Kesimpulan Saran HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. KESIMPULAN DAN

SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi di Cagar Alam Sibolangit terdiri dari 36 spesies. Tingkat semai dan pancang di kawasan tersebut didominasi oleh jenis Sono keling Dalbergia latifolia, sedangkan tingkat tiang dan pohon didominasi jenis Angsana Pterocarpus indicus. Komunitas vegetasi hutan pada setiap lereng bukit relatif berbeda kecuali antara lereng utara dengan lereng selatan. Komunitas hutan di semua arah lereng mempunyai keanekaragaman dan kemerataan jenis yang cukup tinggi H’2 dan E0,6 Vegetasi hutan Cagar Alam Sibolangit secara vertikal terdiri dari tiga strata, yaitu stratum A tinggi pohon diatas 30 meter, stratum B tinggi pohon 20- 30 meter, stratum C tinggi pohon 4-20 meter dan sebagian besar populasi pohon terkonsentrasi pada kanopi dengan kelas tinggi tajuk 11-20 meter. Semua individu pada hutan tersebut tumbuh secara mengelompok baik pada tingkat pohon maupun tingkat permudaan hutan.

6.2 Saran

Monitoring proses suksesi alami di Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara, sebaiknya dilakukan secara teratur dalam jangka waktu tertentu untuk mengetahui secara dini adanya ancaman terhadap pelestarian Cagar Alam Sibolangit. DAFTAR PUSTAKA Armizon. 1994. Okupasi Pinus merkusii Jungh et de Vriese Galur Kerinci Berdasarkan Ketinggian Tempat di Hutan Pegunungan Cagar Alam Bukit Tapan Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Daniel, H. A, F. Baker. 1995. Prinsip-prinsip Silvikultur. Edisi Ke-2. Terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Deshmunkh. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Deviyanti. 2010. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan di Cagar Alam Dungus Iwul, Jawa Barat-Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam. 2002. Informasi Konservasi Alam Propinsi Jawa Barat. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung : ITB. Greig-Smith, J. 1983. Quantitative Plant Ecology. Third Edition. Oxford: Blackwell Scien. New Delhi. Irwan, T. D. 2009. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Istomo. 1994. Hubungan Antara Komposisi, Struktur dan Penyebaran Ramin Gonystylus bancanus Miq. Kurz Dengan Sifat-sifat Tanah Gambut Studi Kasus di Areal HPH PT Perhutani III Kalimantan Selatan. Tesis Program pasca Sarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Kiwa. 2000. Keanekaragaman dan Potensi Jenis Tumbuhan Penting Di Cagar Alam Cibanteng DT II Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Kusmana, C. 1989. Metode Survey Vegetasi. Bogor : IPB Press. . 2000. Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. , Istomo. 2001. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Mabberley, D. J. 1992. Tropical Rain Forest Ecology. Chapman and Hall, Inc. New York. Mc. Neely, J. A. 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati. A. Siregar, Penerjemah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Mueller-Dombois, D, H. Ellenberg. 1974. Aims and methods of Vegetation Ecology . John Willey and Sons, Inc. New York Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology Third Edition. Saunders Company. Philadelphia. Richards, P. W. 1966. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Cambridge University Press. Cambridge Rio, Y. 1996. Perkembangan Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Tinggal Hutan Tropika basah di HPH PT Minas Pagai Lumber Corporation, Provinsi Sumatera Barat. Tesis Program Pasca sarjana IPB. Tidak Diterbitkan. Samingan, T. 1976. Pemantaran Metode Pendugaan Hasil Potensi Hutan Dalam Rangka Kelestarian Pemungutan Hasil Hutan. Buletin PERSAKI XIII I : 3- 9. Sitompul, S. M, Guritno. B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soemarwoto, O. 2001. Atur – Diri – Sendiri Paradigma Pengelolaan Lingkungan Hidup . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Soerianegara, I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soerianegara, I. 1996. Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sudarisman. 2002. Permudaan Alam dan Tegakan Tinggal Di Hutan Rawa Gambut Bekas Tebangan Studi Kasus di BKPH Duri, Kabupaten Bengkalis Riau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhendang, E. 1985. Studi Model Struktur Tegakan Hutan Dataran Rendah di Bengkunut Propinsi DT. I. Lampung. Thesis pada Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Sulistyono. 1995. Pengaruh Tinggi Tempat Tumbuh Terhadap Produksi Getah Pinus Pinus merkusii Jungh. et. de Vriese di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tandju, H. A. 1988. Struktur dan Komposisi Tumbuhan Pada Berbagai Tingkat Ketinggian Hutan Montana Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. UNESCO. 