Skenario Moderat Simulasi Model Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

api yang biayanya murah meningkat dari kondisi saat ini 60 responden menjadi 80 responden menggunakan api, dan curah hujan menurun sebesar 20 dari 307 mmbulan rata-rata dalam 8 tahun terakhir, serta usaha mitigasi terhadap api menurun dari kondisi saat ini 50 responden menjadi 30, maka kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang akan semakin luas.

B. Skenario Moderat

Simulasi model kebakaran hutan dan lahan dengan skenario moderat dari kondisi aktual menggunakan asumsi bahwa terjadi perubahan: 1 penggunaan api turun 10, 2 curah hujan meningkat 10, dan 3 usaha mitigasi meningkat 10. Hasil simulasi skenario pada kondisi moderat menunjukkan bahwa rata- rata terjadi penurunan terhadap jumlah hot spot, luas kebakaran dan kerugian ekonomi lingkungan apabila dibandingkan dengan skenario pada kondisi aktual. 10:13 PM 3232005 1.00 5.00 9.00 13.00 17.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 0.00 150.00 300.00 0.00 450.00 900.00 0.00 2.00e+009 4.00e+009 250.00 350.00 450.00 0.00 3.50e+009 7.00e+009 1: Hot Spot 2: Kebakaran Tahunan 3: TEV Kebakaran 1997 4: CH tahunan 5: TEV Kebakaran 2003 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 Graph 1: Page 1 Untitled Graph Gambar 35. Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan dan Lahan Skenario Moderat Dari simulasi skenario moderat diketahui jumlah hot spot menurun menjadi 171 titik turun 18,45 dari 210 titik panas, curah hujan 353 mmbulan naik 10 dari 321 mmbln, kebakaran tahunan menurun rata-rata 492 hathn turun 21 dari 623 ha, dan kerugian ekonomi pada tahun 1997 menjadi Rp. 2,09 milyarthn dan tahun 2003 menjadi Rp. 3,55 milyarthn atau rata-rata turun 21,42 dari nilai kerugian tahun 1997 Rp. 2,66 milyarthn dan kerugian tahun 2003 sebesar Rp. 4,51 milyarthn Tabel 46. 249 Implikasinya bahwa adanya usaha untuk mengurangi penggunaan api dalam membuka lahan, serta disisi lain terjadi peningkatan usaha-usaha mitigasi dan curah hujan yaitu masing-masing sebesar 10 dari kondisi aktual maka diduga akan menurunkan luas kebakaran pertahun sehingga kerugian ekonomi lingkungan semakin kecil akibat kebakaran hutan dan lahan. Artinya bahwa responden yang menggunakan api berkurang menjadi 50 dari sebelumnya 60, dan usaha mitigasi meningkat menjadi 60 dari sebelumnya 50, serta curah hujan meningkat sebesar 10 dari keadaan curah hujan dalam delapan tahun terakhir 307 mmbln Gambar 35. C. Skenario Optimis Simulasi model kebakaran hutan dan lahan dengan skenario optimis dari kondisi aktual menggunakan asumsi sebagai berikut: 1 penggunaan api turun 20, 2 curah hujan meningkat 20, dan 3 usaha mitigasi meningkat 20. Hasil analisis dengan menggunakan asumsi optimis menunjukkan bahwa rata-rata terjadi penurunan yang nyata terhadap jumlah hot spot, luas kebakaran tahunan dan nilai kerugian ekonomi lingkungan dibandingkan dengan skenario pada kondisi aktual, kondisi moderat maupun kondisi pesimis. Hasil simulasi skenario optimis menunjukkan bahwa jumlah hot spot menjadi 137 titik turun 34,83 dari kondisi aktual 210 titik, curah hujan menjadi 385 mmbulan naik 20 dari kondisi aktual 321 mmbln, kebakaran tahunan menjadi 356 hatahun turun 42,80 dari kondisi aktual 623 hathn, serta nilai kerugian ekonomi menjadi Rp. 1,59 milyartahun 1997 dan kerugian ekonomi tahun 2003 sebesar Rp. 2,70 milyarthn atau secara rata-rata terjadi penurunan kerugian ekonomi lingkungan sebesar 40,21 dibanding nilai kerugian lingkungan pada skenario aktual Tabel 46. Implikasinya bahwa semakin kecil penggunaan api dalam pembukaan lahan 40 responden dari sebelumnya 60, dan semakin besar usaha-usaha mitigasi 70 responden dari sebelumnya 50, maka akan menurunkan luas areal terbakar pertahun dan menurunkan kerugian ekonomi lingkungan dengan asumsi curah hujan meningkat 20 369 mmbln dari rata-rata curah hujan dalam delapan tahun terakhir 307 mmbln. Visualisasi simulasi model dengan skenario optimis terhadap perilaku jumlah hot spot, luas kebakaran tahunan, curah hujan 250 dan nilai kerugian ekonomi lingkungan tahun 1997 dan tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 36. Berdasarkan simulasi model dengan menggunakan 3 skenario pesimis, moderat dan optimis yang mungkin terjadi pada suatu wilayah terbakar, menunjukkan bahwa simulasi pendugaan model yang signifikan pengaruhnya dalam menurunkan luas kebakaran hutan dan lahan pertahun dan dampak kerugian ekonomi lingkungan yang rendah yaitu simulasi model kebakaran hutan dan lahan dengan skenario optimis. 10:14 PM 3232005 1.00 5.00 9.00 13.00 17.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 0.00 150.00 300.00 0.00 450.00 900.00 0.00 2.00e+009 4.00e+009 300.00 400.00 500.00 0.00 3.00e+009 6.00e+009 1: Hot Spot 2: Kebakaran Tahunan 3: TEV Kebakaran 1997 4: CH tahunan 5: TEV Kebakaran 2003 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 Graph 1: Page 1 Untitled Graph Gambar 36. Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan dan Lahan Skenario Optimis Simulasi dengan skenario optimis dapat dilakukan dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan apabila: 1 penggunaan api oleh masyarakat dalam membuka lahan menurun 20 dari kondisi aktual 150 orang responden yang menggunakan api dalam pembukaan lahan, 2 usaha mitigasi kebakaran oleh masyarakat meningkat 20 dari kondisi aktual saat ini 125 orang responden, 3 curah hujan rata-rata meningkat 20 369 mmbulan dari kondisi aktual 307 mmbulan atau masih dibawah curah hujan maksimum 457 mmbulan. Namun, untuk menerapkan skenario optimis sebagai suatu kebijakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, khususnya di Kabupaten Sintang, terdapat variabel yang sulit dikendalikan oleh manusia yaitu curah hujan, sehingga alternatif kebijakan yang paling efektif dan efisien dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan adalah: 1 mengurangi penggunaan api dalam pembukaan lahan dan 2 meningkatkan usaha-usaha mitigasi kebakaran hutan dan lahan. 251

