Teknologi Budidaya Lada Tanaman dan Teknologi Budidaya Lada
17 b. Pengolahan tanah pertama
Beberapa perlakuan yang dilakukan pada saat pengolahan tanah pertama, yaitu:
i. Setelah bersih dari gulma, semak, dan pepohonan, tanah diolah dengan cara dicangkul, ditraktor, atau dibajak sesuai kondisi lahan. Lahan
bervegetasi alang-alang dan pepohonan kecil diolah dua kali dalam sebulan, sedangkan lahan bervegetasi hutan sekunder diolah tiga kali
dalam sebulan. Kemudian, tanah dibiarkan selama dua minggu, lalu digaru.
ii. Setelah diolah, tanah diratakan dan dibagi menjadi beberapa petakan misalnya ukuran 5 x 5 m
2
, dengan derajat kemiringan optimum tanah 15°. Petakan dibuat agar pengelolaan tanaman lada menjadi lebih
mudah. Setiap petakan dikelilingi oleh jalan dengan lebar kurang lebih 1 m. Perlu juga dibuat parit untuk drainase dengan kedalaman 30-60
cm dan lebar 20-50 cm, dengan posisi melintang terhadap kemiringan tanah, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya genangan dan
memudahkan peresapan air ke dalam tanah. iii. Untuk lahan dengan kemiringan lebih dari 15°, dibuatkan teras yang
disesuaikan dengan kemiringan lahan tersebut untuk mencegah erosi. Umumnya teras dibuat selebar 200 cm, tergantung topografi lahannya.
Beberapa jenis teras yang dapat dibuat yaitu teras individu pada lahan lereng dengan ukuran 2 x 2 m
2
dan dibuat miring ke arah berlawanan dengan arah kemiringan lereng dan teras bersambung dibuat
bersambung, sesuai garis kontur atau tinggi. iv. Pada lahan miring juga dibuat lubang penampung air rorakan, yang
terletak di bawah teras. Rorakan dibuat setiap 12-24 cm dengan panjang 2-4 m, lebar 20 cm, dan kedalaman 20 cm. Fungsi-fungsinya
adalah menampung air, memudahkan air hujan meresap ke dalam tanah, menghindarkan genangan air, dan mencegah erosi.
c. Pengolahan tanah kedua Setelah dilakukan pengolahan tanah pertama, maka dilakukan
pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah kedua ini bertujuan untuk
18 membuat lapisan kondisi lahan kaya bahan organik, cukup mengandung
zat fosfat, gembur, tidak mudah mengalami erosi, tidak mudah tergenang air, dan tingkat keasamannya baik, dimana sangat menguntungkan dan
mendukung bagi pertumbuhan tanaman lada dan produksi buah lada. Adapun yang dilakukan pada pengolahan tanah kedua ini, yaitu:
i. Pencangkulan tanah lapisan atas lapisan pertama sedalam 15-20 cm dan lebar 50 cm lalu disisihkan ke samping.
ii. Tanah lapisan berikutnya lapisan kedua, setelah tanah lapisan atas disisihkan sementara ke samping, dicangkul hingga gembur.
iii. Setelah gembur, dimasukkan pupuk organik atau fosfat pupuk dasar pada tanah lapisan kedua tersebut. Fosfat alam berfungsi untuk
menyediakan zat fosfat dalam jangka panjang, dan memperbaiki keasaman tanah.
iv. Tanah lapisan atas lapisan pertama dikembalikan ke atas tanah lapisan kedua.
d. Pembuatan bedengan Setelah melakukan pengolahan tanah kedua, lahan dibuat
bedengan, khususnya hanya dibuat pada lahan datar atau agak miring. Pada lahan yang miring tidak perlu dibuat bedengan karena sudah berupa
teras. Bedengan dibentuk dengan membuat guludan-guludan, dengan jarak antar guludan sekitar 2 m dan ketinggian sekitar 30 cm. Guludan dan sela
antar guludan juga berfungsi sebagai saluran pembuangan air. e. Pembuatan lubang tanam
Pembuatan lubang tanam dilakukan terakhir, setelah pembuatan bedengan. Adapun persyaratan dan cara-cara dalam membuat lubang
tanam ini, diantaranya: i. Lubang tanam dibuat di tengah bedengan.
ii. Ukuran lubang tanam bagian atas 35 x 35 cm
2
sampai 40 x 40 cm
2
, sementara bagian lubang tanam bagian bawah menyempit, atau
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sekitar 45 x 45 x 45 cm
3
sampai 75 x 75 x 75 cm
3
.
19 iii. Untuk yang menggunakan panjatan junjung hidup, jarak tanam antar
lubang tanam adalah 2,5-3 m. Untuk panjatan junjung mati, jarak tanam antar lubang cukup 2 m.