1978. Tropical Forest Ecosystem. Natural Resources Research XIV. France. Whitmore, T. C. 1986. Tropical Rain Forest Ecology. Chapman and Hall, Inc. New. Bogor. 44 Lampiran 1. Nama Jenis Tumbuhan di Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara No Nama Daerah Nama Latin Famili 1 Akasia Acacia sp. Leguminosae 2 Angsana Pterocarpus indicus Papilionaceae 3 Babakan Batu Callicarpa longifollia Verbenaceae 4 Balik-balik Aglaia multiflora Meliaceae 5 Beberong Sterculia macrophyla Sterculiaceae 6 Cingkam Bischotia javanica Euphorbiaceae 7 Daun Salam Eugenia polyantha Myrtaceae 8 Duku Lansium domesticum Meliaceae 9 Durian Durio zibethinus Bombacaceae 10 Injet Calicarpa tomentosa Verbenaceae 11 Jati Tectona grandis Verbenaceae 12 Kayu Ageng Antidesma sp. Euphorbiaceae 13 Kayu Ndeleng Tarrieta sumatrana Sterculiaceae 14 Ki Hujan Engelhardia spicata Bl Juglandaceae 15 Kecing Quercus sp. Fagaceae 16 Kelat Eugenia lineata Myrtaceae 17 Ketepeng Terminalia catapa Leguminosae 18 Kopi-kopian Coffea robusta Rubiaceae 19 Lateng Laportea stimulans Urticaceae 20 Mahoni Swietenia sp. Meliaceae 45 21 Meranti Shorea sp. Dipterocarpaceae 22 Nderung Villebrunen rubescens Urticaceae 23 Ndukum Celtis cinnamonea Ulmaceae 24 Ngetih Meliosma ferrugineae Sabiaceae 25 Nungke Peronema canescens Verbenaceae 26 Pinus Pinus mercusii Pinaceae 27 Pirawas Cinnamomun pathenoxylon Lauraceae 28 Rambai Omalanthus lobana Euphorbiaceae 29 Rambutan Hutan Nephelium mutabila Sapindaceae 31 Siapur Dillenia sp. Dilleniaceae 32 Srikaya Annona aquamosa Annonaceae 33 Sono Keling Dalbergia latifolia Papilionaceae 34 Sengon Paraserianthes falcataria Mimocaceae 35 Tipang-tipang 36 Terep Artocarpus elastica Moraceae 46 A. Semai Utara No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 1625 4,41 0,3 6,32 10,72 2 Balik‐balik 1500 4,07 0,2 3,16 7,23 3 Duku 375 1,02 0,1 1,05 2,07 4 Durin 125 0,34 0,1 1,05 1,39 5 Injet 1375 3,73 0,2 3,16 6,89 6 Jati 500 1,36 0,1 2,11 3,46 7 Kayu Ageng 625 1,69 0,1 1,05 2,75 8 Kayu Ndeleng 500 1,36 0,1 1,05 2,41 9 Kelat 2000 5,42 0,2 4,21 9,63 10 Ki Hujan 250 0,68 0,1 1,05 1,73 11 Lateng 1750 4,75 0,4 7,37 12,11 12 Sono keling 5375 14,58 0,6 12,63 27,21 13 Meranti 750 2,03 0,2 3,16 5,19 14 Ngetih 2000 5,42 0,4 7,37 12,79 15 Nungke 6125 16,61 0,6 12,63 29,24 16 Pirawas 375 1,02 0,1 1,05 2,07 17 Angsana 4000 10,85 0,5 10,53 21,37 18 Siapur 4500 12,20 0,6 12,63 24,83 19 Srikaya 750 2,03 0,1 2,11 4,14 20 Terep 1750 4,75 0,2 4,21 8,96 21 Tipang-Tipang 625 1,69 0,1 2,11 3,80 36875 100,00 4,8 100,00 200,00 47 Semai Timur No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 1750 5,02 0,3 5,21 10,23 2 Balik ‐balik 1000 2,87 0,2 3,13 5,99 3 Cingkam 3500 10,04 0,6 11,46 21,49 4 Jati 375 1,08 0,1 2,08 3,16 5 Kayu Ageng 2625 7,53 0,3 6,25 13,78 6 Kayu Ndeleng 1125 3,23 0,2 3,13 6,35 7 Kelat 2500 7,17 0,4 8,33 15,50 8 Lateng 3375 9,68 0,5 10,42 20,09 9 Sono keling 3750 10,75 0,4 7,29 18,04 10 Nungke 2000 5,73 0,3 5,21 10,94 11 Pirawas 1875 5,38 0,3 6,25 11,63 12 Angsana 6500 18,64 0,9 18,75 37,39 13 Siapur 2000 5,73 0,3 6,25 11,98 14 Terep 1875 5,38 0,2 4,17 9,54 15 Tipang ‐tipang 625 1,79 0,1 2,08 3,88 34875 100,00 4,8 100,00 200,00 48 Semai Selatan No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 3125 8,83 0,4 8,16 17,00 2 Balik‐balik 500 1,41 0,1 1,02 2,43 3 Cingkam 2000 5,65 0,2 4,08 9,74 4 Injet 1375 3,89 0,2 3,06 6,95 5 Kayu Ageng 250 0,71 0,1 2,04 2,75 6 Kelat 1125 3,18 0,2 4,08 7,26 7 Ketepeng 875 2,47 0,2 3,06 5,53 8 Lateng 5625 15,90 0,7 14,29 30,19 9 Mahoni 125 0,35 0,1 1,02 1,37 10 Sono keling 6750 19,08 0,7 14,29 33,37 11 Meranti 500 1,41 0,2 3,06 4,47 12 Ngetih 1875 5,30 0,3 6,12 11,42 13 Nungke 1250 3,53 0,3 5,10 8,64 14 Pirawas 625 1,77 0,2 3,06 4,83 15 Rambutan Hutan 500 1,41 0,1 2,04 3,45 16 Angsana 3500 9,89 0,4 8,16 18,06 17 Siapur 2250 6,36 0,4 8,16 14,52 18 Terep 2000 5,65 0,3 6,12 11,78 19 Tipang-tipang 1125 3,18 0,2 3,06 6,24 35375 100,00 4,9 100,00 200,00 49 Semai Selatan No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 1625 5,49 0,3 5,88 11,37 2 Balik‐balik 250 0,84 0,1 1,18 2,02 3 Cingkam 1500 5,06 0,2 4,71 9,77 4 Duku 125 0,42 0,1 1,18 1,60 5 Durin 125 0,42 0,1 1,18 1,60 6 Injet 625 2,11 0,1 2,35 4,46 7 Jati 250 0,84 0,1 1,18 2,02 8 Kayu Ageng 500 1,69 0,1 2,35 4,04 9 Kayu Ndeleng 375 1,27 0,1 1,18 2,44 10 Kelat 750 2,53 0,2 3,53 6,06 11 Lateng 4125 13,92 0,4 9,41 23,34 12 Sono keling 6625 22,36 0,6 14,12 36,48 13 Meranti 250 0,84 0,1 1,18 2,02 14 Nderung 125 0,42 0,1 1,18 1,60 15 Ngetih 1375 4,64 0,3 5,88 10,52 16 Nungke 