaya peralatan 42,86 tahun 1997-2003
Berdasarkan hasil rekapitulasi biaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan diketahui bahwa total kerugian pada tahun 1997 yaitu sebesar Rp
103.011.177 untuk luasan 12.923 ha dengan biaya rata-rata perhektar Rp. 7.971ha
164
Tabel 30. Biaya pengedalian kebakaran ini hampir sama dengan biaya rata-rata
yang dikeluarkan untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 1997 yaitu sebesar Rp. 7.379ha, dengan bantuan total biaya
± Rp. 33 milyar dengan perkiraan luas areal terbakar 5 juta ha Ruitenbeek, 1998 dalam
Glover dan Timothy, 1999. Struktur pengeluaran biaya sebagian besar dalam bentuk peralatan dan
tenaga kerja, dimana biaya tenaga kerja Rp. 12,84 juta 12 dan biaya peralatan Rp. 90,16 juta 88, dengan biaya pengendalian terbesar dikeluarkan oleh HTI
Finantara Intiga dan yang paling rendah biayanya adalah lahan masyarakat. Kecilnya biaya yang dikeluarkan dalam pengendalian kebakaran diduga semakin
mempercepat luas areal yang terbakar karena tidak adanya usaha-usaha mitigasi
kebakaran yang maksimal dengan tingkat korelasi sebesar 95-96 Lampiran 15
. Korelasi antara luas areal terbakar dengan biaya pengendalian kebakaran hanya berlaku apabila diasumsikan bahwa faktor sosial ekonomi dan faktor alami
adalah tetap cateris paribus. Artinya korelasi ini sebatas menunjukkan keterkaitan biaya yang dikeluarkan dengan luas areal terbakar, dan belum
memperhitungkan: kecepatan angin, curah hujan, suhu, kelembaban ketersediaan bahan bakar dan topografi, serta sikap kepedulian masyarakat terhadap api.
Adanya korelasi antara biaya mitigasi perhektar dengan luas areal terbakar memberikan implikasi bahwa semakin besar biaya mitigasi maka semakin luas
areal yang dapat dilindungi dari kebakaran. Hal ini dipertegas oleh Chandler et al. 1983, bahwa terdapat korelasi antara biaya mitigasi dengan luas areal terbakar
atau fraksi areal yang terlindungi dari kebakaran sebesar sebesar 0,96, namun signifikansi korelasinya sangat tergantung tingkat kerusakan akibat kebakaran
tipe hutan, umur tegakan dan kerapatannya. Berdasarkan jumlah biaya mitigasi perhektar dan luas areal yang terbakar
terlihat bahwa semakin kecil biaya pemadaman api maka cenderung luas areal terbakar akan semakin luas. Sebab, perilaku api yang menjalar begitu cepat akan
semakin memperluas daerah kebakaran jika tidak terjadi usaha-usaha pengendalian kebakaran. Keterkaitan antara biaya mitigasi dengan luas areal yang
terbakar dapat dilihat pada Gambar 19.
165
Gambar 19. Perbandingan Biaya Mitigasi perhektar Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang Tahun 1997
Pengaruh biaya mitigasi terhadap jumlah luasan yang terbakar dipertegas oleh hasil analisis regresi antara biaya mitigasi perhektar dengan luas areal
terbakar di setiap lokasi penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya mitigasi akan menurunkan luas areal yang terbakar dan pengaruhnya sangat
nyata pada taraf kepercayaan 95. Kemampuan variabel biaya mitigasi dalam menjelaskan perilaku luas areal terbakar yaitu sebesar 91 - 93 tahun 1997 dan
2003, sedang sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor curah hujan, suhu, kelembaban.
Ln Luas kebakaran = 15,7 – 0,928 Ln BM-97 …… tahun 1997
R
2
= 91.4 9,47 -6,51
Ln Luas kebakaran = 16,2 - 0,940 Ln BM-2003 …… tahun 2003
R
2
= 93.1 10,50 -7,32
Uji validitas dari kedua model persamaan nyata pada taraf kepercayaan 95 Fhit Ftabel, dengan nilai Fhit = 42,43 dan Sign. 0,002 1997; Fhit =
53,63 dan sign. 0,003 2003 Lampiran 15, artinya bahwa model fit dan
variabel biaya mitigasi dapat digunakan untuk menduga luas kebakaran hutan dan lahan. Sementara analisis secara parsial menunjukkan bahwa kenaikan biaya
mitigasi akan menurunkan luas areal terbakar dengan nilai koefisien regresi 0,928 dan 0,94 dan sangat nyata pada taraf kepercayaan 95 t
hit
= -6,51 dan
1 5 2 3 0
9 1 .2 5 9 .5
7 6 1 2 4 5 2 .1 2
1 ,5 2 8 6 0 ,9 6 5
8 8 ,0 5 1 2 9 4 ,2 9 8
2 ,1 2 3 ,2 0 9 9 7 ,2 8 2
2 ,2 7 7 1 4 1 ,0 7 0
1 0 1 ,1 6 4 1 5 4 ,5 9 6
4 4 7 ,1 6 0 3 ,0 6 5 ,4 4 1
1 10
100 1000
10000 100000
1000000 10000000
Inhutani 3 TNBB
L-Masya. TCSDP
TWA Finantara
Luas Kebakaran ha Bmitigasi 1997
Bmitigasi 2003
166
-7,32 t
tabel
. Sehingga kenaikan biaya mitigasi satu satuan akan menurunkan luas areal terbakar 0,92 satuan dan 0,94 satuan. Hal ini diperkuat oleh korelasi
antara luas areal terbakar dengan biaya mitigasi perhektar sebesar 95 – 96. Signifikansi dan korelasi biaya mitigasi dengan luas areal terbakar
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 20, semakin jelas apabila dikaji
berdasarkan persentase luas areal terbakar dengan biaya mitigasi yang dikeluarkan dari setiap kawasan yang terbakar. Areal terbakar Inhutani III 96,35 dari total
12.923,82 ha, sementara biaya yang dikeluarkan hanya sebesar 18,42 dari rata- rata sebesar Rp. 128 juta. Sementara di areal Finantara Intiga, persentase luas
terbakar lebih rendah yaitu 0,12 dibanding persentase biaya mitigasi 30,92. Hal ini terlihat juga pada persentase biaya mitigasi di TWA Baning dan TNBB
yang relatif lebih tinggi dibanding persentase luas kebakarannya.