iv. Setelah lubang dibuat, tanah hasil galian saat membuat lubang tanam tadi dicampurkan dengan pupuk kandang, lalu ditimbunkan kembali
ke dalam lubang. v. Tanah pada lubang tanam yang telah dibuat dibiarkan sekitar 30-40
hari, sebelum dilakukan penanaman bibit tanaman lada. 2. Penyediaan bibit
Bibit yang dipilih harus baik kualitasnya, murah, dan tepat, sehingga dapat mendukung produksi lada. Cara yang praktis dan efisien untuk
menyediakan bibit lada adalah dengan cara setek. Keunggulan lain pembibitan dengan cara setek adalah, sifat bibit yang dihasilkan, sama dengan sifat
indukannya. Persyaratan dan cara-cara yang perlu dipenuhi dalam proses penyediaan bibit lada yang baik, dengan cara setek, adalah dengan memenuhi
kriteria-kriteria Rismunandar 2007: a. Kemurnian tanaman terjamin
Bibit yang disetek harus diambil langsung dari induk asli tanaman lada dari varietas jenis yang sesuai dengan karakteristik wilayah
setempat, diusahakan setek pertama dari induk tersebut, dan berasal dari sulur panjat bukan sulur gantung atau cacing, sehingga kemurnian
tanaman terjamin. Untuk menghasilkan setek dalam jumlah banyak sebaiknya disiapkan dan disediakan beberapa pohon lada khusus untuk
dijadikan indukan. Ada beberapa varietas tanaman lada yang tumbuh di Indonesia, yaitu Bulok Belantung, Jambi, Kerinci, Lampung Daun Lebar
LDL, Bangka Muntok, dan Lampung Daun Kecil LDK. Kemudian dikembangkan lagi varietas-varietas yang memberikan hasil yang tinggi
untuk ditanam di setiap area tanam lada di Indonesia, atau untuk lokasi- lokasi penanaman yang spesifik. Jenis-jenis tanaman lada tersebut yaitu
Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Cunuk, LDK, dan Bengkayang. Hanya varietas Natar 1 yang toleran terhadap penyakit busuk pangkal
batang, serangan hama penggerek batang, dan nematoda. Varietas-varietas
20 lainnya peka terhadap salah satu penyakit atau hama saja IPC dan FAO
2005. Berdasarkan penelitian Roosgandha E 2003
10
, varietas bibit lada yang sering digunakan petani di Kabupaten Bangka, adalah varietas
Merapin, Lampung Daun Lebar LDL, dan Jambi. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa varietas Petaling 1 dan Petaling 2 belum
dikenal oleh petani. b. Kesehatan induk bibit yang disetek
Setekan bibit harus diperoleh dari induk yang sehat tidak terserang penyakit, berbentuk kekar, berdaun hijau mulus tidak ada tanda-tanda
menguning, berbuku mulus, dan tidak berlubang bekas serangan serangga. Pohon induk terbaik yang disetek minimal sudah berumur dua
tahun tetapi kurang dari tiga tahun dan telah mengalami pemangkasan pertama pada saat umur 8-10 bulan, kemudian pemangkasan kedua pada
umur 18-20 bulan, serta kondisinya subur. c. Memilih ukuran setek
Ada beberapa ukuran setek, yaitu setek satu ruas dan tujuh ruas Rismunandar 2007. Setek satu ruas disebut juga setek daun, yang
diperoleh dengan kriteria-kriteria, yaitu buku-buku batang dan cabang memiliki akar pelekat dan berdaun; setek diambil dari cabang yang sehat,
masih hijau, tetapi sudah mulai berwarna agak merah, dan sudah cukup keras; pemotongan setek dilakukan dengan pisau tajam agar lukanya rata,
kemudian segera dimasukkan ke dalam air bersih selama beberapa saat agar tetap segar; selanjutnya dicelup ke dalam hormon untuk mempercepat
pertumbuhan akar; kemudian ditanam ke media persemaian. Setek tujuh ruas diambil dipotong dari pohon induk sebanyak
tujuh ruas, dengan persyaratan yang baik adalah diambil menjelang waktu tanam; diambil dari batang induk yang kuat, berumur dua tahun, serta
sudah pernah dipangkas pertama dan kedua; memotong bagian ujungnya dengan membuang percabangan pada ruas ketiga sampai keempat; dan
tidak memerlukan media persemaian, atau dapat langsung ditanam dengan tiang panjat. Jika tidak segera ditanam, bibit dapat disimpan dengan
10
Ibid
21 menempatkannya di parit kecil atau lubang tanah dengan kedalaman 30
cm, diletakkan berjajar rapat dan posisinya berdiri, ditimbun kembali dengan tanah dengan membiarkan tiga ruas teratas berdaun tetap berada di
atas tanah, dan disiram secukupnya. Berdasarkan panduan dan anjuran pembibitan dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Balittri
11
, bibit lada yang siap tanam di kebun adalah bibit lada yang telah berukuran 5-7 ruas. Untuk
bibit setek satu ruas, bibit tersebut harus dibibitkan terlebih dahulu pada media persemaian hingga berukuran 5-7 ruas, baru ditanam di kebun. Bibit
yang diperoleh dengan cara setek tujuh ruas, dapat langsung ditanam di kebun.
d. Bibit dari persemaian bibit Untuk bibit satu ruas setek daun, setelah dicelupkan ke dalam
hormon Rootone atau Rhizophon, setek daun dapat disemai pada media persemaian. Persyaratan media persemaian yang baik adalah media tanah
tidak terlalu cerul terlalu banyak mengandung pasir dan tidak terlalu kaya bahan organik, lingkungan persemaian harus lembab, penyiraman
harus teratur dan kelebihan air di sekitar lingkungan persemaian harus dibuang, dan membuat perlindungan berupa atap atau dari daun-daunan
misalnya daun paku-pakuan dari jenis Gleichnia sp. 3. Persiapan panjatan junjung
Cara membuat dan pengadaan tiang panjat panjatan berhubungan dengan tingkat kesuburan, perkembangan, dan produksi lada. Tanaman lada
adalah tanaman menjalar dan memanjat, sehingga perlu dibuatkan tempat menjalarnya, agar dapat tumbuh cabang, daun, bunga, dan buah secara baik
dan leluasa. Baik atau tidaknya persiapan panjatan, dapat dilihat dari beberapa persyaratan atau kriteria sebagai berikut:
a. Pemilihan jenis panjatan Ada dua jenis panjatan yang secara umum dipakai, yaitu tiang
panjatan hidup dan mati. Panjatan hidup adalah tanaman yang dijadikan sebagai media menempel dan memanjat tanaman lada. Menurut
11
[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka tanaman Industri. 2010. Booklet Lada
. http:balittri.litbang.deptan.go.id. [Diakses 17 April 2010]
22 Rismunandar 2007, tanaman panjatan hidup yang dapat digunakan
adalah tingginya sekitar 60-75 cm atau dapat pula 1-2 m dengan diameter sekitar 5 cm.
Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai panjatan hidup, antara lain dadap Erythrina fuscca, lamtoro gung, kapok Ceiba
pentandra , dan kalikiria Glyricidia maculata. Selain itu ada juga
tanaman buah-buahan. Tetapi yang umum digunakan petani lada adalah dadap, karena pertumbuhannya cepat, mudah diperoleh, murah, dan dapat
ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada. Keuntungan penggunaan panjatan hidup untuk budidaya lada,
diantaranya: i. Kadar nitrogen meningkat, khususnya pada tanaman panjat dari
keluarga Leguminoseae, sehingga kesuburan tanah meningkat. ii. Dedaunan dan ranting dari hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan
sebagai mulsa, di pangkal batang lada, sehingga dapat berfungsi pula sebagai pupuk kompos.
iii. Harga lebih murah dibanding panjatan mati seperti kayu ulin atau tiang beton dan mudah didapat karena banyak sumbernya.
iv. Mudah dibentuk menjadi batang tunggal sentral, dengan ketinggian yang bisa disesuaikan sesuai kebutuhan perkembangan tanaman lada
yang diinginkan. v. Pergantian atau peremajaan panjatan lebih mudah dan lebih cepat
dilakukan. vi. Dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman lada.
