Teknologi Budidaya Lada Tanaman dan Teknologi Budidaya Lada

17 b. Pengolahan tanah pertama Beberapa perlakuan yang dilakukan pada saat pengolahan tanah pertama, yaitu: i. Setelah bersih dari gulma, semak, dan pepohonan, tanah diolah dengan cara dicangkul, ditraktor, atau dibajak sesuai kondisi lahan. Lahan bervegetasi alang-alang dan pepohonan kecil diolah dua kali dalam sebulan, sedangkan lahan bervegetasi hutan sekunder diolah tiga kali dalam sebulan. Kemudian, tanah dibiarkan selama dua minggu, lalu digaru. ii. Setelah diolah, tanah diratakan dan dibagi menjadi beberapa petakan misalnya ukuran 5 x 5 m 2 , dengan derajat kemiringan optimum tanah 15°. Petakan dibuat agar pengelolaan tanaman lada menjadi lebih mudah. Setiap petakan dikelilingi oleh jalan dengan lebar kurang lebih 1 m. Perlu juga dibuat parit untuk drainase dengan kedalaman 30-60 cm dan lebar 20-50 cm, dengan posisi melintang terhadap kemiringan tanah, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya genangan dan memudahkan peresapan air ke dalam tanah. iii. Untuk lahan dengan kemiringan lebih dari 15°, dibuatkan teras yang disesuaikan dengan kemiringan lahan tersebut untuk mencegah erosi. Umumnya teras dibuat selebar 200 cm, tergantung topografi lahannya. Beberapa jenis teras yang dapat dibuat yaitu teras individu pada lahan lereng dengan ukuran 2 x 2 m 2 dan dibuat miring ke arah berlawanan dengan arah kemiringan lereng dan teras bersambung dibuat bersambung, sesuai garis kontur atau tinggi. iv. Pada lahan miring juga dibuat lubang penampung air rorakan, yang terletak di bawah teras. Rorakan dibuat setiap 12-24 cm dengan panjang 2-4 m, lebar 20 cm, dan kedalaman 20 cm. Fungsi-fungsinya adalah menampung air, memudahkan air hujan meresap ke dalam tanah, menghindarkan genangan air, dan mencegah erosi. c. Pengolahan tanah kedua Setelah dilakukan pengolahan tanah pertama, maka dilakukan pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah kedua ini bertujuan untuk 18 membuat lapisan kondisi lahan kaya bahan organik, cukup mengandung zat fosfat, gembur, tidak mudah mengalami erosi, tidak mudah tergenang air, dan tingkat keasamannya baik, dimana sangat menguntungkan dan mendukung bagi pertumbuhan tanaman lada dan produksi buah lada. Adapun yang dilakukan pada pengolahan tanah kedua ini, yaitu: i. Pencangkulan tanah lapisan atas lapisan pertama sedalam 15-20 cm dan lebar 50 cm lalu disisihkan ke samping. ii. Tanah lapisan berikutnya lapisan kedua, setelah tanah lapisan atas disisihkan sementara ke samping, dicangkul hingga gembur. iii. Setelah gembur, dimasukkan pupuk organik atau fosfat pupuk dasar pada tanah lapisan kedua tersebut. Fosfat alam berfungsi untuk menyediakan zat fosfat dalam jangka panjang, dan memperbaiki keasaman tanah. iv. Tanah lapisan atas lapisan pertama dikembalikan ke atas tanah lapisan kedua. d. Pembuatan bedengan Setelah melakukan pengolahan tanah kedua, lahan dibuat bedengan, khususnya hanya dibuat pada lahan datar atau agak miring. Pada lahan yang miring tidak perlu dibuat bedengan karena sudah berupa teras. Bedengan dibentuk dengan membuat guludan-guludan, dengan jarak antar guludan sekitar 2 m dan ketinggian sekitar 30 cm. Guludan dan sela antar guludan juga berfungsi sebagai saluran pembuangan air. e. Pembuatan lubang tanam Pembuatan lubang tanam dilakukan terakhir, setelah pembuatan bedengan. Adapun persyaratan dan cara-cara dalam membuat lubang tanam ini, diantaranya: i. Lubang tanam dibuat di tengah bedengan. ii. Ukuran lubang tanam bagian atas 35 x 35 cm 2 sampai 40 x 40 cm 2 , sementara bagian lubang tanam bagian bawah menyempit, atau berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sekitar 45 x 45 x 45 cm 3 sampai 75 x 75 x 75 cm 3 . 19 iii. Untuk yang menggunakan panjatan junjung hidup, jarak tanam antar lubang tanam adalah 2,5-3 m. Untuk panjatan junjung mati, jarak tanam antar lubang cukup 2 m. iv. Setelah lubang dibuat, tanah hasil galian saat membuat lubang tanam tadi dicampurkan dengan pupuk kandang, lalu ditimbunkan kembali ke dalam lubang. v. Tanah pada lubang tanam yang telah dibuat dibiarkan sekitar 30-40 hari, sebelum dilakukan penanaman bibit tanaman lada. 2. Penyediaan bibit Bibit yang dipilih harus baik kualitasnya, murah, dan tepat, sehingga dapat mendukung produksi lada. Cara yang praktis dan efisien untuk menyediakan bibit lada adalah dengan cara setek. Keunggulan lain pembibitan dengan cara setek adalah, sifat bibit yang dihasilkan, sama dengan sifat indukannya. Persyaratan dan cara-cara yang perlu dipenuhi dalam proses penyediaan bibit lada yang baik, dengan cara setek, adalah dengan memenuhi kriteria-kriteria Rismunandar 2007: a. Kemurnian tanaman terjamin Bibit yang disetek harus diambil langsung dari induk asli tanaman lada dari varietas jenis yang sesuai dengan karakteristik wilayah setempat, diusahakan setek pertama dari induk tersebut, dan berasal dari sulur panjat bukan sulur gantung atau cacing, sehingga kemurnian tanaman terjamin. Untuk menghasilkan setek dalam jumlah banyak sebaiknya disiapkan dan disediakan beberapa pohon lada khusus untuk dijadikan indukan. Ada beberapa varietas tanaman lada yang tumbuh di Indonesia, yaitu Bulok Belantung, Jambi, Kerinci, Lampung Daun Lebar LDL, Bangka Muntok, dan Lampung Daun Kecil LDK. Kemudian dikembangkan lagi varietas-varietas yang memberikan hasil yang tinggi untuk ditanam di setiap area tanam lada di Indonesia, atau untuk lokasi- lokasi penanaman yang spesifik. Jenis-jenis tanaman lada tersebut yaitu Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Cunuk, LDK, dan Bengkayang. Hanya varietas Natar 1 yang toleran terhadap penyakit busuk pangkal batang, serangan hama penggerek batang, dan nematoda. Varietas-varietas 20 lainnya peka terhadap salah satu penyakit atau hama saja IPC dan FAO 2005. Berdasarkan penelitian Roosgandha E 2003 10 , varietas bibit lada yang sering digunakan petani di Kabupaten Bangka, adalah varietas Merapin, Lampung Daun Lebar LDL, dan Jambi. