Korelasi Faktor Alami dan Manusia Terhadap Kebakaran Hutan a. Korelasi Kanonik

desa-desa lainnya, kawasan TNBB, TWA-baning dan HTI Finantara Intiga terdapat usaha-usaha pencegahan kebakaran hutan meskipun dilakukan secara parsial dan belum terkoordinasi dengan baik dalam satuan tim pengendali kebakaran hutan dan lahan. Pengendalian kebakaran di kawasan TNBB dilakukan oleh tim pengendali kebakaran dari HPH Sari Bumi Kusuma SBK karena letaknya berdekatan. Sementara pada TWA-Baning, pengendalian dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pada HTI-Finantara menggunakan tim pengendali kebakaran dari perusahaan. Tidak adanya tim pengendali kebakaran yang terkoordinasi menyebabkan masyarakat melakukan upaya pengendalian secara sendiri-sendiri dengan motivasi utama menyelamatkan lahan dan tanaman yang dimiliki sehingga luas kebakaran lebih rendah terutama pada lahan perkebunan masyarakat. Sebaliknya pada areal Inhutani III, pengendalian kebakaran hanya menggunakan tenaga kerja perusahaan dan tidak melibatkan masyarakat sekitar maupun perusahaan lain, sehingga kemampuan untuk melakukan pengendalian kebakaran sangat rendah, akibatnya luas lahan yang terbakar mencapai 12.452,12 ha.