Selain itu terdapat juga beberapa kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
i. Persaingan antar tanaman panjatan dan tanaman lada dalam memperoleh makanan dari unsur hara tanah, karena perakaran kedua
tanaman sangat dekat, bahkan di dalam tanah bersentuhan dan tumpang tindih, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanaman lada,
termasuk tingkat pembuahan.
23 ii. Memerlukan tingkat frekuensi pemangkasan relatif sering, agar
kondisinya tetap mendukung kesuburan tanaman lada. Keterlambatan pemangkasan tanaman panjatan pada musim menjelang lada mulai
berbunga dapat mengakibatkan kemunduran produksi buah. iii. Tanaman panjatan dapat diserang hama dan penyakit, yang dapat
menular pada tanaman lada, atau mengakibatkan tanaman lada tidak mempunyai panjatan yang sempurna bagi kesuburan pertumbuhannya.
iv. Apabila tanaman panjatan sudah besar dan berumur atau tanaman mati atau rusak, maka penggantian panjatan tidak mudah dilakukan.
Apalagi jika tanaman lada sudah berumur dan tumbuh subur. Sementara itu panjatan mati adalah panjatan yang terbuat dari kayu
atau tiang beton, tetapi umumnya berasal dari bahan kayu. Jenis-jenis kayu yang banyak digunakan sebagai panjatan mati antara lain kayu mendaru,
kayu melangir, kayu gelam, dan kayu belian kayu ulin atau kayu besi. Panjatan mati yang digunakan terdiri dari dua tahap, yaitu panjatan
sementara dan panjatan permanen. Panjatan sementara tingginya sekitar 2 m di atas tanah atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 1,5-2 m
saja dan diameter sekitar 10-15 cm. Difungsikan paling lama enam bulan, setelahnya diganti dengan panjatan permanen. Tinggi kayu panjatan
permanen di atas tanah sekitar 2,5-3 m atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 2,5-3 m saja dan diameter sekitar 15-20 cm, sedangkan jika
panjatan permanen menggunakan beton, maka ketinggiannya sekitar 2 m di atas tanah.
Beberapa keuntungan penggunaan panjatan mati adalah: i. Dapat didirikan tepat pada waktunya, dapat diatur agar memiliki
ukuran relatif sama, dan tidak memerlukan pemangkasan. ii. Tidak terjadi persaingan pengambilan makanan dari tanah dengan
tanaman lada, tidak lembab, sehingga mendukung kesehatan tanaman lada tanaman lada terhindar dari penyakit.
Disamping itu terdapat beberapa kekurangan dari penggunaan panjatan mati, yaitu antara lain:
24 i. Harga kayu untuk panjatan mati cukup mahal dan makin sulit
mendapatkan jenis kayu yang baik, yang diharapkan sesuai dari sisi jumlah, ukuran, dan tinggi kayu, karena terbatasnya sumber perolehan
kayu hutan. ii. Tidak dapat berfungsi menyuburkan tanah.
iii. Tidak dapat berfungsi sebagai pelindung bagi tanaman lada yang baru ditanam, sehingga memerlukan pelindung lain.
iv. Kayu dapat cepat rusak diterpa panas dan hujan yang silih berganti dan pembusukan di pangkal.
b. Penanaman panjatan junjung Panjatan hidup dapat ditanam sebelum atau bersamaan dengan
tanaman lada, tergantung dari jenis tanaman yang digunakan sebagai panjatan, serta kecepatan pertumbuhannya. Untuk tanaman panjatan yang
pertumbuhannya lama dan lambat membesar, sebaiknya ditanam sebelum bibit lada ditanam, sedangkan untuk tanaman yang cepat tumbuh dan
besar, dapat ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada. Panjatan hidup dengan tinggi sekitar 60-75 cm atau 1-2 m dengan diameter sekitar 5
cm, ditanam di tengah-tengah bedengan guludan dan berdekatan dengan lubang tanam yaitu sekitar 10-20 cm di sebelah utara atau selatan sisi
lubang tanam, dengan kedalaman tanam sekitar 30-50 cm. Panjatan sementara, yang berukuran sekitar 1,5-2 m atau tingginya
2 m diatas tanah dan diameter sekitar 10-15 cm dapat dibuat dan ditanam sebelum atau bersamaan dengan penanaman tanaman lada, ditanam
berdekatan, di sisi utara atau selatan lubang tanaman lada, dengan jarak sekitar 10-20 cm dan kedalaman tanam sekitar 20 cm. Panjatan permanen,
yang berukuran sekitar 2,5-3 m atau tingginya dapat pula diusahakan 2,5-3 m di atas permukaan tanah dan dengan diameter sekitar 15-20 cm untuk
kayu dan sekitar 2 m di atas tanah untuk beton, ditancapkan ditanam ke tanah pada jarak sekitar 50 cm dari titik pusat batang tanaman lada di
sebelah utara atau selatan, dengan kedalaman penanaman sekitar 50-60 cm.
25 c. Penggantian peremajaan panjatan junjung
Untuk panjatan mati, harus dilakukan dua tahap, yaitu panjatan sementara dan kemudian panjatan permanen, yang cara teknis
penggantiannya harus memenuhi tatacara dan persyaratan sebagaimana diuraikan di atas. Untuk panjatan hidup, harus dilakukan pemangkasan dan
penggantian panjatan yang mati atau terkena penyakit, dengan tatacara serta persyaratan yang tepat.