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa varietas Petaling 1 dan Petaling 2 belum dikenal oleh petani. b. Kesehatan induk bibit yang disetek Setekan bibit harus diperoleh dari induk yang sehat tidak terserang penyakit, berbentuk kekar, berdaun hijau mulus tidak ada tanda-tanda menguning, berbuku mulus, dan tidak berlubang bekas serangan serangga. Pohon induk terbaik yang disetek minimal sudah berumur dua tahun tetapi kurang dari tiga tahun dan telah mengalami pemangkasan pertama pada saat umur 8-10 bulan, kemudian pemangkasan kedua pada umur 18-20 bulan, serta kondisinya subur. c. Memilih ukuran setek Ada beberapa ukuran setek, yaitu setek satu ruas dan tujuh ruas Rismunandar 2007. Setek satu ruas disebut juga setek daun, yang diperoleh dengan kriteria-kriteria, yaitu buku-buku batang dan cabang memiliki akar pelekat dan berdaun; setek diambil dari cabang yang sehat, masih hijau, tetapi sudah mulai berwarna agak merah, dan sudah cukup keras; pemotongan setek dilakukan dengan pisau tajam agar lukanya rata, kemudian segera dimasukkan ke dalam air bersih selama beberapa saat agar tetap segar; selanjutnya dicelup ke dalam hormon untuk mempercepat pertumbuhan akar; kemudian ditanam ke media persemaian. Setek tujuh ruas diambil dipotong dari pohon induk sebanyak tujuh ruas, dengan persyaratan yang baik adalah diambil menjelang waktu tanam; diambil dari batang induk yang kuat, berumur dua tahun, serta sudah pernah dipangkas pertama dan kedua; memotong bagian ujungnya dengan membuang percabangan pada ruas ketiga sampai keempat; dan tidak memerlukan media persemaian, atau dapat langsung ditanam dengan tiang panjat. Jika tidak segera ditanam, bibit dapat disimpan dengan 10 Ibid 21 menempatkannya di parit kecil atau lubang tanah dengan kedalaman 30 cm, diletakkan berjajar rapat dan posisinya berdiri, ditimbun kembali dengan tanah dengan membiarkan tiga ruas teratas berdaun tetap berada di atas tanah, dan disiram secukupnya. Berdasarkan panduan dan anjuran pembibitan dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Balittri 11 , bibit lada yang siap tanam di kebun adalah bibit lada yang telah berukuran 5-7 ruas. Untuk bibit setek satu ruas, bibit tersebut harus dibibitkan terlebih dahulu pada media persemaian hingga berukuran 5-7 ruas, baru ditanam di kebun. Bibit yang diperoleh dengan cara setek tujuh ruas, dapat langsung ditanam di kebun. d. Bibit dari persemaian bibit Untuk bibit satu ruas setek daun, setelah dicelupkan ke dalam hormon Rootone atau Rhizophon, setek daun dapat disemai pada media persemaian. Persyaratan media persemaian yang baik adalah media tanah tidak terlalu cerul terlalu banyak mengandung pasir dan tidak terlalu kaya bahan organik, lingkungan persemaian harus lembab, penyiraman harus teratur dan kelebihan air di sekitar lingkungan persemaian harus dibuang, dan membuat perlindungan berupa atap atau dari daun-daunan misalnya daun paku-pakuan dari jenis Gleichnia sp. 3. Persiapan panjatan junjung Cara membuat dan pengadaan tiang panjat panjatan berhubungan dengan tingkat kesuburan, perkembangan, dan produksi lada. Tanaman lada adalah tanaman menjalar dan memanjat, sehingga perlu dibuatkan tempat menjalarnya, agar dapat tumbuh cabang, daun, bunga, dan buah secara baik dan leluasa. Baik atau tidaknya persiapan panjatan, dapat dilihat dari beberapa persyaratan atau kriteria sebagai berikut: a. Pemilihan jenis panjatan Ada dua jenis panjatan yang secara umum dipakai, yaitu tiang panjatan hidup dan mati. Panjatan hidup adalah tanaman yang dijadikan sebagai media menempel dan memanjat tanaman lada. Menurut 11 [Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka tanaman Industri. 2010. Booklet Lada . http:balittri.litbang.deptan.go.id. [Diakses 17 April 2010] 22 Rismunandar 2007, tanaman panjatan hidup yang dapat digunakan adalah tingginya sekitar 60-75 cm atau dapat pula 1-2 m dengan diameter sekitar 5 cm. Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai panjatan hidup, antara lain dadap Erythrina fuscca, lamtoro gung, kapok Ceiba pentandra , dan kalikiria Glyricidia maculata. Selain itu ada juga tanaman buah-buahan. Tetapi yang umum digunakan petani lada adalah dadap, karena pertumbuhannya cepat, mudah diperoleh, murah, dan dapat ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada. Keuntungan penggunaan panjatan hidup untuk budidaya lada, diantaranya: i. Kadar nitrogen meningkat, khususnya pada tanaman panjat dari keluarga Leguminoseae, sehingga kesuburan tanah meningkat. ii. Dedaunan dan ranting dari hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, di pangkal batang lada, sehingga dapat berfungsi pula sebagai pupuk kompos. iii. Harga lebih murah dibanding panjatan mati seperti kayu ulin atau tiang beton dan mudah didapat karena banyak sumbernya. iv. Mudah dibentuk menjadi batang tunggal sentral, dengan ketinggian yang bisa disesuaikan sesuai kebutuhan perkembangan tanaman lada yang diinginkan. v. Pergantian atau peremajaan panjatan lebih mudah dan lebih cepat dilakukan. vi. Dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman lada. Selain itu terdapat juga beberapa kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut: i. Persaingan antar tanaman panjatan dan tanaman lada dalam memperoleh makanan dari unsur hara tanah, karena perakaran kedua tanaman sangat dekat, bahkan di dalam tanah bersentuhan dan tumpang tindih, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanaman lada, termasuk tingkat pembuahan. 23 ii. Memerlukan tingkat frekuensi pemangkasan relatif sering, agar kondisinya tetap mendukung kesuburan tanaman lada. Keterlambatan pemangkasan tanaman panjatan pada musim menjelang lada mulai berbunga dapat mengakibatkan kemunduran produksi buah. iii. Tanaman panjatan dapat diserang hama dan penyakit, yang dapat menular pada tanaman lada, atau mengakibatkan tanaman lada tidak mempunyai panjatan yang sempurna bagi kesuburan pertumbuhannya. iv. Apabila tanaman panjatan sudah besar dan berumur atau tanaman mati atau rusak, maka penggantian panjatan tidak mudah dilakukan. Apalagi jika tanaman lada sudah berumur dan tumbuh subur. Sementara itu panjatan mati adalah panjatan yang terbuat dari kayu atau tiang beton, tetapi umumnya berasal dari bahan kayu. Jenis-jenis kayu yang banyak digunakan sebagai panjatan mati antara lain kayu mendaru, kayu melangir, kayu gelam, dan kayu belian kayu ulin atau kayu besi. Panjatan mati yang digunakan terdiri dari dua tahap, yaitu panjatan sementara dan panjatan permanen. Panjatan sementara tingginya sekitar 2 m di atas tanah atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 1,5-2 m saja