Validasi dan Sensitivitas Model Kebakaran Hutan dan lahan

1 Kebakaran tahunan secara rata-rata menurun setiap tahunnya yaitu pada tahun pertama sebesar 839 ha dan pada akhir periode simulasi luas kebakaran tahunan 686 ha, namun secara umum terdapat pola yang dinamik setiap empat sampai lima tahun yaitu kebakaran hutan akan meningkat dan menurun sampai akhir tahun simulasi tahun ke 16. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perubahan curah hujan yang cenderung meningkat dan hot spot yang berubah setiap empat atau lima tahun. Selain itu faktor laju pencegahan kebakaran hutan pada awal tahun simulasi 42 hatahun dan meningkat pada akhir tahun simulasi 126 hatahun. 2 Hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan tingkat kebakaran tahunan berkorelasi dengan perubahan curah hujan dan hotspot. Curah hujan bulanan pada tahun pertama tahun 1992 yaitu 313 mmbulan, dan mengalami penurunan pada tahun keenam tahun 1997 menjadi 259 mmbulan dan pada akhir tahun simulasi curah hujan cenderung kembali meningkat 276 mmbulan Demikian pula dengan jumlah hot spot pada tahun pertama simulasi 330 titik panas dan semakin menurun pada akhir periode simulasi menjadi 228 titik panas. 3 Perubahan kebakaran tahunan akan diikuti oleh perubahan nilai kerugian lingkungan dari sumberdaya hutan dan lahan, baik atas dasar harga tahun 1997 maupun tahun 2003. Dengan luas areal terbakar 839 ha awal tahun simulasi, kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran sebesar Rp. 4,8 milyar 1997 dan meningkat rata-rata 69 menjadi Rp. 8,17 milyar 2003. Pada tahun keenam simulasi 1997 dengan luas kebakaran tahun 796 ha, nilai kerugian sebesar Rp. 3,8 milyar dan meningkat menjadi Rp. 6,5 milyar 2003. Trend luas kebakaran tahunan yang semakin menurun pada akhir periode simulasi 686 ha, menyebabkan kerugian ekonomi lingkungan juga semakin menurun yaitu Rp. 2,8 milyar tahun 1997 dan pada tahun 2003 yaitu sebesar Rp. 4,78 milyar.

5.8.4. Validasi dan Sensitivitas Model Kebakaran Hutan dan lahan

Suatu model harus dievaluasi dengan melakukan validasi model dan uji sensitivitas model. Validasi model bertujuan untuk menguji kesahihan suatu 241 model, yaitu apakah terdapat kesesuaian antara hasil simulasi dengan proses yang diamati. Suatu model dikatakan baik apabila nilai rata-rata dari paramater model memiliki penyimpangan atau keragaman yang kecil dibanding dengan data aktual yang sesungguhnya. Hruschka 1990 dalam Syamsuddin 2001 menjelaskan beberapa parameter statistik yang dapat digunakan dalam mengukur ketelitian pengukuran untuk melakukan validasi model yaitu: nilai rata-rata, koefisien keragaman dan penyimpangan bias rata-rata dengan rumus sebagai berikut: Rata-rata X dan Y = Σ X n dan Σ Y n Koefisien Keragaman = Standar deviasi X rata-rata x 100 Penyimpangan rata-rata = Σ Xi - Yi x 100 n Uji penyimpangan antara hasil simulasi model dengan data pengamatan menggunakan uji beda nilai tengah uji t. Berdasarkan hasil pendugaan paramater analisis regresi terhadap variabel sosial ekonomi dan faktor alami yang diduga mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan, terdapat 4 variabel yang pengaruhnya signifikan yaitu: laju kebakaran tahunan, jumlah hot spot, curah hujan, kelembaban dan suhu. Tabel 44. Uji Validasi Model Nilai Tengah Antara Data Pengamatan dan Hasil Simulasi Parameter Statistik Kebakaran Tahunan Curah Hujan Kelembaban Suhu Hotspot Rata Hasil Observasi 2116 307 84,78 26,46 606 Rata Hasil Simulasi 703 321 85,12 25,98 232 Rata-rata Selisih 1413 -13,91 -0,44 0,50 374 Koefisien Keragaman 209,79 10,67 1,49 0,59 206,34 Penyimpangan 66,79 -4,53 -0,52 1,88 61,77 StDev 4439,81 32,77 1,26 0,16 1250,60 t hit 0,9004 -1,2007 -0,9895 1,7466 0,8467 t0.05 1,943 1,943 1,943 1,943 1,943 Signifikansi 0,3978 0,2689 0,3554 0,1259 0,4251 non signifikan non signifikan non signifikan non signifikan non signifikan Sumber: Lampiran 23 Hasil validasi dari setiap parameter model diketahui bahwa persentase penyimpangan data pengamatan aktual dengan hasil simulasi dari 4 empat variabel yang divalidasi ternyata sangat variatif