4. Penanaman Penanaman bibit lada hasil persemaian atau persiapan bibit, memiliki
teknis atau cara yang baik dan sangat menentukan tumbuh atau tidaknya bibit secara baik. Beberapa persyaratan dan cara-cara yang baik dilakukan dalam
penanaman lada, yaitu Rismunandar 2007: a. Pembuatan lubang tanam baru, dengan ukuran 20 x 20 cm
2
dan kedalaman 20-30 cm, yang dilakukan pada bekas galian lubang tanam yang telah
dibuat saat proses persiapan lahan sebelumnya, dengan posisi di sebelah utara atau selatan panjatan.
b. Pemasukan bibit ke dalam lubang, yaitu dengan cara bibit setek yang tersedia dimasukkan dalam lubang tanam dengan posisi dasar setek berada
di bagian bawah, hingga kedalaman sekitar 20-30 cm sekitar empat ruas, tanpa daun dan cabang, dan tiga ruas ada daun dan cabang di atas
permukaan tanah dengan posisi setek sekitar 45° mengarah ke tiang panjat. c. Penstabilan batang bibit dalam tanah dilakukan dengan menutup kembali
lubang dengan tanah halus. Penimbunan tanah agak ditekan, sehingga posisi bibit menjadi kuat. Tanah yang ditimbun dibuat agak cembung dan
diperiksa agar batang bibit telah berada pada keadaan stabil. d. Pengikatan bibit pada panjatan, dengan cara setiap sisi ruas setek di bagian
luar lubang tanam tiga ruas diikatkan pada panjatan junjung hidup, sementara, atau permanen sesuai panjatan yang digunakan dengan
menggunakan tali; dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak melukai tunas muda; diikat tidak terlalu kuat, yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman atau dililitkan saja, sehingga dapat lepas sendiri; dan diikat hingga ketinggian tanaman mencapai 1-1,5 m.
26 e. Jumlah bibit yang ditanam per lubang lebih dari satu pada setiap lubang
tanam untuk mencegah risiko kematian bibit. Umumnya satu lubang tanam dapat ditanam dua hingga tiga 2-3 bibit setek.
f. Pemberian perlindungan bibit yang telah ditanam dengan cara diberi pelindung, seperti atap, alang-alang, pakis andam, atau resam, agar
terhindar dari sinar matahari yang dapat menyebabkan kekeringan. g. Penciptaan kelembaban tanah dengan cara tanah di sekitar bibit ditutupi
dengan mulsa dan disiram secukupnya secara teratur setiap hari pagi dan sore, sampai tumbuh tunas muda.
5. Pemupukan Tanah pada lahan budidaya tanaman lada, dapat mengalami
kemuduran fisik ataupun kimiawi. Hal tersebut dapat berdampak pada merosotnya hasil produksi tanaman lada. Artinya, kesuburan tanah sangat
berpengaruh kepada produktivitas tanaman lada. Daur kesuburan tanah kebun lada bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jenis tanah, jenis tanaman
yang dikelola, dan pengelolaan kesuburan tanah secara fisik ataupun kimiawi. Pengelolaan kesuburan tanah dapat diupayakan melalui proses pemberian
pupuk pemupukan yang tepat, agar kebutuhan unsur hara tanaman terpenuhi. Persyaratan atau kriteria pemupukan yang tepat dan baik dapat dilihat dari
jenis pupuk yang diberikan, dosis pupuk, waktu pemupukan, dan frekuensi pemupukan.
a. Jenis pupuk Ada dua jenis pupuk yang dapat diberikan, yaitu pupuk organik
dan anorganik kimia. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik, yaitu sampah dedaunan yang lapuk kompos, pemberian tanah
bakaran, abu kayu, bungkil kacang, ampas minyak kedelai, sampah ikan, sampah udang, pupuk kandang matang, guano kotoran kelelawar, pupuk
kandang cair, tepung darah, dan tepung tulang. Pupuk guano sering digunakan, karena lebih baik dibandingkan pupuk organik lainnya. Selain
itu, pupuk anorganik kimia dengan jenis yang lengkap, yaitu urea zat penyubur daun dan tanaman, TSP penguat batang, cabang, dan buah,
27 serta KCL ataupun Dolomit menjaga keasaman tanah dan memperkuat
pembungaan. b. Dosis, waktu, dan frekuensi pemupukan
Pemberian pupuk untuk menjaga keseimbangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman lada dari dalam tanah, harus dilakukan dalam dosis,
waktu, dan frekuensi yang tepat. Dosis pupuk sangat bergantung pada umur tanaman dan analisis tanah. Bila analisis tanah belum dilakukan,
maka dosis pemberian pupuk, khususnya pupuk anorganik kimia, dapat mengikuti aturan pada Tabel 4, yang diberikan paling banyak tiga kali,
yaitu awal, pertengahan, dan menjelang akhir musim hujan.
Tabel 4. Dosis Pupuk Anorganik Kimia untuk Tanaman Lada dengan Panjatan
Hidup dan Mati
Panjatan Hidup
Umur Tanaman
Dosis grampohon Keterangan
Urea TSP
KCL Dolomit
3-12 bulan 15
15 15
100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan
interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama.
13-24 bulan
30 30
30 200
24 bulan 1.SeptOkt
200 200
200 500 Interval pemupukan 30-49 hari.
2.NovDes 150
150 150
- 3.FebMar
100 100
100 -
Panjatan Mati
Umur Tanaman
Dosis grampohon Keterangan
Urea TSP
KCL Dolomit
3-12 bulan 25
25 25
100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan
interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama.
13-24 bulan
50 50
50 200
24 bulan 1.SeptOkt
350 350
350 500 Interval pemupukan 30-49 hari.
2.NovDes 250
250 250
- 3.FebMar
150 150
150 -
Keterangan: Feb
: Februari Sept
: September Nov
: November Mar
: Maret Okt
: Oktober Des
: Desember Sumber: Rismunandar 2007
28 Menurut Rismunandar 2007, waktu pemupukan pemupukan
utama dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu pertama, pada waktu persiapan lahan, sebagai pupuk dasar satu kali; kedua, saat tanaman
berumur 3-12 bulan tahun pertama; ketiga, pada saat tanaman berumur 13-24 bulan tahun kedua; dan keempat, saat tanaman berumur lebih dari
24 bulan. Pupuk yang diberikan pada pemupukan pertama atau pada saat
persiapan lahan sebagai pupuk dasar adalah pupuk organik, yaitu pupuk kandang, kompos, atau tanah bakaran humus, dengan dosis 5-10 kg per
lubang tanam. Pemupukan tahap kedua dan ketiga diberikan dengan dosis seperti pada Tabel 4, yang diberikan empat kali setahun pada setiap awal
musim penghujan dengan selang 30-40 hari. Kemudian, pemupukan keempat, setelah berumur lebih dari 24 bulan mulai berbuah, diberikan
tiga 3 kali, selang 30-49 hari, secara berturut-turut setelah panen. Artinya, setiap setelah panen tahunan, di awal musim hujan diberikan
pupuk. c. Cara pemupukan
Pemberian pupuk, terutama bagi tanaman lada yang telah berumur 8-12 bulan, 13-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan, dilakukan dengan cara
menaburkan pupuk tersebut ke dalam parit kecil yang dibuat tepat di bawah lingkaran tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm. Sebelum
pupuk diberikan, macam-macam pupuk tersebut dicampur terlebih dahulu. 6. Pemeliharaan
Tujuan pemeliharaan secara keseluruhan antara lain untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan dan produksi, serta menjaga kondisi
lahan dan tanaman lada. Sejak bibit ditanam, panen buah pertama setelah 24 bulan tahun ketiga, hingga berumur enam sampai tujuh tahun, produktivitas
tanaman lada cenderung meningkat. Setelah itu, produktivitas mulai menurun hingga umur tanaman mencapai 17 tahun. Oleh karena itu, sangat diperlukan
upaya pemeliharaan tanaman, agar produktivitas yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal.