dan diameter sekitar 10-15 cm. Difungsikan paling lama enam bulan, setelahnya diganti dengan panjatan permanen. Tinggi kayu panjatan permanen di atas tanah sekitar 2,5-3 m atau panjang panjatan keseluruhan dapat sekitar 2,5-3 m saja dan diameter sekitar 15-20 cm, sedangkan jika panjatan permanen menggunakan beton, maka ketinggiannya sekitar 2 m di atas tanah. Beberapa keuntungan penggunaan panjatan mati adalah: i. Dapat didirikan tepat pada waktunya, dapat diatur agar memiliki ukuran relatif sama, dan tidak memerlukan pemangkasan. ii. Tidak terjadi persaingan pengambilan makanan dari tanah dengan tanaman lada, tidak lembab, sehingga mendukung kesehatan tanaman lada tanaman lada terhindar dari penyakit. Disamping itu terdapat beberapa kekurangan dari penggunaan panjatan mati, yaitu antara lain: 24 i. Harga kayu untuk panjatan mati cukup mahal dan makin sulit mendapatkan jenis kayu yang baik, yang diharapkan sesuai dari sisi jumlah, ukuran, dan tinggi kayu, karena terbatasnya sumber perolehan kayu hutan. ii. Tidak dapat berfungsi menyuburkan tanah. iii. Tidak dapat berfungsi sebagai pelindung bagi tanaman lada yang baru ditanam, sehingga memerlukan pelindung lain. iv. Kayu dapat cepat rusak diterpa panas dan hujan yang silih berganti dan pembusukan di pangkal. b. Penanaman panjatan junjung Panjatan hidup dapat ditanam sebelum atau bersamaan dengan tanaman lada, tergantung dari jenis tanaman yang digunakan sebagai panjatan, serta kecepatan pertumbuhannya. Untuk tanaman panjatan yang pertumbuhannya lama dan lambat membesar, sebaiknya ditanam sebelum bibit lada ditanam, sedangkan untuk tanaman yang cepat tumbuh dan besar, dapat ditanam bersamaan dengan penanaman bibit lada. Panjatan hidup dengan tinggi sekitar 60-75 cm atau 1-2 m dengan diameter sekitar 5 cm, ditanam di tengah-tengah bedengan guludan dan berdekatan dengan lubang tanam yaitu sekitar 10-20 cm di sebelah utara atau selatan sisi lubang tanam, dengan kedalaman tanam sekitar 30-50 cm. Panjatan sementara, yang berukuran sekitar 1,5-2 m atau tingginya 2 m diatas tanah dan diameter sekitar 10-15 cm dapat dibuat dan ditanam sebelum atau bersamaan dengan penanaman tanaman lada, ditanam berdekatan, di sisi utara atau selatan lubang tanaman lada, dengan jarak sekitar 10-20 cm dan kedalaman tanam sekitar 20 cm. Panjatan permanen, yang berukuran sekitar 2,5-3 m atau tingginya dapat pula diusahakan 2,5-3 m di atas permukaan tanah dan dengan diameter sekitar 15-20 cm untuk kayu dan sekitar 2 m di atas tanah untuk beton, ditancapkan ditanam ke tanah pada jarak sekitar 50 cm dari titik pusat batang tanaman lada di sebelah utara atau selatan, dengan kedalaman penanaman sekitar 50-60 cm. 25 c. Penggantian peremajaan panjatan junjung Untuk panjatan mati, harus dilakukan dua tahap, yaitu panjatan sementara dan kemudian panjatan permanen, yang cara teknis penggantiannya harus memenuhi tatacara dan persyaratan sebagaimana diuraikan di atas. Untuk panjatan hidup, harus dilakukan pemangkasan dan penggantian panjatan yang mati atau terkena penyakit, dengan tatacara serta persyaratan yang tepat. 4. Penanaman Penanaman bibit lada hasil persemaian atau persiapan bibit, memiliki teknis atau cara yang baik dan sangat menentukan tumbuh atau tidaknya bibit secara baik. Beberapa persyaratan dan cara-cara yang baik dilakukan dalam penanaman lada, yaitu Rismunandar 2007: a. Pembuatan lubang tanam baru, dengan ukuran 20 x 20 cm 2 dan kedalaman 20-30 cm, yang dilakukan pada bekas galian lubang tanam yang telah dibuat saat proses persiapan lahan sebelumnya, dengan posisi di sebelah utara atau selatan panjatan. b. Pemasukan bibit ke dalam lubang, yaitu dengan cara bibit setek yang tersedia dimasukkan dalam lubang tanam dengan posisi dasar setek berada di bagian bawah, hingga kedalaman sekitar 20-30 cm sekitar empat ruas, tanpa daun dan cabang, dan tiga ruas ada daun dan cabang di atas permukaan tanah dengan posisi setek sekitar 45° mengarah ke tiang panjat. c. Penstabilan batang bibit dalam tanah dilakukan dengan menutup kembali lubang dengan tanah halus. Penimbunan tanah agak ditekan, sehingga posisi bibit menjadi kuat. Tanah yang ditimbun dibuat agak cembung dan diperiksa agar batang bibit telah berada pada keadaan stabil. d. Pengikatan bibit pada panjatan, dengan cara setiap sisi ruas setek di bagian luar lubang tanam tiga ruas diikatkan pada panjatan junjung hidup, sementara, atau permanen sesuai panjatan yang digunakan dengan menggunakan tali; dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak melukai tunas muda; diikat tidak terlalu kuat, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman atau dililitkan saja, sehingga dapat lepas sendiri; dan diikat hingga ketinggian tanaman mencapai 1-1,5 m. 26 e. Jumlah bibit yang ditanam per lubang lebih dari satu pada setiap lubang tanam untuk mencegah risiko kematian bibit. Umumnya satu lubang tanam dapat ditanam dua hingga tiga 2-3 bibit setek. f. Pemberian perlindungan bibit yang telah ditanam dengan cara diberi pelindung, seperti atap, alang-alang, pakis andam, atau resam, agar terhindar dari sinar matahari yang dapat menyebabkan kekeringan. g. Penciptaan kelembaban tanah dengan cara tanah di sekitar bibit ditutupi dengan mulsa dan disiram secukupnya secara teratur setiap hari pagi dan sore, sampai tumbuh tunas muda. 5. Pemupukan Tanah pada lahan budidaya tanaman lada, dapat mengalami kemuduran fisik ataupun kimiawi. Hal tersebut dapat berdampak pada merosotnya hasil produksi tanaman lada. Artinya, kesuburan tanah sangat berpengaruh kepada produktivitas tanaman lada. Daur kesuburan tanah kebun lada bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jenis tanah, jenis tanaman yang dikelola, dan pengelolaan kesuburan tanah secara fisik ataupun kimiawi. Pengelolaan kesuburan tanah dapat diupayakan melalui proses pemberian pupuk pemupukan yang tepat, agar kebutuhan unsur hara tanaman terpenuhi. Persyaratan atau kriteria pemupukan yang tepat dan baik dapat dilihat dari jenis pupuk yang diberikan, dosis pupuk, waktu pemupukan, dan frekuensi pemupukan. a. Jenis pupuk Ada dua jenis pupuk yang dapat diberikan, yaitu pupuk organik dan anorganik kimia. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik, yaitu sampah dedaunan yang lapuk kompos, pemberian tanah bakaran, abu kayu, bungkil kacang, ampas minyak kedelai, sampah ikan, sampah udang, pupuk kandang matang, guano kotoran kelelawar, pupuk kandang cair, tepung darah, dan tepung tulang. Pupuk guano sering digunakan, karena lebih baik dibandingkan pupuk organik lainnya. Selain itu, pupuk anorganik kimia dengan jenis yang lengkap, yaitu urea zat penyubur daun dan tanaman, TSP penguat batang, cabang, dan buah, 27 serta KCL ataupun Dolomit menjaga keasaman tanah dan memperkuat pembungaan. b. Dosis, waktu, dan frekuensi pemupukan Pemberian pupuk untuk menjaga keseimbangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman lada dari dalam tanah, harus dilakukan dalam dosis, waktu, dan frekuensi yang tepat. Dosis pupuk sangat bergantung pada umur tanaman dan analisis tanah. Bila analisis tanah belum dilakukan, maka dosis pemberian pupuk, khususnya pupuk anorganik kimia, dapat mengikuti aturan pada Tabel 4, yang diberikan paling banyak tiga kali, yaitu awal, pertengahan, dan menjelang akhir musim hujan. Tabel 4. Dosis Pupuk Anorganik Kimia untuk Tanaman Lada dengan Panjatan Hidup dan Mati Panjatan Hidup Umur Tanaman Dosis grampohon Keterangan Urea TSP KCL Dolomit 3-12 bulan 15 15 15 100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama. 13-24 bulan 30 30 30 200 24 bulan 1.SeptOkt 200 200 200 500 Interval pemupukan 30-49 hari. 2.NovDes 150 150 150 - 3.FebMar 100 100 100 - Panjatan Mati Umur Tanaman Dosis grampohon Keterangan Urea TSP KCL Dolomit 3-12 bulan 25 25 25 100 Pupuk diberikan empat kali setahun, mulai awal musim hujan, dengan interval 30-40 hari. Dolomit diberikan bersamaan dengan pemupukan pertama. 13-24 bulan 50 50 50 200 24 bulan 1.SeptOkt 350 350 350 500 Interval pemupukan 30-49 hari. 2.NovDes 250 250 250 - 3.FebMar 150 150 150 - Keterangan: Feb : Februari Sept : September Nov : November Mar : Maret Okt : Oktober Des : Desember Sumber: Rismunandar 2007 28 Menurut Rismunandar 2007, waktu pemupukan pemupukan utama dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu pertama, pada waktu persiapan lahan, sebagai pupuk dasar satu kali; kedua, saat tanaman berumur 3-12 bulan tahun pertama; ketiga, pada saat tanaman berumur 13-24 bulan tahun kedua; dan keempat, saat tanaman berumur lebih dari 24 bulan. Pupuk yang diberikan pada pemupukan pertama atau pada saat persiapan lahan sebagai pupuk dasar adalah pupuk organik, yaitu pupuk kandang, kompos, atau tanah bakaran humus, dengan dosis 5-10 kg per lubang tanam. Pemupukan tahap kedua dan ketiga diberikan dengan dosis seperti pada Tabel 4, yang diberikan empat kali setahun pada setiap awal musim penghujan dengan selang 30-40 hari. Kemudian, pemupukan keempat, setelah berumur lebih dari 24 bulan mulai berbuah, diberikan tiga 3 kali, selang 30-49 hari, secara berturut-turut setelah panen. Artinya, setiap setelah panen tahunan, di awal musim hujan diberikan pupuk. c. Cara pemupukan Pemberian pupuk, terutama bagi tanaman lada yang telah berumur 8-12 bulan, 13-24 bulan, dan lebih dari 24 bulan, dilakukan dengan cara menaburkan pupuk tersebut ke dalam parit kecil yang dibuat tepat di bawah lingkaran tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm. Sebelum pupuk diberikan, macam-macam pupuk tersebut dicampur terlebih dahulu. 6. Pemeliharaan Tujuan pemeliharaan secara keseluruhan antara lain untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan dan produksi, serta menjaga kondisi lahan dan tanaman lada. Sejak bibit ditanam, panen buah pertama setelah 24 bulan tahun ketiga, hingga berumur enam sampai tujuh tahun, produktivitas tanaman lada cenderung meningkat. Setelah itu, produktivitas mulai menurun hingga umur tanaman mencapai 17 tahun. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya pemeliharaan tanaman, agar produktivitas yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal. 29 Menurut hasil observasi dan penelitian yang dilakukan oleh BPTP Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung 2006 12 , pemeliharaan kebun yang dikelompokkan ke dalam dua tahapan, yaitu pemeliharaan kebun muda umur tanaman kurang dari dua tahun dan pemeliharaan tanaman produktif umur tanaman lebih dari dua tahun, saat ini masih dilakukan dengan cara-cara teknik pemeliharaan tradisional, seperti di zaman Belanda. Ditjenbun Deptan 2009 mengatakan bahwa tingkat produktivitas lada yang masih rendah, antara lain disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan. Adapun persyaratan pemeliharaan tanaman lada yang baik menurut Rismunandar 2007 adalah sebagai berikut: a. Penjagaan kondisi lahan Penjagaan kondisi lahan merupakan kunci keberhasilan budidaya tanaman lada. Tindakan-tindakan yang perlu diupayakan, yaitu: i. Memperhatikan fungsi pembuangan air drainase. ii. Untuk lahan yang miring, setiap terjadi gejala erosi dan kerusakan teras, maka segera diambil tindakan pencegahan. iii. Kebun dibersihkan dari segala jenis gulma. iv. Tanah di sekitar tanaman lada ditutup dengan mulsa agar tidak kering dan memadat. v. Pada musim kemarau, penggemburan tanah harus selalu dilakukan setelah panen. b. Pengaturan pertumbuhan tanaman pada panjatan Tanaman lada yang ditanam tidak dengan sendirinya memanjati panjatan junjung hidup atau panjatan mati, tanpa bantuan. Pengaturan pertumbuhan tanaman harus dilakukan sejak tunas baru mulai tumbuh dari ruas setek dalam bentuk cabang orthotrop sekitar satu bulan setelah tanam. Umumnya kondisi tanaman pada saat tersebut masih lemah dan belum membentuk akar perekat walaupun pertumbuhannya cukup cepat. 12 [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung. 2006. Budidaya Lada Ramah Lingkungan . http:babel.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 29 Januari 2010] 30 Oleh karena itu, tanaman lada tersebut perlu diikatkan pada panjatan, sehingga tidak menjalar di atas tanah. Pengikatan tunas-tunas muda harus dilakukan dengan hati-hati. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang karena dapat merusak batang. Setiap ruas memerlukan ikatan agar akar perekatnya dapat segera berfungsi. Ikatan dibiarkan hingga batang mencapai ketinggian sekitar 1,5 m. Agar tiang panjatan hidup atau mati cepat tertutupi, diusahakan hanya ada empat cabang yang dibiarkan tumbuh. Pertumbuhan dua buah cabang harus mengarah ke atas, sedangkan dua cabang lainnya mengarah ke samping. Cabang yang tumbuh ke samping diupayakan tetap tumbuh melekat ke atas. Selanjutnya, semua batang dilepaskan dari panjatannya. Kemudian, daun dan cabang yang masuk ke dalam tanah dibuang, lalu batang dimasukkan melingkari pohon panjatan, dengan posisi mendatar ke dalam lubang tanaman dan kedalaman maksimum 20 cm. Setiap dua ruas, dari setiap cabang pada batang pokok ditanam di sisi panjatan, tetapi lokasi penempatannya berbeda-beda. Dengan demikian, seluruh pohon panjatan dilingkari batang pokok. Cabang sekunder orthotrop perlu dipangkas agar dapat dihasilkan cabang-cabang orthotrop tersier. Dengan bertambahnya pembentukan cabang orthotrop di bagian atas, maka ranting plagiotrop akan bertambah banyak, sehingga jumlah bunga atau buah pada tanaman lada akan menjadi lebih banyak. Volume perakaran batang pokok yang dipanjatkan pada panjatan hidup permanen, seperti pohon dadap, sebaiknya ditingkatkan. Tujuannya agar di sekitar tanah di bawah pohon panjatan tertutup oleh akar tanaman lada. Caranya dengan memupuk tanaman lada yang berumur beberapa bulan dan sudah mencapai ketinggian sekitar 1-1,5 m. Pemupukan dilakukan pada lubang parit yang dibuat melingkari pohon panjatan. Jarak lubang tersebut dari batang pokok sekitar 20-25 cm dan kedalaman 30-40 cm. Ke dalam lubang ini, diisi pupuk kandang secukupnya. Bila menggunakan panjatan sementara, tanaman lada harus dipindahkan ke panjatan permanen. Teknis pelaksanaan pemindahan ini 31 tidak berbeda dengan upaya memperbanyak perakaran tanaman lada di sekitar panjatan, seperti pada pohon panjatan hidup permanen yang telah disebutkan sebelumnya. Batang pokok yang terlalu panjang, harus dipotong, sehingga tanaman lada hanya memiliki panjang sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya tanaman diikatkan pada tiang panjatan. Pengaturan pertumbuhan tanaman dapat dilihat secara lebih lengkap pada Tabel 5. Tabel 5. Jadwal Pertumbuhan Tanaman di Kebun Intensif dengan Panjatan Uraian Pertumbuhan Tanaman HP + 0 Tanam HP + 8 bulan  Tanaman lada mencapai tinggi 1,5 m. Panjatan sementara diganti dengan panjatan permanen.  Saatnya memperbanyak atau memperkuat perakaran.  Daun dan cabang sulur, hingga dekat pucuk dipangkas. HP + 8 bulan, 10 hari  Sulur dilepaskan dari panjatan dan dimasukkan ke dalam lubang melingkar panjatan.  Pucuk sulur berada dekat tiang. Pelaksanaannya pada siang hari, bila keadaan sulur agak lentur atau tidak mudah patah.  Lubang ini ditutup dengan tanah, tanah bakar, atau pupuk organik. HP + 16 bulan  Tiang panjatan sudah tertutup 23 bagian.  Diadakan pemangkasan kembali heading back pada seluruh tanaman lada, hingga tertinggal sekitar 30 cm di atas tanah. Selanjutnya akan tumbuh banyak cabang atau sulur orthotrop.  Cabang yang dipelihara hanya 12 cabang, yang merupakan kerangka dasar tanaman lada.  Bunga pertama keluar, tetapi perlu dipangkas. HP + 24 bulan  Tiang panjatan sudah tertutup hingga puncaknya.  Bunga tahap kedua dapat dipertahankan untuk menghasilkan buah dalam tahun ketiga. HP + 36 bulan Panen pertama Keterangan: HP=Hari pertama tanam Sumber: Rismunandar 2007 32 c. Pemangkasan Pemangkasan tanaman lada bertujuan untuk memperoleh cabang buah yang banyak; membentuk mahkota tanaman lada yang baik; menghasilkan bibit setek dari kebun produksi; membuang sulur tanah sulur cacing agar pertukaran udara lebih sempurna dan sinar matahari dapat langsung ke pokok batang lada; membuang sulur gantung; serta membuang sulur atau cabang yang terserang hama penyakit untuk mencegah penularan. Selain pemangkasan tanaman, pemangkasan panjatan juga perlu dilakukan, terutama jika yang digunakan adalah panjatan hidup. i. Pemangkasan tanaman lada Setelah tanaman lada berumur delapan bulan telah memiliki sekitar 8-9 ruas, cabang orthotrop yang dimasukkan ke dalam lubang berbentuk lingkaran harus sudah menutupi 23 bagian panjatan panjatan mati ataupun hidup. Dengan demikian, pertumbuhan lada akan tampak seperti kerucut. Agar terbentuk lebih banyak cabang orthotrop, batang pokok tanaman perlu dipangkas, termasuk cabang dan ranting, sehingga hanya tertinggal sekitar 30 cm. Pada cabang orthotrop baru akan tumbuh tunas air. Dari semua cabang tersebut dipilih sekitar 12 cabang, yang pertumbuhannya paling kuat. Cabang- cabang tersebut diikatkan pada panjatan. Selanjutnya, cabang-cabang tersebut akan membentuk kerangka dasar tubuh tanaman lada. Pertumbuhan cabang orthotrop dan plagiotrop akan memenuhi dan menutupi puncak panjatan hingga maksimum 4 m. Sebelum mencapai ketinggian maksimum, ujung sulur orthotrop perlu dipangkas tiga kali berturut-turut. Namum, agar lebih intensif, pemangkasan dilakukan hingga 7-8 kali. Dengan demikian, batang tanaman lada akan mencapai puncak panjatan yang tingginya mencapai 4 m. Sebelum tanaman berumur tujuh tahun, cabang orthotrop yang bergantungan harus dipangkas. Cabang-cabang ini biasanya akan mengganggu pertumbuhan ranting-ranting produksi. Cabang orthotrop yang tumbuh di bagian bawah batang pokok sedini 33 mungkin dipangkas. Demikian pula dengan cabang-cabang di atas ujung tiang panjat. ii. Pemangkasan panjatan hidup Pemangkasan panjatan hidup berguna untuk mengurangi saingan sinar matahari terhadap tanaman lada; agar kebun tidak terlalu lembab; pertukaran udara di dalam kebun lebih baik; dan daun pangkasan dapat dibuat serasah mulsa atau juga kompos. Pada panjatan berupa tanaman hidup, tingkat pertumbuhan maksimum juga harus dipertahankan. Pemangkasan panjatan hidup harus dilakukan 2-3 kali dalam setahun. Pada saat musim penghujan dilakukan pemangkasan dalam berat. Sementara itu, pada musim kemarau dilakukan pemangkasan seperlunya ringan. d. Penyulaman Penyulaman dilakukan pada bibit atau tanaman lada dewasa besar yang mati. Jika terdapat bibit yang mati, segera disulam diganti dengan bibit cadangan, yang telah disediakan sebelumnya sesuai dengan teknis penyediaan bibit yang baik. Penyulaman pada tanaman yang telah dewasa dilakukan dengan cara melepas tanaman lada yang berdekatan dengan tanaman lada yang mati. Tanaman lada yang dijadikan sulaman, yang merupakan cabang orthotrop, punya cabang lebih dari 2 atau 3 batang umumnya yang dipelihara lebih dari 3-4 cabang batang dan panjangnya sudah lebih dari 2,5 m. Tanaman lada tersebut dilepaskan dari panjatannya, kemudian dibenamkan pada saluran yang dibuat menuju panjatan tanaman lada mati atau yang akan disulam. Cabang-cabang dari cabang orthotrop yang terpendam dalam saluran tersebut harus dipotong, begitu pun daun-daunnya. Bagian pucuk tanaman lada sulaman tersebut ditinggalkan 2-3 cabang dan diikatkan pada panjatan tanaman lada yang telah mati tersebut, sesuai dengan teknis. 