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1 Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan berbeda menurut dampak yang ditimbulkan. Dalam memilih metode penilaian ekonomi yang tepat, perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: a kesesuaian potensi kerugian yang hilang jenis dan luas dampak, b harga atau nilai yang hilang akibat kebakaran harus menggambarkan harga yang sebenarnya, c struktur pasar produk kehutanan cenderung monopsoni dari sisi pasar input, d ketersediaan data dan kemudahan dalam pengukuran dampak waktu dan dana, serta e tingkat aplikasi dan kemudahan penerapan metode penilaian. 2 Untuk menilai kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan maka secara umum diperlukan tahapan sebagai berikut: a Identifikasi kerusakan atau dampak menurut luas dan fungsi dari kawasan hutan maupun lahan yang terbakar b Hitung potensi dampak atau biaya yang hilang per perhektar c Hitung kerugian persatuan luas dari setiap bentuk kerugian langsung atau tidak langsung menurut tipe hutan dan lahan dengan cara: mengalikan potensi dampak yang hilang perhektar dengan harga bayangan dan biaya ganti jika struktur pasar tidak kompetitif dan gunakan harga pasar setempat jika pasar kompetitif d Jika potensi kerugian belum ternilai oleh pasar, maka dapat digunakan pendekatan contingent valuation method yaitu rata-rata kesediaan membayar WTP atau dengan transfer benefit kondisinya sama atau mendekati dari setiap dampak yang dihitung persatuan luas e Hitung kerugian total dengan cara: mengalikan kerugian persatuan unit lahan menurut dampaknya dengan luas areal yang terbakar. 3 Total nilai kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997 yaitu Rp. 53,91 milyar dengan kerugian rata-rata Rp. 4,17 jutaha atau Rp. 175 juta pada lokasi penelitian seluas 42 ha. Sementara kerugian pada tahun 2003 meningkat 69,48 dengan total kerugian Rp. 91,38 milyar atau Rp. 7 jutaha.