yaitu berada pada selang 0,5 sampai 66, dengan rata-rata persentase penyimpangan yaitu 27. Namun, tidak 242 terdapat perbedaan nyata non signifikan antara nilai tengah rata-rata pengamatan dengan hasil simulasi uji beda nilai tengah t α=0,05 . Dengan demikian hal ini berarti bahwa sampai taraf kepercayaan 95 model dapat menerangkan perilaku aktual kebakaran hutan dan lahan sebesar 73 Tabel 44. Kemampuan model dalam menerangkan perilaku aktual kebakaran hutan dan lahan sebesar 73 dapat dikatakan masih rendah karena belum semua variabel yang mempengaruhi kebakaran tergambarkan dalam model, akibat kompleksitas dari faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, baik faktor sosial ekonomi maupun faktor alami. Oleh sebab itu, dengan pertimbangan kompleksitas dan keragaman faktor sosial ekonomi masyarakat yang tinggi serta sulitnya memantau kondisi cuaca dan iklim, maka hasil simulasi model ini cukup representatif dalam memperkirakan kebakaran hutan dan lahan di suatu daerah. Pengujian sensitivitas model simulasi dilakukan terhadap variabel inflow dan outflow dalam menduga model kebakaran hutan dan lahan dan kerugian ekonominya. Variabel yang diduga memiliki sensitivitas tinggi terhadap laju kebakaran tahunan dan kerugian ekonomi lingkungan yaitu: 1 penggunaan api, 2 usaha mitigasi dan 3 curah hujan. Analisis terhadap laju kebakaran tahunan dan besarnya kerugian ekonomi yaitu menggunakan analisis regresi, dengan asumsi yang dibangun yaitu: 1 setiap variabel terikat dan variabel bebas memiliki ditribusi normal Gambar 33 dan 2 setiap variabel bebas tidak berkorelasi non multikolinearitas Lampiran 24. Gambar 33. Uji Normalitas Residual Variabel Regresi Kebakaran Hutan dan Nilai Kerugian Ekonomi 243 Dari Gambar 33 terlihat bahwa variabel kebakaran hutan dan nilai kerugian lingkungan menyebar normal dan mendekati garis diagonal, terutama untuk variabel kerugian ekonomi asumsi pertama terpenuhi. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa dari 7 variabel bebas penduga kebakaran hutan dan lahan serta penduga nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran mempunyai korelasi antara 0,005 – 0,97. Korelasi yang tinggi 0,80 terjadi antara suhu dan hot spot; dan antara curah hujan dengan kelembaban udara. Sedang kombinasi lainnya antara hot spot, usaha mitigasi, penggunaan api dan pencegahan rasio usaha-usaha mitigasi terhadap areal terbakar mempunyai korelasi yang kurang dari 0,75 sehingga multikolinearitas antar variabel bebas termasuk dalam kategori cukup rendah asumsi kedua terpenuhi. Tahapan selanjutnya dalam uji sensitivitas model adalah menentukan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kebakaran tahunan serta kerugian ekonominya. Penentuan variabel yang berpengaruh dianalisis dengan pendekatan regresi untuk melihat signifikansi setiap variabel bebas terhadap kebakaran hutan dan lahan. Secara ringkas hasil analisis regresi diuraikan sebagai berikut selengkapnya Lampiran 24: Tingkat Kebakaran Tahunan = 15,3 – 2,52 Mitigasi + 0,940 Hotspot - 2,21 Curah Hujan + 0,815 Penggunaan Api R 2 = 75 TEV Kebakaran 1997 = 58.994.976 +14.165.378 Hot Spot – 5.849.746 Pencegahan + 351.299 Kebakaran Tahunan R 2 = 99 TEV Kebakaran 2003 = 1.00E +08 +24.060.629 Hot Spot – 9.936.097 pencegahan + 596.700 Kebakaran Tahunan R 2 = 99 Hasil analisis menunjukkan bahwa 75 sampai 99 dari peubah bebas dalam model dapat menduga tingkat kebakaran tahunan dan kerugian ekonominya, sedangkan 1 sampai 25 dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi lainnya ketersediaan bahan bakar, status pemilikan lahan dan faktor alami suhu 244 dan kelembaban. Dari hasil analisis diketahui pula bahwa keempat variabel usaha mitigasi kebakaran, jumlah hot spot, curah hujan dan penggunaan api berpengaruh signifikan α=0,05 terhadap tingkat kebakaran tahunan. Kebakaran tahunan meningkat akibat adanya peningkatan jumlah hot spot dan penggunaan api oleh masyarakat pengusaha, pekebun dan petani, sedangkan peningkatan usaha mitigasi dan curah hujan berperan dalam menurunkan luas areal terbakar. Perubahan nilai