29 Menurut hasil observasi dan penelitian yang dilakukan oleh BPTP
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung 2006
12
, pemeliharaan kebun yang dikelompokkan ke dalam dua tahapan, yaitu
pemeliharaan kebun muda umur tanaman kurang dari dua tahun dan pemeliharaan tanaman produktif umur tanaman lebih dari dua tahun, saat ini
masih dilakukan dengan cara-cara teknik pemeliharaan tradisional, seperti di zaman Belanda. Ditjenbun Deptan 2009 mengatakan bahwa tingkat
produktivitas lada yang masih rendah, antara lain disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan.
Adapun persyaratan pemeliharaan tanaman lada yang baik menurut Rismunandar 2007 adalah sebagai berikut:
a. Penjagaan kondisi lahan Penjagaan kondisi lahan merupakan kunci keberhasilan budidaya
tanaman lada. Tindakan-tindakan yang perlu diupayakan, yaitu: i. Memperhatikan fungsi pembuangan air drainase.
ii. Untuk lahan yang miring, setiap terjadi gejala erosi dan kerusakan teras, maka segera diambil tindakan pencegahan.
iii. Kebun dibersihkan dari segala jenis gulma. iv. Tanah di sekitar tanaman lada ditutup dengan mulsa agar tidak kering
dan memadat. v. Pada musim kemarau, penggemburan tanah harus selalu dilakukan
setelah panen. b. Pengaturan pertumbuhan tanaman pada panjatan
Tanaman lada yang ditanam tidak dengan sendirinya memanjati panjatan junjung hidup atau panjatan mati, tanpa bantuan. Pengaturan
pertumbuhan tanaman harus dilakukan sejak tunas baru mulai tumbuh dari ruas setek dalam bentuk cabang orthotrop sekitar satu bulan setelah
tanam. Umumnya kondisi tanaman pada saat tersebut masih lemah dan belum membentuk akar perekat walaupun pertumbuhannya cukup cepat.
12
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung. 2006. Budidaya Lada Ramah Lingkungan
. http:babel.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 29 Januari 2010]
30 Oleh karena itu, tanaman lada tersebut perlu diikatkan pada panjatan,
sehingga tidak menjalar di atas tanah. Pengikatan tunas-tunas muda harus dilakukan dengan hati-hati.
Pengikatan tidak boleh terlalu kencang karena dapat merusak batang. Setiap ruas memerlukan ikatan agar akar perekatnya dapat segera
berfungsi. Ikatan dibiarkan hingga batang mencapai ketinggian sekitar 1,5 m. Agar tiang panjatan hidup atau mati cepat tertutupi, diusahakan hanya
ada empat cabang yang dibiarkan tumbuh. Pertumbuhan dua buah cabang harus mengarah ke atas, sedangkan dua cabang lainnya mengarah ke
samping. Cabang yang tumbuh ke samping diupayakan tetap tumbuh melekat ke atas.
Selanjutnya, semua batang dilepaskan dari panjatannya. Kemudian, daun dan cabang yang masuk ke dalam tanah dibuang, lalu batang
dimasukkan melingkari pohon panjatan, dengan posisi mendatar ke dalam lubang tanaman dan kedalaman maksimum 20 cm. Setiap dua ruas, dari
setiap cabang pada batang pokok ditanam di sisi panjatan, tetapi lokasi penempatannya berbeda-beda. Dengan demikian, seluruh pohon panjatan
dilingkari batang pokok. Cabang sekunder orthotrop perlu dipangkas agar dapat dihasilkan cabang-cabang orthotrop tersier. Dengan bertambahnya
pembentukan cabang orthotrop di bagian atas, maka ranting plagiotrop akan bertambah banyak, sehingga jumlah bunga atau buah pada tanaman
lada akan menjadi lebih banyak. Volume perakaran batang pokok yang dipanjatkan pada panjatan
hidup permanen, seperti pohon dadap, sebaiknya ditingkatkan. Tujuannya agar di sekitar tanah di bawah pohon panjatan tertutup oleh akar tanaman
lada. Caranya dengan memupuk tanaman lada yang berumur beberapa bulan dan sudah mencapai ketinggian sekitar 1-1,5 m. Pemupukan
dilakukan pada lubang parit yang dibuat melingkari pohon panjatan. Jarak lubang tersebut dari batang pokok sekitar 20-25 cm dan kedalaman
30-40 cm. Ke dalam lubang ini, diisi pupuk kandang secukupnya. Bila menggunakan panjatan sementara, tanaman lada harus
dipindahkan ke panjatan permanen. Teknis pelaksanaan pemindahan ini
31 tidak berbeda dengan upaya memperbanyak perakaran tanaman lada di
sekitar panjatan, seperti pada pohon panjatan hidup permanen yang telah disebutkan sebelumnya. Batang pokok yang terlalu panjang, harus
dipotong, sehingga tanaman lada hanya memiliki panjang sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya tanaman diikatkan pada tiang panjatan. Pengaturan
pertumbuhan tanaman dapat dilihat secara lebih lengkap pada Tabel 5. Tabel 5.
Jadwal Pertumbuhan Tanaman di Kebun Intensif dengan Panjatan
Uraian Pertumbuhan Tanaman
HP + 0 Tanam
HP + 8 bulan Tanaman lada mencapai tinggi 1,5 m. Panjatan sementara
diganti dengan panjatan permanen. Saatnya memperbanyak atau memperkuat perakaran.
