manusia dan alam serta kombinasi keduanya. Derajat keterlibatan manusia dalam mempercepat proses pembakaran di hutan dapat dikategorikan sebagai faktor
penentu utama. Menurut Suratmo 1974, penyebab kebakaran hutan sangat beragam, namun lebih dari 90 kebakaran hutan yang terjadi disebabkan oleh
manusia. Hal ini terjadi menurut Hamilton dan King 1992 karena api biasanya bermula dari tepi hutan dekat aktivitas manusia, sehingga dengan adanya bahan
bakar yang sudah kering maka bahan bakar mudah tersulut api dan terbakar dan akhirnya merambat ke hutan.
Atas dasar aktivitas manusia, Mackie dalam Gradwohl dan GreenBerg 1991 menggambarkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di daerah tropis di
Asia Tenggara disebabkan oleh adanya kegiatan pengembalaan ternak dan penebangan kayu. Demikian pula kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan
Timur tahun 1982-1983 yang menghancurkan hutan seluas kurang lebih 3 juta hektar, dengan salah satu faktor penyebab utama yaitu adanya eksploitasi
penebangan kayu yang diikuti oleh musim kemarau panjang dan fenomena alam ElNino.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan
Tingkat kerusakan sumberdaya hutan akibat kebakaran antara lain dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: jenis kebakaran, lama kebakaran,
keadaan tegakan hutan, dan cuaca atau iklim Suratmo, 1974. Kebakaran hutan dapat digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu kebakaran bawah ground fire,
kebakaran permukaan surface fire, dan kebakaran tajuk crown fire. Tipe kebakaran hutan ini telah banyak dijelaskan oleh para ahli antara lain Suratmo
1970, Brown dan Davis 1973, Chandler et al. 1983a dan Fuller 1991. Kebakaran permukaan merupakan tipe kebakaran yang paling sering
terjadi di Indonesia, karena terjadi penumpukan bahan bakar pada permukaan tanah hutan. Menurut Brown dan Davis 1973, kebakaran permukaan yaitu titik
api yang membakar serasah permukaan, daun dan ranting jatuh dan bahan bakar lain di permukaan hutan serta vegetasi rendah lainnya. Proses pembakaran
permukaan ini, umumnya merupakan awal terjadinya kebakaran yang lebih luas, baik kebakaran bawah maupun kebakaran tajuk, meskipun tidak semuanya
14
berlangsung melalui proses kebakaran permukaan. Menurut Fuller 1991, terdapat perbedaan kecepatan pembakaran antara kebakaran tajuk dengan
kebakaran permukaan. Kebakaran tajuk dengan vegetasi tanaman pohon kayu dapat menyebar 5 mil atau lebih perjam di hutan kayu, sedang kebakaran
permukaan dengan vegetasi rumput-rumputan kecepatan pembakaran hanya 2 sampai 4 mil perjam. .
Serasah dari tanaman, sisa cabang, ranting dan daun yang mati akan meningkatkan ketersediaan bahan bakar yang telah ada. Pada saat musim kering,
bahan bakar yang telah menumpuk, kadar airnya akan turun, sehingga mudah sekali terbakar. Namun, apabila kelembaban bahan bakar tinggi, maka menurut
Clar dan Chatten 1954, kebakaran hutan dapat dikurangi, akan tetapi adanya aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggunaan api terutama oleh
masyarakat peladang maupun pengusaha perkebunan dan kehutanan dalam kegiatan land clearing, dengan cara membakar akan meningkatkan kerawanan
kebakaran hutan. Besarnya pengaruh manusia dalam kebakaran hutan dijelaskan pula oleh Chapman dan Meyer 1947 bahwa kebakaran hutan umumnya diawali
oleh aktivitas manusia. Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh manusia, juga dipengaruhi oleh
keadaan fisik hutan dan pengaruh cuaca. Menurut Davis 1954, faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian dari kebakaran hutan yaitu tipe hutan hardwood,
softwood , keaslian hutan hutan alam dan hutan buatan, kelas tegakan hutan
berdasarkan ukuran dan kerapatan tegakan, pengaruh musim kemarau dan penghujan dan intensitas kebakaran. Sedangkan menurut Fuller 1991 bahaya
kebakaran hutan tergantung pada cuaca, kelembaban udara, dan faktor lainnya. Pengaruh musim umumnya berkorelasi dengan periode dan intensitas
kebakaran, artinya makin lama musim kemarau, maka terjadinya kebakaran hutan semakin besar dan berlangsung lama. Hal ini dapat dicermati dengan fenomena
kebakaran pada tahun 1997 di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh gejala alam ElNino, sehingga musim kemarau lebih lama dari biasanya.