7. Pengendalian hama dan penyakit tanaman Serangan hama dan penyakit dapat menurunkan produksi tanaman lada. Hama utama tanaman lada yang paling sering dihadapi oleh petani lada di Indonesia, termasuk di Bangka Belitung adalah hama penggerek batang 34 Lophobaris piperis, penghisap bunga Diconocoris hewetti, dan penghisap buah Dasynus piperis 13 . Sementara itu, penyakit yang umum ditemukan adalah penyakit kuning, akibat serangan nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne incognita , Phytophthora capsici, Fusarium oxyporum, dan faktor tanah; penyakit busuk pangkal batang, akibat serangan Phytophtora capsici; dan penyakit keriting, akibat serangan Pepper Yellow Mottle Virus PYMV dan Cucumber Mosaic Virus CMV 14 . Karena serangan hama dan penyakit pada tanaman lada dapat mempengaruhi produksi lada, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit tanaman lada dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip Pengendalian Hama Terpadu PHT yang dipadukan dengan pengendalian secara mekanik ataupun pengendalian secara kimiawi. Pengendalian Hama Terpadu PHT merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai dan seserasi mungkin untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankannya pada suatu aras yang berada di bawah populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi Untung 1997 diacu dalam Adang dan Budiman 2004 15 . Setelah penyelenggaraan pelatihan PHT secara terprogram, paradigma PHT yang berkembang adalah PHT ekologi, dimana proses pengendalian alami hama dan pengelolaan ekosistem lokal oleh petani ditempatkan pada posisi sentral, yang artinya segala kegiatan pengelolaan ekosistem pertanian dan pengendalian hama sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika ekosistem termasuk populasi musuh alami. Paradigma PHT ekologi tidak mengembangkan perlunya dilakukan intervensi pengendalian dengan pestisida kimia sintetik 16 . Walaupun demikian, pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida 13 IW Laba dan IM Trisawa. 2006. Pengelolaan ekosistem untuk pengendalian hama lada. Perspektif 5 2 Desember: 86-97. http:perkebunan.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 7 April 2010] 14 Usman D dan D Pranowo. 2009. Kondisi kritis lada putih Bangka Belitung dan alternatif pemulihannya. Jurnal Litbang Pertanian 28 1. http:www.pustaka-deptan.go.id. [Diakses tanggal 11 September 2009] 15 Adang A dan Budiman H. 2004. Analisis tingkat penerapan dan manfaat teknologi pengendalian hama terpadu PHT pada usahatani lada di Provinsi Bangka Belitung. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. http:www.babelprov.go.id. [Diakses tanggal 7 April 2010] 16 Rachmat H, Saktyanu KD, Tjetjep N, dan Roosgandha E. 2004. Perspektif penerapan pengendalian hama terpadu dalam usahatani lada. Seminar Hasil Penelitian PHT Perkebunan Rakyat di Bogor, Tanggal 20-21 Januari 2004 . Bogor: Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. http:ejournal.unud.ac.id. [Diakses tanggal 7 April 2010] 35 kimiawi, yang mengacu pada batas maksimum residu pestisida, tetap dapat dilakukan, terutama pada saat populasi hama atau intensitas serangan patogen penyakit tinggi, dengan tujuan menekan perkembangan hama dan patogen, baru setelah itu diikuti aplikasi pengendalian secara hayati mempergunakan musuh alaminya 17 . Berdasarkan prinsip-prinsip cara-cara PHT yang dipadukan dengan pengendalian mekanik ataupun pengendalian secara kimiawi tersebut, dapat disusun upaya teknis pengendalian hama dan penyakit, yang terdiri atas upaya pencegahan dan penanggulangan setelah terjadi atau pada saat serangan tinggi. Adapun upaya-upaya pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu: a. Pencegahan Pencegahan merupakan upaya teknis yang dilakukan oleh petani untuk mencegah terjadinya sebelum terjadinya serangan hama atau penyakit tertentu. Adapun hal-hal yang dilakukan, antara lain: i. Menanam varietas tanaman lada yang toleran terhadap serangan hama dan penyakit tertentu, terutama yang mewabah di daerah penanaman lada tersebut. Adapun keunggulan beberapa varietas lada yang telah diuji dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Keunggulan Tujuh Varietas Lada yang Telah Diuji Varietas Ketahanan terhadap Daya Adaptasi Penykit Kuning Penyakit BPB Hama Penggerek Cekaman Air Kelebihan Air Petaling 1 Medium Rentan Rentan Kurang Sedang Petaling 2 Rentan Toleran Rentan Tinggi Sedang Natar 1 Rentan Toleran Toleran Sedang Sedang Natar 2 Medium Rentan Toleran Sedang Kurang Cunuk RS Rentan Toleran Rentan - - LDK RS Rentan Toleran Rentan Kurang - Bengkayang Medium Rentan - - - Keterangan: BPB: Busuk Pangkal Batang; LDK: Lampung Daun kecil; -: Belum diuji Sumber: Nuryani dan Mustika 1989, Hamid et al. 1991, Nuryani et al. 1992, Zaubin 1991, dan Nuryani et al. 1993 Diolah 18 17 [Balittri] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka tanaman Industri. Op.cit 18 _______. 2010. Prospek Lada. http:balittri.litbang.deptan.go.id. [Diakses 17 April 2010] 36 Selain varietas yang telah disebutkan, menurut Rismunandar 2007, terdapat varietas-varietas lain, seperti lada Lampung, Lampung Daun Lebar LDL, Muntok, Belantung, Kerinci, dan Jambi. Keunggulan dari varietas-varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Keunggulan Varietas Lampung, Lampung Daun Lebar LDL, Muntok, Belantung, Kerinci, dan Jambi Varietas Respon terhadap Penykit Kuning Penyakit BPB Lampung Peka Peka LDL Agak tolerantahan Peka Muntok Toleran Toleran Belantung - Agak tolerantahan Kerinci - Peka Jambi Kurang tolerantahan Agak tolerantahan Keterangan: BPB : Busuk Pangkal Batang LDK : Lampung Daun kecil - : Tidak disebutkan di dalam referensi Sumber: Rismunandar 2007 Diolah ii. Pemilihan bahan tanaman yang sehat. iii. Melakukan penyiangan terbatas bobokor secara rutin di sekitar tanaman, sebatas kanopi tanaman. iv. Penanaman tanaman penutup tanah yang berbunga misalnya Arachis pintoi , di sela tanaman lada diluar lingkaran kanopi tanaman lada. v. Melakukan pertanaman tumpangsari. vi. Pemangkasan tanaman lada secara teratur, terutama sulur cacing dan sulur gantung. vii. Melakukan pemangkasan tanaman pelindung secara teratur jika menggunakan tajar atau junjung hidup. viii. Memberikan pupuk secara optimal atau sesuai komposisi. ix. Pembuatan parit keliling dan saluran drainase, agar tanah tidak lembab dan sirkulasi air lancar. x. Membuat pagar keliling pada kebun tanaman lada. xi. Mengambil mengumpulkan hama dari tanaman lada yang terserang. 