Daun dan cabang sulur, hingga dekat pucuk dipangkas. HP + 8 bulan, 10
hari Sulur dilepaskan dari panjatan dan dimasukkan ke dalam
lubang melingkar panjatan. Pucuk sulur berada dekat tiang. Pelaksanaannya pada siang
hari, bila keadaan sulur agak lentur atau tidak mudah patah. Lubang ini ditutup dengan tanah, tanah bakar, atau pupuk
organik. HP + 16 bulan
Tiang panjatan sudah tertutup 23 bagian. Diadakan pemangkasan kembali heading back pada seluruh
tanaman lada, hingga tertinggal sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya akan tumbuh banyak cabang atau sulur orthotrop.
Cabang yang dipelihara hanya 12 cabang, yang merupakan kerangka dasar tanaman lada.
Bunga pertama keluar, tetapi perlu dipangkas. HP + 24 bulan
Tiang panjatan sudah tertutup hingga puncaknya. Bunga tahap kedua dapat dipertahankan untuk menghasilkan
buah dalam tahun ketiga. HP + 36 bulan
Panen pertama
Keterangan: HP=Hari pertama tanam Sumber: Rismunandar 2007
32 c. Pemangkasan
Pemangkasan tanaman lada bertujuan untuk memperoleh cabang buah yang banyak; membentuk mahkota tanaman lada yang baik;
menghasilkan bibit setek dari kebun produksi; membuang sulur tanah sulur cacing agar pertukaran udara lebih sempurna dan sinar matahari
dapat langsung ke pokok batang lada; membuang sulur gantung; serta membuang sulur atau cabang yang terserang hama penyakit untuk
mencegah penularan. Selain pemangkasan tanaman, pemangkasan panjatan juga perlu dilakukan, terutama jika yang digunakan adalah
panjatan hidup. i. Pemangkasan tanaman lada
Setelah tanaman lada berumur delapan bulan telah memiliki sekitar 8-9 ruas, cabang orthotrop yang dimasukkan ke dalam lubang
berbentuk lingkaran harus sudah menutupi 23 bagian panjatan panjatan mati ataupun hidup. Dengan demikian, pertumbuhan lada
akan tampak seperti kerucut. Agar terbentuk lebih banyak cabang orthotrop, batang pokok tanaman perlu dipangkas, termasuk cabang
dan ranting, sehingga hanya tertinggal sekitar 30 cm. Pada cabang orthotrop baru akan tumbuh tunas air. Dari semua cabang tersebut
dipilih sekitar 12 cabang, yang pertumbuhannya paling kuat. Cabang- cabang tersebut diikatkan pada panjatan. Selanjutnya, cabang-cabang
tersebut akan membentuk kerangka dasar tubuh tanaman lada. Pertumbuhan cabang orthotrop dan plagiotrop akan memenuhi dan
menutupi puncak panjatan hingga maksimum 4 m. Sebelum mencapai ketinggian maksimum, ujung sulur
orthotrop perlu dipangkas tiga kali berturut-turut. Namum, agar lebih intensif, pemangkasan dilakukan hingga 7-8 kali. Dengan demikian,
batang tanaman lada akan mencapai puncak panjatan yang tingginya mencapai 4 m. Sebelum tanaman berumur tujuh tahun, cabang
orthotrop yang bergantungan harus dipangkas. Cabang-cabang ini biasanya akan mengganggu pertumbuhan ranting-ranting produksi.
Cabang orthotrop yang tumbuh di bagian bawah batang pokok sedini
33 mungkin dipangkas. Demikian pula dengan cabang-cabang di atas
ujung tiang panjat. ii. Pemangkasan panjatan hidup
Pemangkasan panjatan hidup berguna untuk mengurangi saingan sinar matahari terhadap tanaman lada; agar kebun tidak terlalu
lembab; pertukaran udara di dalam kebun lebih baik; dan daun pangkasan dapat dibuat serasah mulsa atau juga kompos.
Pada panjatan berupa tanaman hidup, tingkat pertumbuhan maksimum juga harus dipertahankan. Pemangkasan panjatan hidup
harus dilakukan 2-3 kali dalam setahun. Pada saat musim penghujan dilakukan pemangkasan dalam berat. Sementara itu, pada musim
kemarau dilakukan pemangkasan seperlunya ringan. d. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada bibit atau tanaman lada dewasa besar yang mati. Jika terdapat bibit yang mati, segera disulam diganti dengan
bibit cadangan, yang telah disediakan sebelumnya sesuai dengan teknis penyediaan bibit yang baik. Penyulaman pada tanaman yang telah dewasa
dilakukan dengan cara melepas tanaman lada yang berdekatan dengan tanaman lada yang mati. Tanaman lada yang dijadikan sulaman, yang
merupakan cabang orthotrop, punya cabang lebih dari 2 atau 3 batang umumnya yang dipelihara lebih dari 3-4 cabang batang dan panjangnya
sudah lebih dari 2,5 m. Tanaman lada tersebut dilepaskan dari panjatannya, kemudian dibenamkan pada saluran yang dibuat menuju
panjatan tanaman lada mati atau yang akan disulam. Cabang-cabang dari cabang orthotrop yang terpendam dalam saluran tersebut harus dipotong,
begitu pun daun-daunnya. Bagian pucuk tanaman lada sulaman tersebut ditinggalkan 2-3 cabang dan diikatkan pada panjatan tanaman lada yang
telah mati tersebut, sesuai dengan teknis. 7. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Serangan hama dan penyakit dapat menurunkan produksi tanaman lada. Hama utama tanaman lada yang paling sering dihadapi oleh petani lada
di Indonesia, termasuk di Bangka Belitung adalah hama penggerek batang
34 Lophobaris piperis, penghisap bunga Diconocoris hewetti, dan penghisap
buah Dasynus piperis
13
. Sementara itu, penyakit yang umum ditemukan adalah penyakit kuning, akibat serangan nematoda Radopholus similis dan
Meloidogyne incognita , Phytophthora capsici, Fusarium oxyporum, dan faktor
tanah; penyakit busuk pangkal batang, akibat serangan Phytophtora capsici; dan penyakit keriting, akibat serangan Pepper Yellow Mottle Virus PYMV
dan Cucumber Mosaic Virus CMV
14
. Karena serangan hama dan penyakit pada tanaman lada dapat
mempengaruhi produksi lada, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit tanaman lada dapat dilakukan