Faktor cuaca merupakan faktor penting penyebab terjadinya kebakaran hutan, baik langsung maupun tidak langsung ditinjau dari aspek temperatur udara,
arah dan kecepatan angin, serta kelembaban udara. Menurut Chandler et al.
15
1983a, faktor cuaca dan iklim yang mempengaruhi kebakaran hutan, yaitu: 1 massa dan gelombang udara, 2 temperatursuhu udara, 3 kelembaban atmosfir,
4 awan dan hujan, 5 angin, 6 petir, dan 7 stabilitas atmosfir. Sedang menurut Clar dan Chatten 1954 membagi faktor cuaca dalam tiga kategori,
yaitu: temperatur, kelembaban relatif, dan kecepatan serta arah angin. Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas bahan
bakar, juga sangat ditentukan oleh keadaan iklim hutan setempat. Iklim mikro dalam hutan dipengaruhi oleh kerapatan, jenis dan tinggi pohon. Iklim mikro,
akan berpengaruh terhadap kerawanan kebakaran di suatu daerah, sebab iklim mikro juga mempengaruhi kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara serta
kadar air bahan bakar. Kebakaran hutan yang terjadi dalam suatu areal dapat dikelompokkan
menurut luas areal kebakaran. Menurut Chandler et al. 1983b, kelas kebakaran hutan dapat diklasifikasi ke dalam 7 kelas yaitu: 1 kelas A dengan luas
kebakaran kurang dari 0,1 hektar, 2 kelas B dengan luas kebakaran dari 0,1 – 3,5 hektar, 3 kelas C dengan luas kebakaran dari 3,6 – 40 hektar, 4 kelas D
dengan luas kebakaran dari 41 – 120 hektar, 5 kelas E dengan luas kebakaran dari 121 – 400 hektar, 6 kelas F dengan luas kebakaran dari 401– 2000 hektar,
dan 7 kelas G dengan luas kebakaran lebih dari 2000 hektar. Suratmo 1970 membagi kebakaran atas lima kelas yaitu dari kelas A sampai E, dengan luasan
mulai dari 1.000 m
2
sampai 1,2 km
2
. Semakin tinggi kelas kebakaran, semakin luas areal yang terbakar, sehingga semakin banyak kerugian yang ditimbulkan dan
daerah tersebut semakin rawan kebakaran. Pembagian kelas kebakaran ini digunakan untuk memudahkan dalam
perhitungan nilai kerusakan hutan secara ekonomis dan untuk tindakan pengendalian yang tepat. Oleh sebab itu, pengendalian kebakaran dini dalam
bentuk peramalan atau pengetahuan tingkat bahaya kebakaran sejak awal early warning system
sebelum api membesar sangat penting. Keberhasilan pengendalian kebakaran juga dipengaruhi oleh keadaan dan jenis bahan bakar
serta topografi tanah. Hal ini dipertegas oleh Chandler et al. 1983a bahwa rule of thumb
dari sifat-sifat kebakaran hutan dipengaruhi oleh: ketersediaan bahan bakar, kelembaban bahan bakar, angin, kemiringan atau topografi, jarak titik api.
16
2.3. Dampak Kebakaran Hutan