5.7.3. Korelasi Faktor Alami dan Manusia Terhadap Kebakaran Hutan a. Korelasi Kanonik

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai faktor-faktor alami dan aktivitas sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang Tahun 1997. Pendugaan dengan menggunakan hubungan sebab dan akibat penyebab kebakaran dengan menggunakan analisis Korelasi Kanonik menunjukkan bahwa korelasinya relatif rendah yaitu rata-rata 35,10 hubungan antara faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan, dengan korelasi terendah 3 adalah antara tingkat kepuasan terhadap pengelola TK dengan faktor alami dan korelasi tertinggi antara pola pembukaan lahan PBL dan faktor alami 87 Tabel 41 dan Lampiran 20. Korelasi yang rendah antara faktor sosial alami dan faktor alami disebabkan beberapa variabel faktor sosial ekonomi tidak secara langsung berkaitan dengan faktor alami dalam menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Faktor-faktor sosial ekonomi dimaksud seperti: tingkat kepuasan, adat, status 227 lahan, tetapi faktor sosial ekonomi ini berperan tidak langsung dalam memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dengan demikian derajat korelasi antar faktor alami dan sosial ekonomi sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan langsung antar faktor dalam menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Faktor alami seperti suhu, curah hujan, kelembaban relatif dan jumlah hari hujan mempunyai korelasi yang positip diatas 60 dengan faktor sosial ekonomi masyarakat seperti: pola pembukaan lahan PBL, jumlah hot spot JHS dan usaha mitigasi kebakaran UM terhadap luas kebakaran hutan dan lahan. Artinya, semakin rendah curah hujan, hari hujan, dan kelembaban relatif serta suhu udara makin tinggi, maka diduga akan meningkatkan kebakaran hutan dan lahan. Dengan kondisi alam yang sama maka pola pembukaan lahan dengan menggunakan api dan kurangnya usaha mitigasi akan meningkatkan jumlah titik panas hot spot sehingga akan mempercepat luas kebakaran hutan dan lahan. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Suratmo 1970 bahwa lebih dari 90 kejadian kebakaran hutan diakibatkan oleh faktor manusia, sementara Saharjo 2003c menyatakan 99 penyebab kebakaran hutan di Indonesia akibat ulah manusia. Tabel 41. Korelasi Kanonik Antara Faktor Sosial Ekonomi Manusia dengan Faktor Alami Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang 1997 No Faktor Alami Faktor Sosek Suhu, Kelembaban, Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan Keterangan 1 Status tanah ST -0,1758 2 Letak pemukiman LP -0,2711 3 Sikap kepedulian pada api SK 0,2357 4 Adat 0,0537 5 Tingkat kepuasan masyarat TK -0,0398 6 Jenis tanaman JT 0,2506 7 Pola pembukaan lahan PBL 0,8740 8 Jumlah hotspot JHS 0,6499 9 Usaha mitigasi UM 0,6086 Keterangan: memiliki korelasi yang cukup diatas 50 Dalam kaitannya dengan korelasi antar faktor alami suhu, curah hujan, hari hujan dan kelembaban dan faktor sosial ekonomi lainnya seperti: status lahan ST, letak pemukiman LP, sikap kepedulian masyarakat SK, adat istiadat, tingkat kepuasan masyarakat TK dan jenis tanaman yang diusahakan JT 228 memiliki korelasi yang rendah yaitu kurang dari korelasi rata-rata antara faktor sosial ekonomi dan alami 35,10. Rendahnya korelasi ini diduga dipengaruhi oleh variasi antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan faktor alami. Variasi parameter sosial ekonomi terlihat dengan adanya kebakaran pada lahan masyarakat dengan status milik 70,59 dari responden; 11,76 responden tidak perduli terhadap api; 23,53 responden menyatakan tidak ada aturan adat dalam pembukaan lahan, dan 23 – 76 dari tapak lahan yang terbakar adalah areal perkebunan dan tanaman kehutanan. Implikasinya bahwa luas areal kebakaran hutan dan lahan selain dipengaruhi secara bersama-sama oleh iklim dan cuaca serta pengaruh faktor manusia - sosial ekonomi masyarakat, dapat juga terjadi secara parsial yang disebabkan oleh adanya aktivitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, peningkatan jumlah penduduk, dan sikap ketidakpedulian terhadap kebakaran hutan dan lahan. Hal ini dipertegas oleh Chapman and Meyer 1947 bahwa kebakaran hutan umumnya diawali oleh manusia. Analisis korelasi secara parsial antara faktor alami terhadap kebakaran hutan dan lahan ternyata sangat signifikan diatas 90 , artinya bahwa luas hutan dan lahan yang terbakar dipengaruhi oleh suhu, curah hujan, kelembaban relatif dan jumlah hari hujan. Makin tinggi suhu udara, curah hujan dan hari hujan serta kelembaban yang rendah akan mempercepat terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Tingginya pengaruh faktor alami ini dipertegas oleh perbedaan sebelum kebakaran 1994-1996 dan ketika kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu suhu udara meningkat rata-rata 0,70°C, curah hujan menurun 6,77 mmtahun, kelembaban relatif menurun 0,05 dengan indeks pembakaran bahan bakar 10 sampai 11, dan kecepatan angin meningkat 3,20 knotjam. Adanya perbedaan suhu, curah hujan, kecepatan angin, dan kelembaban yang disertai indeks pembakaran bahan bakar yang rendah 30 akan semakin memperluas areal yang terbakar. Sementara korelasi antar faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan 50-87 dalam mempercepat terjadinya kebakaran yaitu: status pemilikan, sikap kepedulian terhadap api, 229 tingkat kepuasan terhadap pengelola hutan, letak pemukiman terhadap areal kebakaran, jenis tanaman, pola pembukaan lahan, jumlah hot spot, dan usaha mitigasi. Korelasi antar faktor sosial ekonomi memberikan implikasi bahwa manusia atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan dan atau mempercepat terjadinya kebakaran hutan. Pengaruh dari setiap variabel tentunya berbeda tergantung derajat kebutuhan dan keterbatasan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan aktivitas sosial ekonomi. Perilaku variabel sosial ekonomi masyarakat dalam hubungan dengan kebakaran hutan dan lahan merupakan hasil kombinasi maupun parsial dari: a perilaku seseorang yang ditunjukkan oleh sikap maupun aktivitas yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat, 2 persaingan lahan akibat pertumbuhan penduduk setiap tahunnya, dan atau 3 usaha-usaha yang hanya ditujukan untuk mencapai keuntungan semata rent seeking behavior . Sementara disisi lain, ada keterbatasan yang dihadapi oleh masyarakat atau pengusaha, yaitu dari aspek-aspek: keterbatasan lahan, modal, biaya dan aksesibilitas untuk memanfaatkan sumberdaya hutan dan lahan.

b. Model Persamaan Struktural

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang pada tahun 1997 menggunakan pendekatan structural equation model SEM. Pendekatan SEM berfungsi untuk menduga hubungan dan pengaruh antara peubah eksogen laten bebas yaitu faktor alami ξ 1 dan faktor manusia ξ 2 dengan peubah endogen laten tak bebas luas kebakaran η, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 29. Rincian selengkapnya mengenai peubah eksogen dan endogen serta komponen yang digunakan sebagai indikator atribut dapat dilihat pada Metodologi Tabel 5. Model persamaan memperlihatkan hubungan yang sifatnya negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 95 uji t 1,96 Lampiran 21. Validitas dan kesesuaian model dari faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan dapat diterima dengan indikator P-Value 0,25 dan RMSEA 0,078. Meskipun nilai χ 2 = 93, masih lebih besar dibanding derajat bebasnya df = 85, yang menurut Joreskog et al 1999 nilai chi square χ 2 harus lebih kecil dari derajat bebasnya. 230