dengan menggunakan prinsip Pengendalian Hama Terpadu PHT yang dipadukan dengan pengendalian secara mekanik ataupun pengendalian secara
kimiawi. Pengendalian Hama Terpadu PHT merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian
yang sesuai dan seserasi mungkin untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah populasi hama
yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi Untung 1997 diacu dalam Adang dan Budiman 2004
15
. Setelah penyelenggaraan pelatihan PHT secara terprogram, paradigma PHT yang berkembang adalah PHT ekologi, dimana
proses pengendalian alami hama dan pengelolaan ekosistem lokal oleh petani ditempatkan pada posisi sentral, yang artinya segala kegiatan pengelolaan
ekosistem pertanian dan pengendalian hama sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika ekosistem termasuk populasi
musuh alami. Paradigma PHT ekologi tidak mengembangkan perlunya dilakukan intervensi pengendalian dengan pestisida kimia sintetik
16
. Walaupun demikian, pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida
13
IW Laba dan IM Trisawa. 2006. Pengelolaan ekosistem untuk pengendalian hama lada. Perspektif 5 2 Desember: 86-97. http:perkebunan.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 7 April 2010]
14
Usman D dan D Pranowo. 2009. Kondisi kritis lada putih Bangka Belitung dan alternatif pemulihannya. Jurnal Litbang Pertanian
28 1. http:www.pustaka-deptan.go.id. [Diakses tanggal 11 September 2009]
15
Adang A dan Budiman H. 2004. Analisis tingkat penerapan dan manfaat teknologi pengendalian hama terpadu PHT pada usahatani lada di Provinsi Bangka Belitung. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian. http:www.babelprov.go.id. [Diakses tanggal 7 April 2010]
16
Rachmat H, Saktyanu KD, Tjetjep N, dan Roosgandha E. 2004. Perspektif penerapan pengendalian hama terpadu dalam usahatani lada. Seminar Hasil Penelitian PHT Perkebunan Rakyat di Bogor, Tanggal 20-21
Januari 2004 . Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. http:ejournal.unud.ac.id. [Diakses tanggal 7 April 2010]
35 kimiawi, yang mengacu pada batas maksimum residu pestisida, tetap dapat
dilakukan, terutama pada saat populasi hama atau intensitas serangan patogen penyakit tinggi, dengan tujuan menekan perkembangan hama dan patogen,
baru setelah itu diikuti aplikasi pengendalian secara hayati mempergunakan musuh alaminya
17
. Berdasarkan prinsip-prinsip cara-cara PHT yang dipadukan dengan
pengendalian mekanik ataupun pengendalian secara kimiawi tersebut, dapat disusun upaya teknis pengendalian hama dan penyakit, yang terdiri atas upaya
pencegahan dan penanggulangan setelah terjadi atau pada saat serangan tinggi. Adapun upaya-upaya pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pencegahan Pencegahan merupakan upaya teknis yang dilakukan oleh petani
untuk mencegah terjadinya sebelum terjadinya serangan hama atau penyakit tertentu. Adapun hal-hal yang dilakukan, antara lain:
i. Menanam varietas tanaman lada yang toleran terhadap serangan hama dan penyakit tertentu, terutama yang mewabah di daerah penanaman
lada tersebut. Adapun keunggulan beberapa varietas lada yang telah diuji dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6.
Keunggulan Tujuh Varietas Lada yang Telah Diuji
Varietas Ketahanan terhadap
Daya Adaptasi
Penykit Kuning Penyakit BPB
Hama Penggerek Cekaman Air
Kelebihan Air
Petaling 1 Medium
Rentan Rentan
Kurang Sedang
Petaling 2 Rentan
Toleran Rentan
Tinggi Sedang
Natar 1 Rentan
Toleran Toleran
Sedang Sedang
Natar 2 Medium
Rentan Toleran
Sedang Kurang
Cunuk RS Rentan
Toleran Rentan
- -
LDK RS Rentan
Toleran Rentan
Kurang -
Bengkayang Medium
Rentan -
- -
Keterangan: BPB: Busuk Pangkal Batang; LDK: Lampung Daun kecil; -: Belum diuji
Sumber: Nuryani dan Mustika 1989, Hamid et al. 1991, Nuryani et al. 1992, Zaubin 1991, dan Nuryani et al. 1993 Diolah
18
17
[Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka tanaman Industri. Op.cit
18
_______. 2010. Prospek Lada. http:balittri.litbang.deptan.go.id. [Diakses 17 April 2010]
36 Selain varietas yang telah disebutkan, menurut Rismunandar 2007,
terdapat varietas-varietas lain, seperti lada Lampung, Lampung Daun Lebar LDL, Muntok, Belantung, Kerinci, dan Jambi. Keunggulan
dari varietas-varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Keunggulan Varietas Lampung, Lampung Daun Lebar LDL, Muntok,
Belantung, Kerinci, dan Jambi
Varietas Respon terhadap
Penykit Kuning Penyakit BPB
Lampung Peka
Peka LDL
Agak tolerantahan Peka
Muntok Toleran
Toleran Belantung
- Agak tolerantahan
Kerinci -
Peka Jambi
Kurang tolerantahan Agak tolerantahan
Keterangan: BPB
: Busuk Pangkal Batang LDK
: Lampung Daun kecil -
: Tidak disebutkan di dalam referensi Sumber: Rismunandar 2007 Diolah
ii. Pemilihan bahan tanaman yang sehat. iii. Melakukan penyiangan terbatas bobokor secara rutin di sekitar
tanaman, sebatas kanopi tanaman. iv. Penanaman tanaman penutup tanah yang berbunga misalnya Arachis
pintoi , di sela tanaman lada diluar lingkaran kanopi tanaman lada.
v. Melakukan pertanaman tumpangsari. vi. Pemangkasan tanaman lada secara teratur, terutama sulur cacing dan
sulur gantung. vii. Melakukan pemangkasan tanaman pelindung secara teratur jika
menggunakan tajar atau junjung hidup. viii. Memberikan pupuk secara optimal atau sesuai komposisi.
ix. Pembuatan parit keliling dan saluran drainase, agar tanah tidak lembab dan sirkulasi air lancar.
x. Membuat pagar keliling pada kebun tanaman lada. xi. Mengambil mengumpulkan hama dari tanaman lada yang terserang.