a b
Gambar 20. Hubungan antara biaya mitigasi perhektar dengan luas areal terbakar, a nilai tahun 1997 dan b nilai tahun 2003
Dengan demikian berdasarkan perbedaan presentase luas areal terbakar dengan presentase biaya mitigasi, akan semakin memperjelas mengapa kebakaran
di suatu daerah lebih tinggi dibanding dengan daerah lain, dilihat dari perspektif biaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Dengan asumsi bahwa faktor lain
tetap pada semua lokasi, maka adanya korelasi dan perbedaan persentase antara biaya mitigasi dengan luas areal terbakar memberikan arti bahwa pada daerah
yang terbakar luas diduga usaha-usaha pengendalian pencegahan dan pemadaman relatif kurang dibanding dengan daerah areal terbakar rendah.
167
Usaha-usaha pengendalian kebakaran hutan dan lahan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh jumlah anggaran yang tersedia. Pilihan jenis teknologi
dan peralatan yang digunakan harus disesuaikan dengan biaya yang tersedia. Dari hasil penelitian pada ke enam lokasi kebakaran hutan dan lahan, secara umum
menunjukkan bahwa pola pengendalian kebakan hutan dan lahan belum dilaksanakan secara kontinyu, kecuali pada areal HTI Finantara Intiga. Hal ini
disebabkan oleh adanya keterbatasan biaya, sehingga tindakan pengendalian kebakaran umumnya dilakukan setelah muncul titik panas dan kebakaran telah
meluas, dengan penggunaan tenaga kerja dan peralatan yang relatif terbatas. Dalam
melaksanakan pengendalian
kebakaran dengan keterbatasan biaya, maka pilihan penggunaan teknologi peralatan pencegahan kebakaran harus
didasarkan pada prinsip penggunaan biaya seefektif mungkin dengan luas areal terbakar yang rendah cost effectiveness, yaitu biaya pengendalian marginal
marginal abatement cost sama dengan biaya kerusakan marginal marginal
damage cost Field, 1994. Mekanisme penerapan cost effectiveness ini dapat
dilihat pada pengendalian kebakaran di areal HTI Finantara Intiga, TWA Baning, TNBB dan Lahan TSCDP. Pilihan teknik yang digunakan dalam mengendalikan
kebakaran yaitu kombinasi tenaga manusia dengan peralatan pemadaman yang sederhana, umumnya peralatan tangan hand tolls dan semi mekanis gergaji
mesin, pompa air portable, kantung air buatan dan sekat bakar. Sedang penggunaan teknologi canggih atau mekanis seperti: penggunaan
pesawat dan helikopter, serta teknologi hujan buatan, yang merupakan bagian dari peralatan yang dapat digunakan dalam pengendalian kebakaran, namun tidak
terdapat di lokasi penelitian karena pengunaan peralatan mekanis tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar dan belum tentu efektif dalam
memadamkan api, tergantung pada skala kebakaran, ketersediaan bahan bakar, cuaca dan topografi.
Inefektivitas penggunaan teknologi canggih dalam memadamkan pesawat dan hujan butan dipertegas oleh Soedarmo 2003 dalam Gunarwan et al. 2003,
bahwa hasil evaluasi dari penggunaan pesawat dan hujan buatan dalam memadamkan api tidak optimal dan kurang berhasil karena lemahnya koordinasi,
biaya relatif mahal sewa pesawat, pilot, pemeliharaan dan faktor cuaca yang
168
tidak mendukung angin kencang dan kelembaban rendah. Selain itu adanya asap kebakaran menyebabkan jarak pandang berkurang sehingga semburan air
tidak tepat sasaran, sehingga memboroskan air dan resiko kecelakaan pesawat tinggi UNDP dan Kementerian LH, 1998.
Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan biaya, sumberdaya manusia tenaga terlatih, dan efektivitas pemadaman api kebakaran hutan, maka pilihan
teknologi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan kombinasi antara penggunaan tenaga kerja dan peralatan sederhana atau semi mekanis prinsip cost
effectiveness yang diikuti dengan kegiatan pelatihan dan atau adopsi pola
pencegahan kebakaran yang telah berhasil dan biasa dilakukan oleh masyarakat setempat, sehingga tidak harus menggunakan teknologi mekanis atau teknologi
canggih jika tidak mendesak dalam mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
5.3. Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran 5.3.1. Dampak Kesehatan Masyarakat