Klasifikasi Hutan TINJAUAN PUSTAKA

Di pegunungan tropika, hutan hujan bisa membentuk hutan hujan pegunungan yang barangkali karena tanah yang lebih dangkal dan kelerengan yang lebih tajam, tidak begitu lebat dan besar dibandingkan dengan hutan hujan dataran rendah Daniel dan Baker 1995. Apabila suatu hutan hujan pegunungan ditelusuri, makin ke atas maka fisiognomi jenis-jenis dominan dan struktur vegetasinya akan berubah. Perubahan ini akan jelas terlihat pada daerah tropik dibandingkan pada daerah temperate. Selanjutnya dikatakan pula bahwa semakin tinggi suatu tempat, sifat-sifat hutan tropika akan berubah menjadi hutan hujan montana yang vegetasinya mirip dengan hutan pada daerah dingin. Di zona ini terdapat dua tipe formasi hutan, yaitu hutan hujan sub montana dan hutan hujan montana. Di atas hutan hujan montana terdapat suatu batas dimana pepohonan tidak dapat tumbuh, komunitas yang ada hanya berupa vegetasi yang tumbuh kerdil vegetasi alpin dengan batuan cadas dan salju Tandju 1988.

2.2 Klasifikasi Hutan

Menurut Departemen Kehutanan 1992, hutan dapat digolongkan bagi tujuan pengelolaan hutan menurut hal-hal berikut: a. Susunan jenis. Hutan murni adalah hutan yang hampir semua atau seluruhnya dari jenis yang sama. Hutan campuran ialah hutan yang terdiri dari dua atau lebih jenis pohon. Baik hutan murni atau campuran dapat berupa seumur, tidak seumur atau segala umur. b. Kerapatan tegakan Pada umumnya, hutan berbeda-beda dalam hal jumlah pohon dan volume per hektar, luas bidang dasar dan kriteria lain. Perbedaaan antara sebuah tegakan yang rapat dan jarang, mudah dilihat dari kriteria pembukaan tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan volume, luas bidang dasar dan jumlah batang per hektar, dapat diketahui melalui pengukuran. Untuk keperluan praktis, tiga kelas kerapatan telah dibuat, yaitu:  Rapat, bila terdapat lebih dari 70 penutupan tajuk.  Cukup, bila terdapat 40-70 penutupan tajuk.  Jarang, bila terdapat kurang dari 40 penutupan tajuk. Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat karena persaingan yang keras terhadap sinar matahari, air dan zat mineral. Kemacetan pertumbuhan akan terjadi, tetapi tidak lama, karena persaingan diantara pohon-pohon yang ada akan mematikan yang lemah dan penguasaan oleh yang kuat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang, terbuka atau rawang menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dan pendek. Suatu hutan yang dikelola baik ialah hutan yang kerapatannya dipelihara pada tingkat optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan sinar matahari dan zat hara mineral dalam tanah. Dengan demikian hutan yang tajuknya kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila daerah terbuka yang ada, diisi dengan permudaan hutan atau pohon- pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut biasanya ditumbuhi gulma yang menganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau tanaman pokok. c. Komposisi umur. Suatu lahan disebut seumur, bila ditanam pada waktu bersamaan. Meskipun demikian, ukurannya dapat berlainan, karena laju pertumbuhan yang berbeda. Hutan segala umur terdiri dari pohon-pohon berukuran besar hingga tingkat semai. Jadi meliputi berbagai umur maupun ukuran. Sedangkan hutan tidak seumur ialah hutan yang mempunyai dua atau lebih kelompok umur atau ukuran. Misalnya hutan yang terdiri atas pohon-pohon yang sudah masak tebang, miskin riap dan ukuran pancang saja. Hutan segala umur biasanya penyebaran ukurannya lebih beragam dan jenisnya umumnya lebih toleran terhadap naungan. Sementara hutan seumur umumnya terdiri dari jenis intoleran. Angin topan, penebangan berlebihan, kebakaran dan bencana lain, menciptakan kelompok-kelompok yang tidak seumur. d. Tipe hutan. Tipe hutan ialah istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang mempunyai ciri-ciri yang sama dalam susunan jenis pohon yang dominan.

2.3 Stratifikasi Tajuk