37 xii. Melakukan pengamatan hama dan penyakit pada kebun lada secara
teratur. b. Penanggulangan setelah terjadi atau pada saat serangan hama dan penyakit
tinggi berat Setelah serangan hama dan penyakit terjadi pada tanaman lada,
atau bahkan pada saat intensitasnya tinggi, perlu segera dilakukan upaya pengendalian, terutama agar hama dan penyakit tidak menyebar ke
tanaman-tanaman lada lain, dalam satu area, yang masih sehat. Adapun upaya-upaya pengendalian yang dilakukan, antara lain:
i. Pemotongan cabang ranting yang terserang hama dan penyakit tertentu, kemudian dibakar.
ii. Mengisolasi tanaman yang terserang hama atau penyakit dari tanaman yang sehat, dengan membuat parit.
iii. Mencabut tanaman yang terserang hama atau penyakit. iv. Memusnahkan tanaman yang terserang hama atau penyakit dengan
cara dibakar di tempat atau disiram bubur bordo. v. Menggunakan insektisida, nematisida, fungisida, atau pestisida nabati.
vi. Penyemprotan dengan insektisida, nematisida, fungisida, atau pestisida kimiawi sesuai dengan jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman lada. 8. Panen
Masing-masing varietas tanaman lada memiliki waktu panen yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh iklim dan jenis tanah pada lokasi
penanaman. Mendekati umur 16 bulan, lada mulai berbunga berbunga tahap pertama. Seluruh bunga pertama tidak dipelihara hingga menjadi buah, tetapi
harus dirompes agar pertumbuhan generatif di tahun berikutnya meningkat. Tanaman akan berbunga kembali saat mendekati umur 24 bulan berbunga
tahap kedua. Bunga kedua inilah yang dibiarkan dan dipertahankan untuk menghasilkan buah dalam tahun ketiga.
Saat mulai berbunga, tanaman lada sangat dipengaruhi oleh iklim, sehingga tidak dapat dipastikan musim berbunga yang tepat. Namun,
umumnya, musim berbunga utama sering didahului oleh musim kemarau yang
38 kuat, sehingga tanaman lada agak menderita kekeringan. Musim kemarau
yang lemah mengakibatkan tanaman lada terus membentuk organ penghasil bunga, sehingga bunga dapat menghasilkan buah yang tidak menentu.
a. Waktu panen Dengan pemeliharaan yang baik, umur panen tanaman lada yang
menggunakan panjatan junjung mati akan lebih baik dari pada menggunakan panjatan junjung hidup. Namun, dari sisi masa
produktivitas, tanaman lada yang menggunakan panjatan junjung hidup masih lebih baik. Lada panjat dengan panjatan mati dapat dipanen pada
umur sekitar 2-3 tahun, dengan masa produktif sampai umur 10 tahun. Sedangkan lada dengan panjatan hidup, dapat dipanen setelah berumur 3-4
tahun, dengan masa produktif mencapai 15 tahun. Biji lada yang dipetik apabila telah berumur sekitar tujuh 7 bulan,
sejak mulai terbentuknya bunga, untuk menjaga kualitasnya. Buah lada yang masak ditandai dengan warna hijau tua yang kemudian berubah
warna menjadi kuning sampai merah. Umumnya panen besar berlangsung pada bulan Maret sampai Mei, bila musim berbunga utama terjadi pada
bulan Juli hingga September tahun sebelumnya. Panen susulan berlangsung pada bulan Agustus sampai September, bila musim bunga
susulan terjadi pada bulan Desember hingga Januari. Hasil panen terbaik dari sisi kuantitas dan kualitasnya diperoleh
dari tanaman yang sudah berumur 3-8 tahun. Beberapa cara yang dilakukan petani lada untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang
baik adalah membuang bunga, terutama jika tanaman lada yang berbunga berumur kurang dari tiga tahun. Jika dibiarkan, maka jumlah panen akan
sedikit tidak optimal. Perlakuan ini bertujuan agar pertumbuhan tanaman lada lebih rimbun dan menghasilkan batang yang lebih kuat.
Berdasarkan bentuk dan pertumbuhan bunga atau buah, akan dijumpai berbagai macam stadia kematangan biji lada, yaitu:
i. Matang susu, yaitu tingkat kematangan buah yang isinya masih lunak dan kulitnya berwarna hijau muda. Buah tersebut termasuk buah muda.
39 Bila buah yang demikian diolah, maka biji lada hitam atau lada putih
yang dihasilkan akan keriput, berkualitas rendah, dan bobotnya ringan. ii. Matang penuh, yaitu tingkat kematangan buah yang isinya sudah
padat, cukup keras, dan kulitnya berwarna hijau. Buah ini merupakan buah yang sudah matang petik, untuk diolah menjadi lada hitam
berkualitas tinggi atau untuk dicanning. iii. Matang petik, yaitu tingkat kematangan buah yang kulitnya mulai
menguning hingga merah dengan biji keras. Buah tersebut sangat baik untuk diolah menjadi lada putih.
Masa berbunga pada setiap ranting atau cabang buah dalam satu panjatan lada tidak sama dan dapat berlangsung selama tiga bulan. Oleh
karena itu, pemetikan buah lada pun tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan pada buah dan
tujuan akhir dari produk. Buah lada yang akan diolah menjadi lada putih, dipanen saat warna buah sudah menguning atau memerah. Saat dilakukan
pemetikan, sebaiknya buah diseleksi terlebih dahulu. Pemetikan biasanya dilakukan setiap minggu dan panen keseluruhan dapat berlangsung
minimum hingga enam kali pemetikan. Pada pemetikan ini, ada kemungkinan buah yang masih muda ikut terpetik, sehingga dapat
mempengaruhi kualitas produk. Agar kualitas lada putih tetap terjaga, maka perlu diperhatikan warna buah pada satu dompolan, yaitu merah 18
persen, kuning 22 persen, dan hijau 60 persen. b. Cara panen
Petani lada umumnya melakukan pemetikan lada secara manual, dengan tangan atau menggunakan gunting. Pemetikan dilakukan terhadap
dompolan buah, pada pangkal tangkainya. Untuk dompolan buah yang terdapat di bagian atas pohon, pemetikannya dapat dilakukan dengan
bantuan tangga. c. Hasil tanaman lada
Produksi lada per hektar tergantung dari varietas tanaman yang digunakan, intensitas pengelolaan kebun intensif dan ekstensif, dan
daerah penanamannya.
40