Penelitian Terdahulu HASIL DAN PEMBAHASAN

42 di Bangka Belitung pada umumnya menggunakan teknologi tradisional, dalam lingkup yang kecil dan sederhana, serta hingga saat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Marwoto 2003 dalam penelitiannya mengatakan bahwa usaha perkebunan lada tidak lagi efisien, sehingga banyak petani yang meninggalkan perkebunan lada, beralih profesi, dan investasi ke sektor usaha yang lebih memberikan kepastian dan keuntungan, seperti penambangan timah inkonvensional. Padahal, tambang timah adalah sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, dimana jika terus-menerus dieksploitasi akan habis ketersediaannya. Sementara itu, dari sisi input, petani harus membeli input produksi, terutama pupuk, obat-obatan, dan input tradable lainnya dengan harga yang jauh lebih mahal. Sedangkan dari sisi output, petani menerima harga jual yang lebih rendah dari seharusnya. Harga lada yang rendah, membuat petani lada tidak lagi mengandalkan lada sebagi sumber penghasilan utama, sehingga petani lada cenderung beralih profesi ke sektor lain yang memiliki tingkat uncertainty yang lebih rendah. Berdasarkan kajian komoditi unggulan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor PKSPL-IPB bekerjasama dengan Badan Perencana Pembangunan Daerah dan Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2008, terdapat beberapa peluang usaha pertanian, khususnya perkebunan yang dapat dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diantaranya kelapa sawit dan karet, selain lada. Perbandingan hasil analisis kelayakan yang dilakukan terhadap ketiga komoditas tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. 43 Tabel 8. Perbandingan Analisis Benefit Cost Ratio, IRR, dan Payback Period Komoditi Kelapa Sawit, Karet, dan Lada No Komoditi Perkebunan Benefit Cost Ratio IRR Internal Rate of Return Payback Period Tahun 1. Kelapa Sawit 1,25 23,65 10,05 2. Karet 2,6 23,9 12 3. Lada 1,99 48,99 3,08 Sumber: Badan Perencana Pembangunan Daerah dan Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor PKSPL-IPB 2008

2.3. Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

Hasil beberapa penelitian terdahulu, secara umum, menunjukkan terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama yang berkaitan dengan penurunannya, yaitu: 1 tingkat harga jual lada di tingkat petani yang relatif rendah murah, sehingga menurunkan motivasi petani untuk memelihara kebun lada mereka yang telah ada dan membuka kebun lada yang baru; 2 tingkat produktivitas tanaman yang rendah, yang misalnya disebabkan oleh rendahnya mutu tanaman lada yang ditanam; 3 harga sarana produksi biaya produksi, seperti pupuk dan pestisida, relatif mahal tinggi; 4 adanya serangan hama dan penyakit; 5 masih rendahnya usaha diversifikasi produk; 6 pengetahuan petani lada masih terbatas; 7 permodalan petani lada yang terbatas; 8 semakin menurunnya luas areal pertanaman lada karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas pertanian lainnya, seperti karet dan kelapa sawit, serta ditambah rusaknya lahan akibat aktivitas penambangan timah; dan 9 petani beralih profesi ke usaha lain, seperti penambangan timah, berkebun kelapa sawit, ataupun berkebun karet. Kesembilan permasalahan yang telah teridentifikasi tersebut, dalam penelitian ini, disintesakan dirangkum, dibatasi, dan ditetapkan menjadi tiga pokok permasalahan faktor. Ketiga permasalahan pokok tersebut merupakan permasalahan yang paling banyak disebutkan dalam beberapa penelitian terdahulu. Selanjutnya ketiga permasalahan tersebut diturunkan menjadi variabel penelitian dan dianalisis secara lebih mendalam, yaitu: 44 1. Harga jual lada di tingkat petani Harga jual lada merupakan insentif bagi petani untuk melakukan produksi. Semakin tinggi harga jual lada, maka petani akan bersemangat termotivasi untuk berproduksi. Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan, seluruhnya menyebutkan bahwa rendahnya harga lada yang diterima oleh petani, sebagai produsen utama lada di Bangka Belitung, menjadi salah satu penyebab penurunan produksi lada di daerah ini. Ditambah lagi biaya produksi lada yang tinggi. Jika harga lada relatif tinggi dan mampu menutupi biaya produksi, sekalipun biaya produksi tersebut tinggi, tidak menjadi hambatan bagi petani lada untuk berproduksi. Oleh karena itu, harga jual dianggap sebagai faktor yang penting. 2. Peluang usaha lain, selain usaha lada Pada saat harga jual lada rendah bahkan usaha lada cenderung tidak efisien, sehingga menyebabkan produksi lada di Bangka Belitung berfluktuasi dan memiliki tren yang menurun, muncul usaha lain yang dirasa lebih menguntungkan, khususnya oleh petani lada. Hal tersebut telah disebutkan dalam beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan. Usaha lain tersebut menjadi pesaing bagi pengusahaan lada. Usaha lain yang menjadi pesaing usaha kebun usahatani lada di Bangka Belitung antara lain adalah perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, dan penambangan timah, dimana harga jual dianggap lebih baik, serta proses produksi lebih cepat dan lebih mudah. Dalam konsep ilmu ekonomi, masyarakat dalam hal ini petani lada selalu dihadapkan kepada pilihan-pilihan dan merupakan makhluk rasional, yang membuat dan memilih pilihan-pilihan yang dibuatnya berdasarkan pertimbangan untung rugi, dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh atau opportunity cost biaya kesempatan. Adanya peluang usaha lain dianggap sebagai faktor yang penting, karena dapat mempengaruhi prioritas pengusahaan lada dan ketersediaan areal yang dimiliki oleh petani untuk menanam lada, sehingga pada akhirnya juga mempengaruhi produksi lada. 45 3. Teknologi budidaya lada petani Teknologi budidaya lada petani adalah perilaku petani lada dalam membudidayakan tanaman ladanya, khususnya dalam segi penerapan teknis budidaya yang baik dan kemajuan teknologi. Teknologi yang baik akan mendukung produksi dan produktivitas kebun lada. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa petani lada belum menerapkan teknis budidaya lada dengan baik, seperti mutu tanaman lada yang dipilih masih rendah; penanggulangan serangan hama dan penyakit yang belum optimal; serta pemeliharaan dan perawatan kebun lada yang kurang karena harga lada cenderung rendah dan biaya produksi yang tinggi. Padahal, penerapan teknologi budidaya lada yang baik, dapat mendukung produksi. Oleh karena itu penerapan teknologi budidaya dianggap sebagai faktor penting, yang mempengaruhi produksi lada. Pembatasan permasalahan menjadi tiga pokok faktor juga disebabkan karena keterbatasan waktu, dana, kemampuan, penguasaan teori dan konsep, serta ketersediaan data yang dimiliki oleh peneliti. Pembatasan permasalahan atau kajian tersebut pun menjadi pembeda antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu atau sebelumnya.