14 Indonesia antara lain Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Papua, dan Maluku Utara Deptan 2009
7
. Daerah utama produksi lada di Indonesia adalah Provinsi Bangka Belitung, untuk lada putih Muntok
White Pepper dan Provinsi Lampung, untuk lada hitam Lampong Black Pepper.
Budidaya lada di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh rakyat atau smallholders
, bukan oleh pemerintah ataupun swasta dalam skala yang besar, sehingga produsen utama lada adalah petani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Lada di Indonesia Menurut
Pengusahaan Tahun 2008 Angka sementara
No Pengusahaan
Produksi Ton Luas Areal Ha
1. Perkebunan Rakyat
79.725 190.773
2. Perkebunan Pemerintah Negara
- -
3. Perkebunan Swasta
1 4
Total 79.726
190.777
Keterangan: - Tidak mengusahakan Sumber: Ditjenbun Deptan Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian 2009
Diolah
8
Tabel 3 menunjukkan bahwa sekitar 99,9 persen produksi lada Indonesia
dihasilkan dari perkebunan lada yang dikelola oleh rakyat petani atau smallholders
. Demikian juga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka.
Jenis komoditi lada yang diproduksi di Bangka Belitung, khususnya Kabupaten Bangka, adalah lada putih, yang di dunia dikenal dengan nama Muntok
7
[Deptan] Departemen
Pertanian. 2009.
Produksi Lada
Level Provinsi
. http:www.deptan.go.id. [Diakses tanggal 8 Desember 2009]
8
[Ditjenbun Deptan] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1967-2009
. http:www.ditjenbun.deptan.go.id. [Diakses tanggal 8 Desember 2009]
15 White Pepper
. Penamaan Muntok White Pepper ini, salah satunya, disebabkan karena lada putih dari Bangka Belitung, pertama kali diperdagangkan secara
internasional diekspor melalui pelabuhan Muntok di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat setelah pemekaran. Produksi lada siap jual di tingkat
petani, umumnya sudah dalam bentuk lada putih. Roosgandha E 2003
9
, menyebutkan bahwa petani lada di Kabupaten Bangka, melakukan panen lada saat
buah lada sudah masak yang ditandai dengan warna kuning sampai merah. Panen umumnya dilakukan dengan pemetikan mempergunakan tangan. Kemudian diolah
dengan cara memasukkan lada yang telah dipanen tersebut ke dalam karung plastik. Setelah itu direndam dalam air umumnya air mengalir selama 7-14 hari,
setelah itu dicuci untuk menghilangkan kulitnya. Dilanjutkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari selama 2-3 hari. Dari hasil pengolahan
tersebut akan diperoleh lada putih kering dengan rendemen berkisar antara 15-45 persen atau rata-rata 24 persen. Oleh karena itu, jika berbicara mengenai produksi
lada di Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Bangka, maka yang dimaksud adalah produksi lada putih.
2.1.2. Teknologi Budidaya Lada
Menteri Pertanian Republik Indonesia, Siswono Anonim 2010, mengatakan bahwa dukungan inovasi teknologi, seperti pembibitan, obat-obatan,
pupuk, serta alat dan mesin pertanian, juga sarana pascapanen, sangat diperlukan, untuk membangun pertanian di Indonesia. Begitu pula komoditi lada yang
merupakan salah satu komoditi perkebunan pertanian dalam arti luas penghasil devisa bagi Indonesia, yang membutuhkan dukungan inovasi teknologi untuk
pengembangannya. Teknologi
budidaya lada
merupakan pengetahuan
keterampilan pokok teknis petani dalam membudidayakan lada. Menurut Sukirno 1985, permasalahan pokok dalam ekonomi yang berkaitan dengan
produksi diantaranya cara memproduksi teknologi yang digunakan barang- barang atau jasa-jasa tersebut.
9
Roosgandha Elizabeth. 2003. Keragaan komoditas lada di Indonesia studi kasus di Kabupaten Bangka. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
http:ejournal.unud.ac.id. [Diakses tanggal 11 September 2009]
16 Cara berproduksi teknologi budidaya perkebunan usahatani lada,
meliputi persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan junjung, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, serta
panen. Menurut Sudarlin 2008, pengelolaan perkebunan lada di Bangka Belitung masih diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan teknis budidaya
teknologi budidaya belum intensif, sehingga menjadi hambatan melakukan produksi. Deptan 1985 mengatakan bahwa produksi lada di Indonesia yang rata-
rata rendah, yaitu antara 500 kgha sampai dengan 2.400 kgha, dapat diperbaiki apabila pemeliharaan dilakukan dengan baik, sesuai dengan teknis perkebunan,
yaitu dilakukan pemupukan, pengobatan, pemangkasan, pembuatan saluran atau rorakan, dan lain-lain, sehingga hasilnya dapat meningkat sampai 4.000 kgha.
Begitu pula dengan cara untuk memperbaiki produksi lada di Bangka Belitung. Menurut Rismunandar 2007, ada beberapa aspek dimensi yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan teknologi budidaya lada yang baik, yaitu persiapan lahan, penyediaan bibit, persiapan junjung, penanaman, pemupukan,
pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, serta panen. 1. Persiapan lahan
Teknis persiapan lahan untuk budidaya lada berbeda-beda, sesuai dengan topografi dan jenis tanahnya. Menurut Rismunandar 2007,
pembukaan lahan baru dan peremajaan tanaman memiliki cara persiapan lahan yang berbeda. Persyaratan dan cara-cara persiapan lahan yang baik dilakukan
melalui beberapa proses tahapan, mulai dari pembersihan lahan, pengolahan tanah pertama, pengolahan tanah kedua, pembuatan bedengan, dan pembuatan
lubang tanam. a. Pembersihan lahan
Pembersihan lahan umumnya dilakukan pada musim kemarau. Pembersihan dilakukan terhadap segala jenis gulma, semak, alang-alang,
dan pepohonan kecil ataupun besar. Pembersihan dilakukan hingga ke akar-akarnya tunggulnya. Selain cara manual, cara kimiawi pun dapat
dilakukan, yaitu dengan herbisida sistemik, terutama bagi lahan yang hanya ditumbuhi alang-alang dengan vegetasi yang cukup luas.
17 b. Pengolahan tanah pertama
Beberapa perlakuan yang dilakukan pada saat pengolahan tanah pertama, yaitu:
i. Setelah bersih dari gulma, semak, dan pepohonan, tanah diolah dengan cara dicangkul, ditraktor, atau dibajak sesuai kondisi lahan. Lahan
bervegetasi alang-alang dan pepohonan kecil diolah dua kali dalam sebulan, sedangkan lahan bervegetasi hutan sekunder diolah tiga kali
dalam sebulan. Kemudian, tanah dibiarkan selama dua minggu, lalu digaru.
ii. Setelah diolah, tanah diratakan dan dibagi menjadi beberapa petakan misalnya ukuran 5 x 5 m
2
, dengan derajat kemiringan optimum tanah 15°. Petakan dibuat agar pengelolaan tanaman lada menjadi lebih
mudah. Setiap petakan dikelilingi oleh jalan dengan lebar kurang lebih 1 m. Perlu juga dibuat parit untuk drainase dengan kedalaman 30-60
cm dan lebar 20-50 cm, dengan posisi melintang terhadap kemiringan tanah, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya genangan dan
memudahkan peresapan air ke dalam tanah. iii. Untuk lahan dengan kemiringan lebih dari 15°, dibuatkan teras yang
disesuaikan dengan kemiringan lahan tersebut untuk mencegah erosi. Umumnya teras dibuat selebar 200 cm, tergantung topografi lahannya.
Beberapa jenis teras yang dapat dibuat yaitu teras individu pada lahan lereng dengan ukuran 2 x 2 m
2
dan dibuat miring ke arah berlawanan dengan arah kemiringan lereng dan teras bersambung dibuat
bersambung, sesuai garis kontur atau tinggi. iv. Pada lahan miring juga dibuat lubang penampung air rorakan, yang
terletak di bawah teras. Rorakan dibuat setiap 12-24 cm dengan panjang 2-4 m, lebar 20 cm, dan kedalaman 20 cm. Fungsi-fungsinya
adalah menampung air, memudahkan air hujan meresap ke dalam tanah, menghindarkan genangan air, dan mencegah erosi.
c. Pengolahan tanah kedua Setelah dilakukan pengolahan tanah pertama, maka dilakukan
pengolahan tanah kedua. Pengolahan tanah kedua ini bertujuan untuk