37 xii. Melakukan pengamatan hama dan penyakit pada kebun lada secara teratur. b. Penanggulangan setelah terjadi atau pada saat serangan hama dan penyakit tinggi berat Setelah serangan hama dan penyakit terjadi pada tanaman lada, atau bahkan pada saat intensitasnya tinggi, perlu segera dilakukan upaya pengendalian, terutama agar hama dan penyakit tidak menyebar ke tanaman-tanaman lada lain, dalam satu area, yang masih sehat. Adapun upaya-upaya pengendalian yang dilakukan, antara lain: i. Pemotongan cabang ranting yang terserang hama dan penyakit tertentu, kemudian dibakar. ii. Mengisolasi tanaman yang terserang hama atau penyakit dari tanaman yang sehat, dengan membuat parit. iii. Mencabut tanaman yang terserang hama atau penyakit. iv. Memusnahkan tanaman yang terserang hama atau penyakit dengan cara dibakar di tempat atau disiram bubur bordo. v. Menggunakan insektisida, nematisida, fungisida, atau pestisida nabati. vi. Penyemprotan dengan insektisida, nematisida, fungisida, atau pestisida kimiawi sesuai dengan jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman lada. 8. Panen Masing-masing varietas tanaman lada memiliki waktu panen yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh iklim dan jenis tanah pada lokasi penanaman. Mendekati umur 16 bulan, lada mulai berbunga berbunga tahap pertama. Seluruh bunga pertama tidak dipelihara hingga menjadi buah, tetapi harus dirompes agar pertumbuhan generatif di tahun berikutnya meningkat. Tanaman akan berbunga kembali saat mendekati umur 24 bulan berbunga tahap kedua. Bunga kedua inilah yang dibiarkan dan dipertahankan untuk menghasilkan buah dalam tahun ketiga. Saat mulai berbunga, tanaman lada sangat dipengaruhi oleh iklim, sehingga tidak dapat dipastikan musim berbunga yang tepat. Namun, umumnya, musim berbunga utama sering didahului oleh musim kemarau yang 38 kuat, sehingga tanaman lada agak menderita kekeringan. Musim kemarau yang lemah mengakibatkan tanaman lada terus membentuk organ penghasil bunga, sehingga bunga dapat menghasilkan buah yang tidak menentu. a. Waktu panen Dengan pemeliharaan yang baik, umur panen tanaman lada yang menggunakan panjatan junjung mati akan lebih baik dari pada menggunakan panjatan junjung hidup. Namun, dari sisi masa produktivitas, tanaman lada yang menggunakan panjatan junjung hidup masih lebih baik. Lada panjat dengan panjatan mati dapat dipanen pada umur sekitar 2-3 tahun, dengan masa produktif sampai umur 10 tahun. Sedangkan lada dengan panjatan hidup, dapat dipanen setelah berumur 3-4 tahun, dengan masa produktif mencapai 15 tahun. Biji lada yang dipetik apabila telah berumur sekitar tujuh 7 bulan, sejak mulai terbentuknya bunga, untuk menjaga kualitasnya. Buah lada yang masak ditandai dengan warna hijau tua yang kemudian berubah warna menjadi kuning sampai merah. Umumnya panen besar berlangsung pada bulan Maret sampai Mei, bila musim berbunga utama terjadi pada bulan Juli hingga September tahun sebelumnya. Panen susulan berlangsung pada bulan Agustus sampai September, bila musim bunga susulan terjadi pada bulan Desember hingga Januari. Hasil panen terbaik dari sisi kuantitas dan kualitasnya diperoleh dari tanaman yang sudah berumur 3-8 tahun. Beberapa cara yang dilakukan petani lada untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang baik adalah membuang bunga, terutama jika tanaman lada yang berbunga berumur kurang dari tiga tahun. Jika dibiarkan, maka jumlah panen akan sedikit tidak optimal. Perlakuan ini bertujuan agar pertumbuhan tanaman lada lebih rimbun dan menghasilkan batang yang lebih kuat. Berdasarkan bentuk dan pertumbuhan bunga atau buah, akan dijumpai berbagai macam stadia kematangan biji lada, yaitu: i. Matang susu, yaitu tingkat kematangan buah yang isinya masih lunak dan kulitnya berwarna hijau muda. Buah tersebut termasuk buah muda. 39 Bila buah yang demikian diolah, maka biji lada hitam atau lada putih yang dihasilkan akan keriput, berkualitas rendah, dan bobotnya ringan. ii. Matang penuh, yaitu tingkat kematangan buah yang isinya sudah padat, cukup keras, dan kulitnya berwarna hijau. Buah ini merupakan buah yang sudah matang petik, untuk diolah menjadi lada hitam berkualitas tinggi atau untuk dicanning. iii. Matang petik, yaitu tingkat kematangan buah yang kulitnya mulai menguning hingga merah dengan biji keras. Buah tersebut sangat baik untuk diolah menjadi lada putih. Masa berbunga pada setiap ranting atau cabang buah dalam satu panjatan lada tidak sama dan dapat berlangsung selama tiga bulan. Oleh karena itu, pemetikan buah lada pun tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kematangan pada buah dan tujuan akhir dari produk. Buah lada yang akan diolah menjadi lada putih, dipanen saat warna buah sudah menguning atau memerah. Saat dilakukan pemetikan, sebaiknya buah diseleksi terlebih dahulu. Pemetikan biasanya dilakukan setiap minggu dan panen keseluruhan dapat berlangsung minimum hingga enam kali pemetikan. Pada pemetikan ini, ada kemungkinan buah yang masih muda ikut terpetik, sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk. Agar kualitas lada putih tetap terjaga, maka perlu diperhatikan warna buah pada satu dompolan, yaitu merah 18 persen, kuning 22 persen, dan hijau 60 persen. b. Cara panen Petani lada umumnya melakukan pemetikan lada secara manual, dengan tangan atau menggunakan gunting. Pemetikan dilakukan terhadap dompolan buah, pada pangkal tangkainya. Untuk dompolan buah yang terdapat di bagian atas pohon, pemetikannya dapat dilakukan dengan bantuan tangga. c. Hasil tanaman lada Produksi lada per hektar tergantung dari varietas tanaman yang digunakan, intensitas pengelolaan kebun intensif dan ekstensif, dan daerah penanamannya. 40

2.2. Penelitian Terdahulu