4125 13,92 0,7 16,47 30,39 17 Pirawas 2000 6,75 0,3 7,06 13,81 18 Angsana 2125 7,17 0,4 8,24 15,41 19 Siapur 875 2,95 0,2 3,53 6,48 20 Srikaya 375 1,27 0,1 2,35 3,62 21 Terep 1500 5,06 0,3 5,88 10,95 29625 100,00 4,3 100,00 200,00 50 B. Pancang Utara No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 300 7,01 0,3 7,06 14,07 2 Balik-Balik 40 0,93 0,05 1,18 2,11 3 Cingkam 40 0,93 0,05 1,18 2,11 4 Injet 60 1,40 0,1 2,35 3,75 5 Jati 140 3,27 0,1 2,35 5,62 6 Kelat 60 1,40 0,15 3,53 4,93 7 Lateng 280 6,54 0,3 7,06 13,60 8 Sono keling 600 14,02 0,6 14,12 28,14 9 Nderung 60 1,40 0,05 1,18 2,58 10 Ngetih 160 3,74 0,25 5,88 9,62 11 Nungke 480 11,21 0,45 10,59 21,80 12 Pirawas 200 4,67 0,15 3,53 8,20 13 Akasia 560 13,08 0,5 11,76 24,85 14 Siapur 900 21,03 0,8 18,82 39,85 15 Srikaya 80 1,87 0,05 1,18 3,05 16 Terep 240 5,61 0,2 4,71 10,31 17 Tipang-Tipang 80 1,87 0,15 3,53 5,40 4280 100,00 4,25 100,00 200,00 51 Pancang Timur No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 60 1,97 0,15 4,05 6,03 2 Balik‐balik 120 3,95 0,15 4,05 8,00 3 Cingkam 460 15,13 0,5 13,51 28,65 4 Jati 60 1,97 0,1 2,70 4,68 5 Kayu Ageng 120 3,95 0,15 4,05 8,00 6 Kayu Ndeleng 100 3,29 0,15 4,05 7,34 7 Kelat 220 7,24 0,35 9,46 16,70 8 Lateng 380 12,50 0,4 10,81 23,31 9 Sono keling 200 6,58 0,35 9,46 16,04 10 Meranti 20 0,66 0,05 1,35 2,01 11 Nungke 220 7,24 0,15 4,05 11,29 12 Pirawas 240 7,89 0,2 5,41 13,30 13 Akasia 600 19,74 0,6 16,22 35,95 14 Siapur 100 3,29 0,15 4,05 7,34 15 Terep 60 1,97 0,15 4,05 6,03 16 Tipang‐tipang 80 2,63 0,1 2,70 5,33 3040 100,00 3,7 100,00 200,00 52 Pancang Selatan No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 280 8,05 0,4 9,52 17,57 2 Balik‐balik 40 1,15 0,05 1,19 2,34 3 Cingkam 100 2,87 0,15 3,57 6,44 4 Injet 80 2,30 0,1 2,38 4,68 5 Kayu Ageng 20 0,57 0,05 1,19 1,77 6 Kayu Ndeleng 20 0,57 0,05 1,19 1,77 7 Kelat 120 3,45 0,2 4,76 8,21 8 Ketepeng 140 4,02 0,1 2,38 6,40 9 Lateng 500 14,37 0,55 13,10 27,46 10 Mahoni 60 1,72 0,05 1,19 2,91 11 Sono keling 640 18,39 0,75 17,86 36,25 12 Meranti 100 2,87 0,1 2,38 5,25 13 Ngetih 280 8,05 0,3 7,14 15,19 14 Nungke 120 3,45 0,2 4,76 8,21 15 Pirawas 60 1,72 0,1 2,38 4,11 16 Rambai 40 1,15 0,05 1,19 2,34 17 Rambutan Hutan 60 1,72 0,05 1,19 2,91 18 Akasia 400 11,49 0,35 8,33 19,83 19 Siapur 120 3,45 0,25 5,95 9,40 20 Terep 300 8,62 0,35 8,33 16,95 3480 100,00 4,2 100,00 200,00 53 Pancang Barat No Jenis K indha KR F FR INP 1 Babakan Batu 160 5,59 0,2 5,19 10,79 2 Balik‐balik 100 3,50 0,1 2,60 6,09 3 Cingkam 180 6,29 0,25 6,49 12,79 4 Duku 40 1,40 0,1 2,60 4,00 5 Injet 140 4,90 0,25 6,49 11,39 6 Jati 40 1,40 0,1 2,60 4,00 7 Kayu Ageng 60 2,10 0,1 2,60 4,70 8 Kelat 40 1,40 0,05 1,30 2,70 9 Lateng 300 10,49 0,45 11,69 22,18 10 Sono keling 680 23,78 0,75 19,48 43,26 11 Meranti 20 0,70 0,05 1,30 2,00 12 Ngetih 100 3,50 0,1 2,60 6,09 13 Nungke 280 9,79 0,4 10,39 20,18 14 Pirawas 240 8,39 0,3 7,79 16,18 15 Akasia 240 8,39 0,3 7,79 16,18 16 Siapur 60 2,10 0,1 2,60 4,70 17 Terep 180 6,29 0,25 6,49 12,79 2860 100,00 3,85 100,00 200,00 54 C. Tiang Utara No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 0,088 25,00 3,18 0,20 4,94 0,44 3,23 11,35 2 Cingkam 0,047 10,00 1,27 0,10 2,47 0,24 1,74 5,48 3 Injet 0,029 15,00 1,91 0,10 2,47 0,14 1,06 5,44 4 Kayu Ndeleng 0,010 5,00 0,64 0,05 1,23 0,05 0,36 2,23 5 Ki Hujan 0,013 5,00 0,64 0,05 1,23 0,07 0,49 2,37 6 Lateng 0,187 50,00 6,37 0,30 7,41 0,93 6,89 20,66 7 Sono keling 0,398 120,00 15,29 0,55 13,58 1,99 14,69 43,56 8 Ngetih 0,247 70,00 8,92 0,35 8,64 1,24 9,13 26,68 9 Nungke 0,308 80,00 10,19 0,35 8,64 1,54 11,37 30,20 10 Pinus 0,458 125,00 15,92 0,45 11,11 2,29 16,88 43,92 11 Pirawas 0,173 50,00 6,37 0,35 8,64 0,87 6,40 21,41 12 Angsana 0,304 100,00 12,74 0,40 9,88 1,52 11,23 33,85 13 Siapur 0,351 100,00 12,74 0,60 14,81 1,75 12,94 40,50 14 Terep 0,084 25,00 3,18 0,15 3,70 0,42 3,10 9,99 15 Tipang-Tipang 0,013 5,00 0,64 0,05 1,23 0,07 0,48 2,35 785,00 100,00 4,05 100,00 13,55 100,00 300,00 55 Tiang Timur No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 0,106 25,00 3,29 0,20 4,65 0,53 3,99 11,93 2 Balik-Balik 0,021 5,00 0,66 0,05 1,16 0,11 0,79 2,61 3 Beberong 0,009 5,00 0,66 0,05 1,16 0,05 0,34 2,16 4 Cingkam 0,288 85,00 11,18 0,55 12,79 1,44 10,89 34,86 5 Duku 0,084 5,00 0,66 0,05 1,16 0,42 3,19 5,01 6 Injet 0,018 5,00 0,66 0,05 1,16 0,09 0,68 2,50 7 Jati 0,010 5,00 0,66 0,05 1,16 0,05 0,38 2,20 8 Kayu Ageng 0,048 10,00 1,32 0,10 2,33 0,24 1,82 5,46 9 Kayu Ndeleng 0,079 20,00 2,63 0,10 2,33 0,40 3,00 7,96 10 Kelat 0,361 110,00 14,47 0,55 12,79 1,80 13,64 40,90 11 Lateng 0,307 85,00 11,18 0,45 10,47 1,54 11,62 33,26 12 Sono keling 0,234 75,00 