Status Kepemilikan Lahan Faktor Manusia A. Pola Pembukaan lahan

B. Status Kepemilikan Lahan

Secara umum status kepemilikan lahan meliputi hak milik, hak guna usaha HGU dan tanah negara Lampiran 19. Status lahan dengan beban hak milik yang terbakar seluas 167,20 ha, pada lahan kebun masyarakat 91,20 ha dan lahan TCDSP-karet 76 ha. Kebakaran kebun masyarakat yang paling rendah dengan status hak milik yaitu di desa Nanga Paya 2,50 ha dan tertinggi di desa Ella Hulu 12,60 ha dari 12 desa yang diteliti dan mengalami kejadian kebakaran lahan pada tahun 1997. Berdasarkan status kepemilikan lahan, diketahui 96,51 areal terbakar termasuk kategori lahan dengan status tanah hak guna usaha yaitu HTI dan status tanah negara sebesar TNBB dan TWA, sementara 1,24 dari areal terbakar adalah lahan perkebunan masyarakat dengan dengan status hak milik. Artinya, makin jelas status pemilikan maka areal yang terbakar semakin rendah, dan berlaku sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kebakaran pada areal HTI, TNBB dan TWA Baning dengan lahan perkebunan masyarakat. Kebakaran lahan di TNBB, TWA-Baning dengan status kepemilikan lahan tanah negara luas areal yang terbakar 289,5 ha, terdiri atas TNBB 230 ha dan TWA-Baning 59,50 ha. Kebakaran di zona penyangga TNBB km 14, 20, 27, dan 40 merupakan wilayah aktivitas perladangan masyarakat, demikian pula dengan kebakaran yang terjadi di TWA-Baning. Sementara kebakaran di areal HTI Inhutani III dan Finantara Intiga dengan status kepemilikan lahan HGU mengalami kebakaran lebih luas yaitu 12.467,12 ha. Pada areal kebakaran HTI Finantara lebih rendah 15 ha karena pihak perusahaan melakukan upaya-upaya pengendalian yang lebih terkoordinasi dibanding di areal HTI Inhutani III yang mengalami kebakaran paling luas 12.452,12 ha. Faktor lain yang terjadi adalah adanya konflik kepemilikan lahan antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang yang sebagian besar adalah warga yang mengikuti program transmigrasi baik transmigrasi lokal maupun dari Jawa dan Nusa Tenggara. Masalah kepemilikan lahan yang menyangkut hak ulayat suku Dayak ini belum diselesaikan oleh Bupati Sintang sehingga peristiwa yang muncul di daerah Nanga Pinoh yaitu adanya pembakaran kebun-kebun karet atau lahan milik pendatang. Kondisi ini yang menjadikan titik-titik panas yang sulit 221 terkontrol di daerah Sintang. Konflik lahan yang terjadi saat ini dapat menjadi bahaya laten yang kapan saja bisa meletup terutama di daerah Nanga Pinoh. Dengan demikian status lahan mempunyai korelasi yang positip dengan luas areal kebakaran hutan dan lahan. Semakin rendah status kepemilikan lahan property right dan sistem pengawasan terhadap lahan rendah maka akan semakin besar peluang terjadi kebakaran lahan yang lebih luas. Status lahan dengan beban hak milik mengalami luas kebakaran lebih rendah dibanding status lahan tanah negara TNBB dan TWA-Baning dan hak guna usaha HTI-Inhutani III dan Finantara Intiga karena pada tanah-tanah dengan status hak negara umumnya sangat kurang didalam pengawasannya.

C. Letak Lahan Pemukiman Kepedulian Masyarakat