Amiruddin 2002 19 mengungkapkan adanya permasalahan yang dihadapi komoditi lada, khususnya di Bangka Belitung, yaitu 1 pengelolaan usahatani di tingkat petani belum optimal, sehingga penerapan teknologi budidaya lada masih kurang mendukung bagi peningkatan hasil yang memadai; 2 tingkat harga hasil yang relatif rendah, sedangkan di lain pihak harga sarana produksi pupuk dan pestisida relatif tinggi atau mahal; 3 gangguan organisme tanaman lada yang bersifat epidemik, sehingga kelayakan umur lada menjadi terbatas dan sejalan itu penerapan PHT Pengendalian Hama Terpadu masih terbatas; 4 mutu hasil belum memenuhi standar karena sarana dan prasarana pengolahan yang memadai keberadaannya masih terbatas, sedangkan di tingkat petani dilakukan secara konvensional; 5 informasi pemasaran hasil terbatas, rantai pemasaran atau tataniaga lada relatif panjang, dan kelembagaan petani masih lemah; 6 sumberdaya petani, baik pengetahuan, maupun permodalan masih lemah atau terbatas ketersediaannya. Menurut Hermanto 2009 20 , ada beberapa permasalahan yang mempengaruhi produksi lada di Bangka Belitung, khususnya ke arah penurunan, yaitu 1 tingkat produktivitas tanaman yang rendah; 2 tingkat harga lada yang relatif rendah, sementara harga sarana produksi, seperti pupuk dan pestisida, relatif mahal; 3 tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit; 4 masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk; 5 sumberdaya petani, baik pengetahuan, maupun permodalan masih terbatas; dan 6 semakin menurunnya luas areal pertanaman lada karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas pertanian lainnya, seperti karet dan kelapa sawit. Pihak pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pun telah menyadari hal tersebut. Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bayo Dandari 2009 21 , mengemukakan hal yang sama, bahwa permasalahan yang mempengaruhi produksi lada, yaitu 1 19 Amiruddin Syam. 2002. Efisiensi produksi komoditas lada di Provinsi Bangka Belitung. http:ejournal.unud.ac.id. [Diakses tanggal 3 Desember 2009] 20 Hermanto. 13 Juni 2009. Mengembalikan Kejayaan Muntok White Pepper. Bangka Pos. http:cetak.bangkapos.com. [Diakses tanggal 16 November 2009] 21 [Diskominfo] Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.Op.cit 41 penyakit yang menyerang lada, sehingga menghalangi peningkatan produksi lada; 2 lahan yang rusak akibat aktivitas tambang timah; 3 mutu tanaman lada yang ditanam masih rendah, terutama dari sisi produktivitasnya; 4 harga jual yang murah; 5 biaya produksi mahal; dan 6 adanya persaingan usaha perkebunan lada dengan perkebunan kelapa sawit dan tambang timah. Masanto 2008 22 , mengatakan bahwa tanaman yang tidak bisa berproduksi optimal akibat serangan hama dan penyakit hama kepik penghisap buah lada dan penyakit kuning dan rendahnya harga jual lada di pasaran menurunkan motivasi petani untuk memelihara kebun lada mereka yang telah ada, apalagi membuka lahan perkebunan lada yang baru, yang artinya produksi lada juga akan menurun. Selain itu adanya penghasilan yang dirasa lebih baik, yaitu tambang timah, juga turut berdampak pada produksi lada di Bangka Belitung. Hal tersebut semakin dipertegas melalui hasil studi lapangan Kurniawati Y et al . 2009, yang menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah produksi lada yang disebabkan oleh 1 menurunnya harga jual lada sekitar Rp 37.750 sampai Rp 40.000 per kg; 2 biaya yang cukup besar harus dikeluarkan petani lada untuk mebudidayakan lada, seperti biaya pupuk kimia dan tenaga kerja untuk merawat kebun lada; dan 3 petani beralih profesi ke usaha lain seperti penambang timah, serta berkebun kelapa sawit dan karet, dimana harga jual dan proses produksi dianggap lebih cepat dan lebih mudah. Usaha lada pada dasarnya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat dipanen sekitar dua sampai tiga tahun dan juga memerlukan biaya, tenaga dan waktu dalam perawatannya, ditambah harga pupuk dan bibit yang mahal serta sulit diperoleh. Padahal, sebagai petani sederhana, petani lada perlu untuk memperoleh keuntungan uang dalam waktu yang cepat. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar petani lada beralih profesi ke bidang lain, seperti penambang timah, berkebun kelapa sawit, atau berkebun karet. Masuknya kelapa sawit ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan pertumbuhan luas tanam di atas 100 persen, semakin menimbulkan kekhawatiran petani lada akan beralih menjadi petani kelapa sawit, selain beralih menjadi penambang timah. Hasil studi ini pun menyimpulkan bahwa pertanian lada yang dikembangkan oleh petani lada 22 Masanto. 2009. Masa Depan Lada Bangka Belitung. http:bangkatengahkab.go.id. [Diakses tanggal 11 September 2009] 42 di Bangka Belitung pada umumnya menggunakan teknologi tradisional, dalam lingkup yang kecil dan sederhana, serta hingga saat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Marwoto 2003 dalam penelitiannya mengatakan bahwa usaha perkebunan lada tidak lagi efisien, sehingga banyak petani yang meninggalkan perkebunan lada, beralih profesi, dan investasi ke sektor usaha yang lebih memberikan kepastian dan keuntungan, seperti penambangan timah inkonvensional. Padahal, tambang timah adalah sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, dimana jika terus-menerus dieksploitasi akan habis ketersediaannya. Sementara itu, dari sisi input, petani harus membeli input produksi, terutama pupuk, obat-obatan, dan input tradable lainnya dengan harga yang jauh lebih mahal. Sedangkan dari sisi output, petani menerima harga jual yang lebih rendah dari seharusnya. Harga lada yang rendah, membuat petani lada tidak lagi mengandalkan lada sebagi sumber penghasilan utama, sehingga petani lada cenderung beralih profesi ke sektor lain yang memiliki tingkat uncertainty yang lebih rendah. Berdasarkan kajian komoditi unggulan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor PKSPL-IPB bekerjasama dengan Badan Perencana Pembangunan Daerah dan Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2008, terdapat beberapa peluang usaha pertanian, khususnya perkebunan yang dapat dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diantaranya kelapa sawit dan karet, selain lada. Perbandingan hasil analisis kelayakan yang dilakukan terhadap ketiga komoditas tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.