137 Tabel 39 menunjukkan bahwa harga rata-rata yang paling sering muncul
modus adalah Rp 38.000. Harga rata-rata terendah adalah Rp 35.000, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 42.000. Rata-rata dari harga jual rata-rata yang diterima
oleh seluruh responden adalah Rp 39.200. Berdasarkan pengakuan responden, harga-harga yang mereka terima selama tahun 2009 masih mereka rasa rendah.
Hal ini disebabkan karena responden sempat merasakan tingginya harga lada putih di tahun 1997 yang mencapai Rp 75.000 sampai Rp 100.000 per kg nya.
Harga rata-rata agregat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2001-2009 pun masih digolongkan rendah jika dibandingkan harga-harga di tahun
1997 tersebut, walaupun tren harga rata-rata lada putih di tahun-tahun tersebut meningkat positif. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika motivasi petani
lada untuk mengusahakan lada masih rendah, karena insentif yang mereka terima atas harga-harga masih lebih rendah dibandingkan yang pernah mereka terima di
tahun 1997. Motivasi mereka mengusahakan lada saat ini lebih kepada motif berjaga-jaga dan berharap jika harga-harga lada putih akan kembali tinggi seperti
di tahun 1997. Dampaknya, produksi lada mereka di tahun 2009 juga masih dikategorikan rendah atau belum dilakukan dengan optimal.
6.2.3. Analisis Deskriptif Variabel Peluang Usaha Lain
Keragaman usaha lain responden dapat dilihat dari kombinasi usaha yang dilakukan dan komoditi yang diusahakan. Kombinasi usaha yang dilakukan oleh
responden telah diuraikan sebelumnya. Peluang usaha lain yang dilakukan oleh responden berdasarkan komoditi yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Usaha Lain Responden Petani Lada Tahun 2009
Jenis Usaha Usaha Lain
Jumlah Responden Orang Persentase
Pelaku Usaha Total
Pertanian Karet
29 30
96,67 Kelapa sawit
20 30
66,67 Ternak ayam
4 30
13,33 Nenas
2 30
6,67 Sayuran
2 30
6,67 Padi ladang
2 30
6,67 Nonpertanian
Timah 3
30 10,00
Perdagangan 3
30 10,00
Penampung karet 1
30 3,33
138 Tabel 40 menggambarkan bahwa secara umum responden memilih bidang
pertanian sebagai alih usaha lainnya. Peluang usaha lain pertanian yang paling banyak dikerjakan oleh responden adalah usaha kebun karet yang menghasilkan
produk getah karet, yaitu sebanyak 29 orang 96,67 persen dari seluruh responden. Selanjutnya adalah usaha kebun kelapa sawit dengan produk yang
berupa tandan buah segar, sebanyak 20 orang 66,67 persen dari seluruh responden. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa responden lebih tertarik
mengusahakan komoditi karet dan kelapa sawit, selain mengusahakan lada. Usaha nonpertanian yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah timah dan
perdagangan membuka toko, yang masing-masing sebanyak 3orang 10 persen dari seluruh responden.
Adanya peluang usaha lain yang dilakukan oleh petani lada memiliki pengaruh terhadap usaha lada mereka. Diversifikasi usaha yang dilakukan oleh
petani lada tentunya telah membuat prioritas untuk mengusahakan lada terbagi dengan usaha lain. Terlebih lagi jika petani tersebut lebih memprioritaskan usaha
lain, dibandingkan usaha ladanya. Beberapa contoh perilaku petani lada di Bangka Belitung yang tidak lagi memprioritaskan usaha ladanya antara lain pemeliharaan
lada saat budidaya hingga diolah menjadi lada putih tidak dilakukan dengan optimal, penerapan teknologi budidaya lada yang rendah dan cenderung asal-
asalan, alokasi permodalan dalam mengusahakan lada dikurangi atau didahulukan untuk usaha lain, curahan perhatian dan tenaga lebih banyak untuk usaha lain,
serta tidak adanya keinginan untuk mengembangkan usaha ladanya. Prioritas responden terhadap usaha lada mereka terlihat dari jawaban
mereka atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Jawaban responden mengenai prioritas pengusahaan lada dibanding dengan usaha lain yang mereka lakukan
dapat dilihat pada Tabel 41.
139
Tabel 41.
Jawaban Responden Mengenai Prioritas Pengusahaan Lada Dibanding Dengan Usaha Lain yang Dijalankan Selama Tahun 2009
Usaha Lain Jawaban Responden
Pelaku Usaha Orang Jumlah Responden
Pelaku Usaha Orang
Persentase Jawaban
a B
a b
Karet 3
26 29
10,34 89,66
Kelapa sawit 13
7 20
65 35
Ternak ayam 3
1 4
75 25
Nenas −
2 2
− 100
Sayuran 2
− 2
100 −
Padi ladang −
2 2
− 100
Timah 2
1 3
66,67 33,33
Perdagangan 2
1 3
66,67 33,33
Penampung karet −
1 1
− 100
Keterangan: a = Mendiversifikasi usaha kebun lada yang dimiliki dengan usaha pertaniannonpertanian lain, dan
memprioritaskan usaha pertaniannonpertanian lain tersebut dalam pengusahaannya tidak lagi memprioritaskan usaha kebun lada.
b = Mendiversifikasi usaha kebun lada yang dimiliki dengan usaha pertaniannonpertanian lain, tetapi masih memprioritaskan kebun lada dalam pengusahaannya
Tabel 41 Menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 89,66
persen dari seluruh responden yang menjalankan usaha lada dan karet, menjawab “b” atas perbandingan prioritas pengusahaan kedua usaha tersebut. Artinya
sebagian besar reponden tersebut masih memprioritaskan pengusahaan lada mereka. Responden yang menjalankan usaha lada dan kelapa sawit sebagian besar
65 persen menjawab “a”, saat ditanya perbandingan prioritas pengusahaan keduanya, yang artinya sebagian besar responden tersebut lebih memprioritaskan
usaha kelapa sawit mereka. Responden yang mengusahakan lada dan nenas, seluruhnya menjaw
ab “b” saat ditanya perbandingan prioritas pengusahaan kedua usaha tersebut, sehingga
dapat dikatakan bahwa mereka masih memprioritaskan pengusahaan ladanya. Begitupula dengan responden yang mengusahakan lada dan padi ladang. Sebagian
besar responden yang mengusahakan lada dan penambangan timah ataupun lada dan perdagangan menyatakan bahwa mereka cenderung lebih memprioritaskan
pengusahaan timah, bagi yang mengusahakan timah dan lebih memprioritaskan usaha dagang, bagi yang memiliki usaha perdagangan. Sementara itu, responden
yang bekerja sebagai penampung karet sekaligus mengusahakan lada menyatakan tetap memprioritaskan usaha ladanya.