9,87 0,35 8,14 1,17 8,85 26,86 13 Ngetih 0,048 15,00 1,97 0,10 2,33 0,24 1,83 6,13 14 Nungke 0,102 25,00 3,29 0,15 3,49 0,51 3,85 10,63 15 Pinus 0,348 95,00 12,50 0,40 9,30 1,74 13,16 34,96 16 Pirawas 0,021 10,00 1,32 0,10 2,33 0,11 0,80 4,44 17 Rambutan Hutan 0,018 5,00 0,66 0,05 1,16 0,09 0,69 2,51 18 Angsana 0,533 170,00 22,37 0,90 20,93 2,67 20,15 63,45 19 Siapur 0,009 5,00 0,66 0,05 1,16 0,04 0,33 2,15 760,00 100,00 4,30 100,00 13,23 100,00 300,00 56 Tiang Selatan No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 0,338 100,00 12,42 0,55 12,50 1,69 12,90 37,82 2 Cingkam 0,058 5,00 0,62 0,05 1,14 0,29 2,22 3,98 3 Injet 0,022 15,00 1,86 0,10 2,27 0,11 0,85 4,99 4 Jati 0,022 5,00 0,62 0,05 1,14 0,11 0,84 2,60 5 Kelat 0,059 25,00 3,11 0,10 2,27 0,29 2,24 7,62 6 Ki Hujan 0,015 5,00 0,62 0,05 1,14 0,07 0,56 2,32 7 Lateng 0,280 95,00 11,80 0,50 11,36 1,40 10,68 33,84 8 Sono keling 0,471 140,00 17,39 0,70 15,91 2,35 17,95 51,25 9 Ngetih 0,248 65,00 8,07 0,35 7,95 1,24 9,45 25,48 10 Nungke 0,105 35,00 4,35 0,20 4,55 0,53 4,01 12,91 11 Pinus 0,227 80,00 9,94 0,40 9,09 1,14 8,66 27,68 12 Pirawas 0,189 50,00 6,21 0,30 6,82 0,94 7,20 20,23 13 Angsana 0,376 120,00 14,91 0,55 12,50 1,88 14,32 41,73 14 Siapur 0,046 15,00 1,86 0,15 3,41 0,23 1,75 7,02 15 Terep 0,167 50,00 6,21 0,35 7,95 0,83 6,36 20,52 805,00 100,00 4,40 100,00 13,11 100,00 300,00 57 Tiang Barat No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 0,082 25,00 3,62 0,25 6,41 0,41 3,93 13,97 2 Balik-Balik 0,018 5,00 0,72 0,05 1,28 0,09 0,84 2,85 3 Cingkam 0,176 45,00 6,52 0,20 5,13 0,88 8,40 20,05 4 Duku 0,022 5,00 0,72 0,05 1,28 0,11 1,07 3,07 5 Injet 0,014 5,00 0,72 0,05 1,28 0,07 0,67 2,68 6 Jati 0,043 15,00 2,17 0,10 2,56 0,21 2,03 6,77 7 Kelat 0,133 45,00 6,52 0,30 7,69 0,66 6,33 20,55 8 Lateng 0,078 20,00 2,90 0,10 2,56 0,39 3,71 9,17 9 Mahoni 0,020 10,00 1,45 0,10 2,56 0,10 0,97 4,98 10 Sono keling 0,244 90,00 13,04 0,50 12,82 1,22 11,66 37,52 11 Meranti 0,010 5,00 0,72 0,05 1,28 0,05 0,49 2,50 12 Nderung 0,066 20,00 2,90 0,10 2,56 0,33 3,16 8,63 13 Ngetih 0,118 25,00 3,62 0,10 2,56 0,59 5,61 11,80 14 Nungke 0,259 75,00 10,87 0,40 10,26 1,29 12,34 33,46 15 Pinus 0,194 80,00 11,59 0,40 10,26 0,97 9,25 31,10 16 Pirawas 0,137 50,00 7,25 0,30 7,69 0,69 6,54 21,48 17 Angsana 0,276 100,00 14,49 0,40 10,26 1,38 13,18 37,93 18 Siapur 0,113 35,00 5,07 0,20 5,13 0,56 5,38 15,58 19 Srikaya 0,037 15,00 2,17 0,10 2,56 0,19 1,78 6,52 20 Terep 0,056 20,00 2,90 0,15 3,85 0,28 2,67 9,42 690,00 100,00 3,90 100,00 10,48 100,00 300,00 58 D. Pohon Utara No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 1,117 13,75 7,38 0,35 8,54 1,40 4,23 20,15 2 Durin 0,351 1,25 0,67 0,05 1,22 0,44 1,33 3,22 3 Injet 2,429 16,25 8,72 0,30 7,32 3,04 9,20 25,24 4 Kayu Ageng 0,125 2,50 1,34 0,05 1,22 0,16 0,47 3,03 5 Kayu Ndeleng 0,113 1,25 0,67 0,05 1,22 0,14 0,43 2,32 6 Kecing 0,167 1,25 0,67 0,05 1,22 0,21 0,63 2,52 7 Kelat 0,634 10,00 5,37 0,20 4,88 0,79 2,40 12,65 8 Lateng 2,355 22,50 12,08 0,45 10,98 2,94 8,92 31,97 9 Maranti 1,269 5,00 2,68 0,15 3,66 1,59 4,80 11,15 10 Sono keling 3,289 23,75 12,75 0,50 12,20 4,11 12,45 37,40 11 Ngetih 0,659 8,75 4,70 0,20 4,88 0,82 2,50 12,07 12 Nungke 0,583 3,75 2,01 0,10 2,44 0,73 2,21 6,66 13 Pinus 2,540 15,00 8,05 0,30 7,32 3,17 9,61 24,99 14 Pirawas 1,940 8,75 4,70 0,25 6,10 2,42 7,34 18,14 15 Angsana 4,202 30,00 16,11 0,40 9,76 5,25 15,91 41,77 16 Siapur 3,245 15,00 8,05 0,40 9,76 4,06 12,29 30,10 17 Terep 1,292 5,00 2,68 0,20 4,88 1,62 4,89 12,46 18 Tipang-Tipang 0,102 2,50 1,34 0,10 2,44 0,13 0,39 4,17 186,25 100,00 4,10 100,00 33,02 100,00 300,00 59 Pohon Timur No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 0,927 7,50 4,05 0,20 5,13 1,16 3,53 12,71 2 Cingkam 1,100 10,00 5,41 0,20 5,13 1,38 4,19 14,73 3 Duku 0,070 1,25 0,68 0,05 1,28 0,09 0,27 2,23 4 Injet 1,482 11,25 6,08 0,20 5,13 1,85 5,65 16,86 5 Jati 0,408 3,75 2,03 0,10 2,56 0,51 1,55 6,14 6 Kayu Ageng 0,605 3,75 2,03 0,10 2,56 0,76 2,31 6,90 7 Kecing 0,080 1,25 0,68 0,05 1,28 0,10 0,30 2,26 8 Kelat 1,197 12,50 6,76 0,30 7,69 1,50 4,56 19,01 9 Lateng 0,212 3,75 2,03 0,15 3,85 0,26 0,81 6,68 10 Sono keling 2,654 21,25 11,49 0,40 10,26 3,32 10,11 31,85 11 Nderung 1,134 5,00 2,70 0,10 2,56 1,42 4,32 9,59 12 Ngetih 1,249 11,25 6,08 0,25 6,41 1,56 4,76 17,25 13 Nungke 2,936 18,75 10,14 0,30 7,69 3,67 11,19 29,01 14 Pinus 4,690 25,00 13,51 0,40 10,26 5,86 17,87 41,64 15 Pirawas 1,619 10,00 5,41 0,30 7,69 2,02 6,17 19,27 16 Angsana 2,907 26,25 14,19 0,40 10,26 3,63 11,08 35,52 17 Siapur 2,204 7,50 4,05 0,25 6,41 2,75 8,40 18,86 18 Srikaya 0,038 1,25 0,68 0,05 1,28 0,05 0,14 2,10 19 Terep 0,734 3,75 2,03 0,10 2,56 0,92 2,80 7,39 185,00 100,00 3,90 100,00 32,81 100,00 300,00 60 Pohon Selatan No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 1,185 7,50 4,26 0,25 6,10 1,48 3,41 13,77 2 Balik‐balik 0,863 5,00 2,84 0,15 3,66 1,08 2,48 8,98 3 Beberong 1,169 3,75 2,13 0,10 2,44 1,46 3,37 7,94 4 Cingkam 5,681 20,00 11,35 0,40 9,76 7,10 16,37 37,47 5 Daun Salam 0,048 1,25 0,71 0,05 1,22 0,06 0,14 2,07 6 Jati 0,300 1,25 0,71 0,05 1,22 0,37 0,86 2,79 7 Kayu Ageng 0,100 2,50 1,42 0,10 2,44 0,12 0,29 4,15 8 Kayu Ndeleng 0,311 5,00 2,84 0,10 2,44 0,39 0,89 6,17 9 Kelat 2,057 25,00 14,18 0,50 12,20 2,57 5,92 32,30 10 Ketepeng 0,263 3,75 2,13 0,10 2,44 0,33 0,76 5,32 11 Ki Hujan 1,094 2,50 1,42 0,10 2,44 1,37 3,15 7,01 12 Lateng 1,584 15,00 8,51 0,35 8,54 1,98 4,56 21,61 13 Mahoni 2,261 5,00 2,84 0,15 3,66 2,83 6,51 13,01 14 Sono keling 0,822 3,75 2,13 0,15 3,66 1,03 2,37 8,15 15 Nderung 1,275 2,50 1,42 0,10 2,44 1,59 3,67 7,53 16 Pinus 4,067 23,75 13,48 0,25 6,10 5,08 11,71 31,29 17 Pirawas 0,867 1,25 0,71 0,05 1,22 1,08 2,50 4,43 18 Rambai 0,379 2,50 1,42 0,10 2,44 0,47 1,09 4,95 19 Angsana 9,289 38,75 21,99 0,85 20,73 11,61 26,76 69,48 20 Sengon 0,172 1,25 0,71 0,05 1,22 0,22 0,50 2,42 21 Terep 0,891 3,75 2,13 0,10 2,44 1,11 2,57 7,13 22 Tipang-Tipang 0,036 1,25 0,71 0,05 1,22 0,04 0,10 2,03 61 176,25 100,00 4,10 100,00 43,39 100,00 300,00 Pohon Barat No Jenis Jumlah LBDS m 2 K indha KR F FR D m 2 ha DR INP 1 Babakan Batu 1,187 15,00 8,33 0,35 8,86 1,48 4,57 21,76 2 Durin 0,351 1,25 0,69 0,05 1,27 0,44 1,35 3,31 3 Injet 1,493 11,25 6,25 0,25 6,33 1,87 5,75 18,33 4 Kayu Ageng 0,125 2,50 1,39 0,05 1,27 0,16 0,48 3,14 5 Kayu Ndeleng 0,113 1,25 0,69 0,05 1,27 0,14 0,43 2,39 6 Kelat 0,553 10,00 5,56 0,25 6,33 0,69 2,13 14,01 7 Lateng 1,322 18,75 10,42 0,40 10,13 1,65 5,09 25,63 8 Sono keling 3,862 23,75 13,19 0,45 11,39 4,83 14,86 39,45 9 Meranti 1,269 5,00 2,78 0,15 3,80 1,59 4,88 11,46 10 Ngetih 0,811 11,25 6,25 0,20 5,06 1,01 3,12 14,43 11 Nungke 0,583 3,75 2,08 0,10 2,53 0,73 2,24 6,86 12 Pinus 2,540 15,00 8,33 0,30 7,59 3,17 9,77 25,70 13 Pirawas 1,695 6,25 3,47 0,20 5,06 2,12 6,52 15,06 14 Angsana 3,941 27,50 15,28 0,40 10,13 4,93 15,16 40,57 15 Siapur 3,436 17,50 9,72 0,40 10,13 4,30 13,22 33,07 16 Terep 2,605 7,50 4,17 0,25 6,33 3,26 10,02 20,52 17 Tipang-Tipang 0,102 2,50 1,39 0,10 2,53 0,13 0,39 4,31 180,00 100,00 3,95 100,00 32,48 100,00 300,00 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rempah-rempah spices memainkan peranan yang penting dalam sejarah peradaban, penjelajahan, dan perdagangan di dunia. Salah satu dari komoditi rempah-rempah tersebut adalah lada. Berdasarkan International Pepper Community IPC dan Food and Agriculture Organization of The United Nations FAO 2005, lada memiliki tempat yang penting dalam perdagangan rempah- rempah dunia, dimana lada menjadi komoditi pertama yang diperdagangkan secara internasional dan membuka rute-rute perdagangan a ntara “Dunia Barat” dan “Dunia Timur”. Perdagangan lada di dunia saat ini dapat dilihat dari jumlah ekspor yang terjadi dan dilakukan oleh beberapa negara, khususnya oleh negara- negara produsen, yang dapat dilihat lebih jelas dalam Tabel 1. Tabel 1. Total Ekspor Lada dari Beberapa Negara Produsen Tahun 2002-2009 Estimasi dalam Ton Negara 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Vietnam 78.155 74.639 98.494 109.565 116.670 82.904 89.705 93.000 Indonesia 53.210 60.896 46.260 38.227 35.545 38.447 52.410 44.000 Brazil 37.531 37.940 40.529 38.416 42.194 39.008 36.723 32.000 India 24.225 19.423 14.049 15.752 26.377 33.940 26.665 20.500 Malaysia 22.661 18.672 18.206 16.799 16.605 15.065 14.241 18.000 Srilanka 8.225 8.240 4.853 8.129 8.190 9.026 6.242 5.808 Cina RRC 4.770 3.760 3.529 2.500 3.000 5.000 6.000 4.000 Ekuador 2.320 3.337 3.705 2.945 1.913 2.500 3.000 3.200 Madagaskar 880 1.000 1.000 1.231 1.995 1.800 1.750 1.400 Thailand 639 500 500 1.400 1.500 1.400 1.400 1.400 Total 232.616 228.407 231.125 234.964 253.989 229.090 238.136 223.308 Keterangan: Angka estimasi Sumber: International Pepper Community IPC 2009 Diolah Tabel 1 menunjukkan bahwa antara tahun 2002-2009, negara produsen yang mendominasi ekspor lada adalah Vietnam. Adapun lima besar negara produsen yang mengekspor lada dalam jumlah besar pada periode tersebut, yaitu Vietnam, Indonesia, Brazil, India, dan Malaysia. Komoditi lada menjadi penting karena memiliki beragam kegunaan. Lada dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, industri makanan, parfum, 2 dan pestisida nabati Rismunandar 2007. Produk utama komoditi lada yang diperdagangkan secara internasional adalah lada putih white pepper dan lada hitam black pepper. Lada putih dan lada hitam sebenarnya berasal dari buah lada yang sama. Lada putih merupakan olahan dari buah lada yang telah matang di pohon, dipanen, dan dikelupas kulitnya, serta dikeringkan. Lada hitam dihasilkan dari buah lada yang dipanen sebelum matang dan masih berwarna hijau, serta langsung dikeringkan tanpa dilakukan pengelupasan kulit. Disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia termasuk salah satu dari lima negara produsen dan pengekspor lada utama di dunia. Menurut Edizal 1998 semasa VOC menduduki Indonesia pada tahun 1720, keuntungan dari tanaman lada merupakan sepertiga bagian dari seluruh keuntungan yang diperolehnya. Kontribusi lada semakin besar terhadap keuntungan VOC pada tahun 1772, yaitu mencapai dua per tiga bagian dari keseluruhan keuntungannya Ditjenbun Deptan 2009. Sebelum perang dunia kedua, Indonesia mampu memasok 80 persen kebutuhan lada dunia Edizal 1998. Pada tahun 2008, Indonesia adalah produsen sekaligus eksportir lada urutan kedua di dunia, setelah Vietnam. Untuk lebih jelas, data dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Total Produksi dan Ekspor Lada dari Negara Produsen Tahun 2008 Keterangan: - Data tidak tersedia Sumber: International Pepper Community IPC 2009 Diolah Oleh karena itu, perdagangan komoditi lada menjadi penting bagi Indonesia dari sisi ekspor nonmigas, yang dapat menghasilkan devisa negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data yang diperoleh dan diolah Negara Produksi Ton Persentase Produksi Ekspor Ton Persentase Ekspor Vietnam 91.000 28,99 89.705 37,67 Indonesia 56.000 17,84 52.410 22,01 Brazil 41.000 13,06 36.723 15,42 India 50.100 15,96 26.665 11,20 Malaysia 22.000 7,01 14.241 5,98 Srilanka 13.243 4,22 6.242 2,62 Cina RRC 28.000 8,92 6.000 2,52 Ekuador - - 3.000 1,26 Madagaskar 2.800 0,89 1.750 0,73 Thailand 9.800 3,12 1.400 0,59 Total 313.943 100 238.136 100 3 dari IPC 2009, Bappebti 2010 1 , dan BI 2010 2 , dapat diketahui bahwa ekspor lada Indonesia pada tahun 2008 mencapai nilai US 198.624.630 atau sekitar Rp 1.823,28 miliar menggunakan kurs dollar rata-rata selama tahun 2008. Adapun total nilai produksi lada Indonesia pada tahun 2008 mencapai US 214.862.131,7 atau sekitar Rp 1.972,34 miliar menggunakan kurs dollar rata-rata selama tahun 2008, dimana PDB Produk Domestik Bruto Indonesia atas dasar harga berlaku di tahun tersebut angka sementara, dari subsektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan, khususnya dari tanaman perkebunan adalah sebesar Rp 716.065,3 miliar BPS 2010 3 , sedangkan atas dasar harga konstan adalah sebesar Rp 142.000,4 miliar BPS 2010 4 . Menurut Rismunandar 2007, ada beberapa alasan yang menyebabkan komoditi lada memberikan kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu diantaranya 1 konsumsi lada cenderung meningkat akibat pertambahan penduduk, perkembangan industri makanan dan obat-obatan, serta peningkatan konsumsi per kapita; 2 lada merupakan komoditas pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja, baik petani, pekerja, maupun pedagang; 3 teknik budidaya yang diterapkan di Indonesia tidak menggunakan banyak perlakuan mekanis, sehingga besar peranannya dalam pemanfaatan tenaga kerja; dan 4 luasnya wilayah pengembangan yang tersedia di Indonesia. Dewasa ini, terdapat banyak daerah di Indonesia yang memproduksi lada. Sebagian besar sekitar 99 persen produksi lada Indonesia dihasilkan dari perkebunan lada yang dikelola oleh rakyat petani atau smallholders, dan sisanya dikelola oleh pihak swasta Ditjenbun Deptan 2009 5 . Daerah-daerah penghasil lada di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Provinsi Kepulauan 1 [Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2010. Harga Bursa Komoditi Lada Putih . http:www.bappebti.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010] 2 [BI] Bank Indonesia. 2010. Kurs Uang Kertas Asing Mata Uang USD Tahun 2008. http:www.bi.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010] 3 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Miliar Rupiah. http:www.bps.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010] 4 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Miliar Rupiah. http:www.bps.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010] 5 [Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1967-2009 . http:www.ditjenbun.deptan.go.id. [Diakses tanggal 8 Desember 2009] 4 Bangka Belitung merupakan daerah produsen lada terbesar di Indonesia pada rentang tahun 2002-2004, tetapi menjadi yang terbesar kedua di Indonesia, antara tahun 2005-2008, setelah Lampung, karena adanya penurunan produksi dapat dilihat pada Lampiran 1. Tetapi daerah ini, merupakan produsen lada putih white pepper paling besar di Indonesia Edizal 1998. Lada putih produksi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dahulu Pulau Bangka, telah dikenal luas di pasar lada dunia dan memiliki brand image sendiri di pasar tersebut, yaitu dengan nama Muntok White Pepper . Penamaan Muntok White Pepper ini, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara internasional diekspor melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat setelah dilakukan pemekaran. Berdasarkan laporan studi lapangan Kurniawati Y et al. 2009, sebagai komoditi ekspor, lada berkontribusi terhadap pendapatan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sampai akhir tahun 90-an pasokan lada putih dari Bangka Belitung di pasar dunia dapat mencapai 60-80 persen. Pada tahun 2008, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengekspor 8.334,241 ton lada, dengan nilai US 39.768.633,78 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009, dari total produksi sebesar 15.671,21 ton Dinas Pertanian, Pekebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009. Jumlah lada yang diekspor pada tahun tersebut mencapai 53,18 persen dari total produksinya. Selain menjadi sumber pendapatan daerah dan tentunya petani lada sendiri, komoditi lada juga memiliki peranan strategis, dilihat dari sisi sejarah dan kebudayaan di Bangka Belitung. Lada putih adalah komoditi unggulan dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah diusahakan masyarakat sejak abad ke-18 Masehi Oktaviandi 2008 diacu dalam Kurniawati Y et al. 2009. Hal tersebut kemudian berlanjut pada masa penjajahan, baik oleh kolonial Belanda, maupun Jepang Edizal 1998. Berdasarkan Statistik Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007, perkebunan lada rakyat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimiliki dan diusahakan oleh 21.233 kepala keluarga. Dengan demikian, masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mengenal dengan baik komoditi lada dan menjadi salah 5 satu sumber mata pencaharian utama dari sektor pertanian di daerah ini. Karakteristik alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga sangat mendukung dibudidayakannya tanaman lada, seperti kesesuaian faktor iklim dan ketersediaan air Ditjenbun Deptan 2009. Oleh sebab itu, sebenarnya provinsi ini memiliki keunggulan daya saing komparatif dan alasan-alasan yang menunjang pengembangan agribisnis komoditi lada. Akan tetapi, saat ini, komoditi potensial di Bangka Belitung ini memiliki permasalahan dari sisi produksi, yaitu mengalami fluktuasi dan tren penurunan produksi, khususnya dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir. Data total dan tren produksi lada tujuh tahun terakhir, yaitu tahun 2002-2008, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Produksi Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002- 2008 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 Diolah Data pada Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa produksi lada di Bangka Belitung menurun dalam rentang waktu tahun 2002-2007. Dibandingkan tahun 2002, produksi lada pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 51,95 persen, walaupun produksi pada tahun 2008 tersebut telah mengalami sedikit perbaikan dari tahun sebelumnya 2007, yaitu sebesar 1.815,03 ton. 32.611,94 31.566,00 22.140,32 18.273,50 16.292,36 13.856,18 15.671,21 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 P ro du k si T o n Tahun 6 Fluktuasi dan tren penurunan produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga diikuti oleh fluktuasi dan tren penurunan luas areal tanaman menghasilkan dan jumlah ekspornya. Pada tahun 2008, luas areal tanaman lada menghasilkan di provinsi tersebut menurun sebesar 14.644,89 ha atau 48,72 persen, dibandingkan tahun 2002. Luas areal tanaman lada menghasilkan pada tahun 2008 merupakan yang terendah selama tahun 2002-2008. Data mengenai luas areal tanaman lada menghasilkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2002-2008 selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2. Keterangan: Luas areal tanam untuk tanaman lada menghasilkan Gambar 2. Luas Areal Tanam Lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002-2008 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 Diolah Sementara itu, pada tahun 2008, jumlah ekspor lada menurun sebesar 21.133,759 ton atau 71,7 persen, dibandingkan tahun 2002. Jumlah ekspor lada terendah, pada periode tahun 2002-2008, terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 8.334,241 ton. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3. 