ekonomi kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh jumlah hot spot, rasio usaha mitigasi terhadap penurunan luas areal terbakar pencegahan, dan luas kebakaran tahunan. Meningkatnya jumlah hot spot dan luas kebakaran pertahun menyebabkan peningkatan kerugian lingkungan dari kebakaran hutan, sedang peningkatan pencegahan kebakaran hutan akan menurunkan kerugian ekonomi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis terhadap variabel bebas uji signifikansi, maka dalam pengujian sensivitas model digunakan tiga 3 parameter yang diduga memiliki kepekaan tinggi dalam mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan dan kerugian ekonominya yaitu: 1 penggunaan api, 2 curah hujan dan 3 usaha mitigasi kebakaran hutan dan lahan. Nilai perubahan ketiga parameter dalam menguji sensitivitas model simulasi kebakaran hutan dan lahan yaitu sebesar ±10 dan ± 20 Tabel 45 dan Lampiran 25. Tabel 45. Uji Sensitivitas Model Berdasarkan Perubahan Hot Spot, Kebakaran Tahunan dan TEV Kerugian Lingkungan dari Kebakaran Hutan dan Lahan Perubahan Hot Spot Perubahan Kebakaran Tahunan Perubahan TEV Kebakaran 1997 Perubahan TEV Kebakaran 2003 Perubahan parameter ±10 dan ±20 ∆ ± 10 ∆ ± 20 ∆ ± 10 ∆ ± 20 ∆ ± 10 ∆ ± 20 ∆ ± 10 ∆ ± 20 1. Penggunaan Api 8,82 20,32 10,40 20,81 10,16 20,32 17,26 34,51 2. Curah Hujan 7,78 17,68 8,00 19,24 8,35 17,68 14,19 30,03 3. Usaha Mitigasi 2,16 3,05 1,62 3,25 1,52 3,05 2,59 5,18 Rata-rata 6,26 13,68 6,68 14,43 6,68 13,68 11,34 23,24 Sumber: Lampiran 25 TEV = total economic value dari kerugian lingkungan akibat kebakaran tahunan Dasar penentuan simulasi model 10 dan 20 yaitu : 1 curah hujan rata-rata perbulan dalam 8 tahun terakhir 1992-1999 307 mm dengan curah hujan tertinggi 393 mm dan terendah 229 mm, 2 penggunaan api oleh 245 masyarakat rata-rata 50 – 60 dari jumlah responden dan kenaikan atau penurunannya sangat tergantung pada kondisi curah hujan, penduduk pendatang dan masyarakat yang telah biasa menggunakan api, 3 usaha mitigasi dilakukan oleh masyarakat yaitu 20-40 responden, namun variasinya antara 10 – 25 tergantung letak kebakaran, status pemilikan dan kondisi cuaca kemarau atau penghujan. Oleh sebab itu, Jakeman et al. 1993 dan Grant et al. 1997 menyatakan bahwa simulasi model untuk memilih alternatif kebijakan sangat sulit dan bervariasi karena adanya interaksi komponen dalam sistem. Hasil analisis Tabel 45 menunjukkan bahwa rata-rata perubahan paramater penggunaan api, curah hujan dan usaha mitigasi kebakaran hutan ±10 dan ±20 akan menyebabkan perubahan jumlah hot spot, luas kebakaran tahunan dan kerugian ekonomi kebakaran TEV antara 6,26 sampai 23,24. Interval perubahan ini menunjukkan bahwa simulasi model agak sensitif terhadap perubahan tetapi masih dibawah 50 sehingga model ini masih dapat diterapkan dengan pertimbangan bahwa ketiga parameter berpengaruh secara langsung terhadap jumlah hot spot, kebakaran hutan dan besarnya kerugian ekonomi lingkungan yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan. Dari ketiga parameter penduga penggunaan api, curah hujan dan mitigasi menunjukkan perubahan yang relatif sama terhadap perubahan jumlah hot spot, kebakaran tahunan dan kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran. Namun, parameter yang paling sensitif dalam menduga luas kebakaran tahunan, jumlah hot spot dan kerugian ekonomi adalah penggunaan api dan curah hujan, sementara usaha mitigasi relatif lebih rendah dibanding kedua parameter penduga lainnya. Hal ini berarti bahwa makin tinggi penggunaan api dalam pembukaan lahan, curah hujan rendah dan usaha mitigasi rendah maka jumlah hot spot akan bertambah sehingga kebakaran tahunan makin luas dan kerugian ekonomi makin besar, dan berlaku sebaliknya. Oleh sebab itu, memperhatikan perubahan dari setiap variabel penduga dari model, maka dalam penyusunan skenario kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sangat perlu memperhatikan ketiga parameter penduga penggunaan api, curah hujan dan usaha mitigasi. 246

5.8.5. Simulasi Model Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan