134 Luas areal tanam lada di Kabupaten Bangka pada tahun 2009
dibandingkan tahun 2001 menurun sebesar 73,27 persen. Sementara itu, dibandingkan dengan tahun 2001, produksi lada pada tahun 2009 menurun
sebesar 65,68 persen. Luas areal tanam dan produksi lada terendah terjadi pada tahun 2008, yaitu masing-masing sebesar 3.224,18 ha dan 1.659,22 ton.
Hasil pengolahan data lapangan menunjukkan bahwa jumlah tanaman produktif, produktivitas, dan produksi lada dari setiap responden bervariasi,
khususnya selama tahun 2009. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38.
Produksi Lada Responden Tahun 2009
Responden Jumlah Tanaman
Produktif Batang
Produksi Riil Kg
Produktivitas KgBatang
Produksi
1. 900
288,00 0,320
800,0 2.
700 239,40
0,342 855,0
3. 170
65,96 0,388
970,0 4.
300 96,90
0,323 807,5
5. 1.730
605,50 0,350
875,0 6.
800 360,00
0,450 1.125,0
7. 1.000
304,00 0,304
760,0 8.
500 167,00
0,334 835,0
9. 200
49,20 0,246
615,0 10.
300 115,20
0,384 960,0
11. 600
151,80 0,253
632,5 12.
600 169,20
0,282 705,0
13. 150
51,30 0,342
855,0 14.
600 200,40
0,334 835,0
15. 2.850
1.199,85 0,421
1.052,5 16.
1.000 267,00
0,267 667,5
17. 900
408,60 0,454
1.135,0 18.
960 270,72
0,282 705,0
19. 400
153,60 0,384
960,0 20.
1.200 342,00
0,285 712,5
21. 1.400
358,40 0,256
640,0 22.
2.350 949,40
0,404 1.010,0
23. 800
282,40 0,353
882,5 24.
1.000 338,00
0,338 845,0
25. 200
51,80 0,259
647,5 26.
2.000 564,00
0,282 705,0
27. 200
51,20 0,256
640,0 28.
100 22,60
0,226 565,0
29. 600
234,00 0,390
975,0 30.
600 232,80
0,388 970,0
Keterangan: Data produksi yang belum disetarakan.
Produksi lada per satu satuan luas areal kgha, dengan asumsi 1 ha = 2500 batang tanaman lada.
135 Tabel 38 menunjukkan bahwa produktivitas tanaman lada terendah pada
responden adalah sebesar 0,226 kg per batang, sedangkan yang tertinggi adalah 0,454 kg per batang. Adapun rata-rata produktivitas tanaman lada responden
adalah 0,3299 kg per batang. Setelah seluruh produksi responden disetarakan dikonversi ke dalam satuan yang sama yaitu per ha hektar, dimana satu ha
diasumsikan dapat ditanam 2.500 batang tanaman lada, maka produksi lada responden berkisar antara 565 hingga 1.135 kg per ha, dengan rata-rata produksi
seluruhnya sebesar 824,75 kg per ha. Jika produksi lada responden setelah disetarakan tersebut dibandingkan dengan produksi lada di Indonesia, yang oleh
Deptan 1985 masih dikategorikan rendah, yaitu 500-2.400 kgha, maka dapat disimpulkan bahwa produksi lada responden juga masih rendah.
6.2.2. Analisis Deskriptif Variabel Harga Jual Lada di Tingkat Petani
Harga jual lada rata-rata di Bangka Belitung mengalami fluktuasi dalam rentang tahun 2001 hingga 2009. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan jelas pada
Gambar 16.
Gambar 16. Harga Rata-rata Lada Putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2001-2009
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2009 dan Bappebti 2010
24 24
[Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2010. Harga Bursa Komoditi Lada Putih
. http:www.bappebti.go.id. [Diakses tanggal 23 Maret 2010]
15.125 17.500
19.995 17.961
19.162 22.158
34.532 41.516
39.276
5.000 10.000
15.000 20.000
25.000 30.000
35.000 40.000
45.000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009
H arga
R at
a -rat
a R
p K
g
Tahun
136 Walaupun berfluktuasi, harga jual lada rata-rata tahunan memiliki tren
yang meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Harga jual lada rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu Rp 41.516 per kg. Harga rata-rata dari tahun 2007-
2009 dapat dikatakan mengalami perbaikan, karena harga-harga di tahun tersebut nilainya berada di atas harga rata-rata di tahun 2001-2006.
Harga jual yang diterima responden merupakan harga yang ditetapkan oleh pembeli. Sebagian besar responden menjual produksi ladanya ke pedagang
pengumpul desa, dengan alasan lebih menghemat biaya, harga yang diberikan tidak terlalu jauh dengan pembeli lain, serta sudah terjalinnya kepercayaan. Selain
itu, terdapat pula responden yang menjual ke pengumpul di kota Pangkalpinang dan Sungailiat dan penggilingan lada. Responden umumnya langsung
mengantarkan ladanya ke tempat pembeli. Transaksi pembayaran antara responden dengan pembeli dilakukan secara tunai, langsung di tempat terjadinya
transaksi. Selama tahun 2009, responden menerima harga jual lada rata-rata yang
berbeda. Hal tersebut disebabkan karena responden menjual produksi lada mereka ke tempat dan pelaku tataniaga yang berbeda, seperti yang telah disebutkan, serta
adanya fluktuasi harga jual lada di pasar. Menurut responden, fluktuasi harga jual lada dapat terjadi hanya dalam hitungan jam. Harga jual lada rata-rata yang
diterima responden selama tahun 2009 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Harga Jual Lada Rata-rata Responden Tahun 2009
Responden Harga Jual Rata-rata
RpKg Responden
Harga Jual Rata-rata RpKg
1. 37.000
16. 38.000
2. 40.000
17. 41.500
3. 42.000
18. 39.000
4. 38.000
19. 41.500
5. 40.000
20. 38.000
6. 39.000
21. 38.000
7. 41.000
22. 40.000
8. 39.000
23. 42.000
9. 40.000
24. 41.000
10. 38.000
25. 38.000
11. 35.000
26. 38.000
12. 40.000
27. 39.000
13. 38.000
28. 38.000
14. 37.000
29. 41.000
15. 40.000
30. 39.000
137 Tabel 39 menunjukkan bahwa harga rata-rata yang paling sering muncul
modus adalah Rp 38.000. Harga rata-rata terendah adalah Rp 35.000, sedangkan yang tertinggi adalah Rp 42.000. Rata-rata dari harga jual rata-rata yang diterima
oleh seluruh responden adalah Rp 39.200. Berdasarkan pengakuan responden, harga-harga yang mereka terima selama tahun 2009 masih mereka rasa rendah.
Hal ini disebabkan karena responden sempat merasakan tingginya harga lada putih di tahun 1997 yang mencapai Rp 75.000 sampai Rp 100.000 per kg nya.
Harga rata-rata agregat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2001-2009 pun masih digolongkan rendah jika dibandingkan harga-harga di tahun
1997 tersebut, walaupun tren harga rata-rata lada putih di tahun-tahun tersebut meningkat positif. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika motivasi petani
lada untuk mengusahakan lada masih rendah, karena insentif yang mereka terima atas harga-harga masih lebih rendah dibandingkan yang pernah mereka terima di
tahun 1997. Motivasi mereka mengusahakan lada saat ini lebih kepada motif berjaga-jaga dan berharap jika harga-harga lada putih akan kembali tinggi seperti
di tahun 1997. Dampaknya, produksi lada mereka di tahun 2009 juga masih dikategorikan rendah atau belum dilakukan dengan optimal.
6.2.3. Analisis Deskriptif Variabel Peluang Usaha Lain
Keragaman usaha lain responden dapat dilihat dari kombinasi usaha yang dilakukan dan komoditi yang diusahakan. Kombinasi usaha yang dilakukan oleh
responden telah diuraikan sebelumnya. Peluang usaha lain yang dilakukan oleh responden berdasarkan komoditi yang diusahakan dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Usaha Lain Responden Petani Lada Tahun 2009
Jenis Usaha Usaha Lain
Jumlah Responden Orang Persentase
Pelaku Usaha Total
Pertanian Karet
29 30
96,67 Kelapa sawit
20 30
66,67 Ternak ayam
4 30
13,33 Nenas
2 30
6,67 Sayuran
2 30
6,67 Padi ladang
2 30
6,67 Nonpertanian
Timah 3
30 10,00
Perdagangan 3
30 10,00
Penampung karet 1
30 3,33