30.059,87 26.332,71 22.299,30 20.432,65 20.799,00 16.268,25 15.414,98 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 L ua s Are a l T a na m H a Tahun 7 Gambar 3. Ekspor Lada dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2002- 2008 Sumber: Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 6 dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 Diolah Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pemerintah Pusat lewat Departemen Pertanian telah menyikapi kondisi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Bentuk perhatian tersebut dituangkan melalui pencanangan program revitalisasi lada putih Muntok White Pepper di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Revitalisasi ini akan melibatkan berbagai pihak yang berada di dalam sistem agribisnis komoditas lada tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Fluktuasi produksi lada dengan tren yang menurun di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan dampak dari terjadinya hal yang serupa di tingkat kabupaten dan kota, terutama enam kabupaten yang merupakan daerah penghasil lada di provinsi tersebut. Bangka merupakan salah satu daerah kabupaten penghasil lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Produksi lada per Kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya dari tahun 2004 hingga 2008, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4. 6 [Diskominfo] Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2009. Bangkitkan Kembali Kejayaan Lada Putih. http:www.babelprov.go.id. [Diakses tanggal 11 September 2009] 29.448,000 21.199,000 9.527,048 11.410,545 9.977,000 8.339,000 8.334,241 0,000 5.000,000 10.000,000 15.000,000 20.000,000 25.000,000 30.000,000 35.000,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 E k spo r T o n Tahun 8 Gambar 4. Produksi Lada per Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2004-2008 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 Diolah Gambar 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Bangka mengalami tren penurunan produksi paling signifikan hingga tahun 2008, walaupun pada tahun 2006 sempat mengalami perbaikan. Dibandingkan tahun 2004, pada tahun 2008 produksi lada mengalami penurunan sebesar 78,28 persen 5.981,78 ton. Selain itu, antara tahun 2007-2008, Kabupaten Bangka merupakan daerah yang paling besar penurunan produksinya dibandingkan daerah lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu sebesar 1.539,08 ton Lampiran 2. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan indikasi bahwa harga jual lada, adanya peluang usaha lain, dan penerapan teknologi budidaya lada petani mempengaruhi produksi lada di Kabupaten Bangka. Harga jual lada masih dianggap rendah oleh petani karena sebelumnya pernah merasakan menerima harga yang lebih tinggi, sehingga motivasi mereka juga rendah untuk mengusahakan lada. Adanya peluang usaha lain, yang menurut petani lebih menguntungkan dari pada mengusahakan lada, menyebabkan mereka berdiversifikasi atau beralih usaha. Hal tersebut terlihat dari semakin 7.641,00 4.222,10 5.140,60 3.198,30 1.659,22 0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00 9.000,00 2004 2005 2006 2007 2008 P ro du k si T o n Tahun Bangka Bangka Tengah Bangka Selatan Bangka Barat Belitung Belitung Timur 9 berkembangnya beberapa usaha lain, khususnya usaha karet dan kelapa sawit, yang merupakan komoditi perkebunan rakyat utama, selain lada, di Kabupaten Bangka, dan merupakan pilihan utama petani lada untuk berdiversifikasi usaha. Keadaan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Produksi Perkebunan Rakyat Utama di Kabupaten Bangka Tahun 2004-2008 Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Bangka 2010 Diolah Gambar 5 memperlihatkan perkembangan yang berbeda dari masing- masing usaha perkebunan rakyat utama di Kabupaten Bangka. Komoditi karet dan kelapa sawit mengalami perkembangan yang positif, terlihat dari tren produksinya yang meningkat. Sementara itu, komoditi lada perkembangannya negatif, yang terlihat dari tren produksinya yang menurun. Penerapan teknologi budidaya lada petani masih dikategorikan rendah, dilihat dari pengolahan lahan yang masih tradisional, kurangnya pemeliharaan, serta kurangnya pengendalian hama dan penyakit. Akibatnya, tanaman lada yang diusahakan tidak berproduksi dengan baik. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah harga jual lada di tingkat petani, peluang usaha lain, dan teknologi budidaya lada petani berpengaruh terhadap produksi lada? 0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 P ro du k si T o n Tahun Lada Karet Kelapa Sawit