Software Netlogo Konsep Dasar Agen dan Sistem Multi Agen

g. Terjadinya harga TBS yang memberikan nilai tambah yang tinggi 2. Pedagang TBS pengepul a. Kemudahan memperoleh sumber TBS berkualitas dan kontinyu b. Kestabilan harga TBS yang memberikan keuntungan yang optimum c. Tersedianya infrastruktur dan sarana transportasi yang mendukung d. Kemudahan mendapatkan mitra pabrik minyak sawit yang kooperatif e. Terkendalinya risiko kualitas TBS dan transportasi 3. Agroindustri Industri minyak sawit maupun minyak goreng a. Ketersediaan bahan baku yang berkualitas, cukup dan kontinyu b. Harga bahan baku yang stabil dan rendah c. Kontinuitas produksi d. Tingkat nilai tambah yang optimum e. Terjaminnya pemasaran produk baik lokal maupun global f. Kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung g. Terkendalinya risiko-risiko usaha 4. Distributorpengecer minyak goreng a. Ketersediaan minyak goreng berkualitas untuk didistribusikan b. Kemudahan distribusi dan pemasaran c. Terjadinya nilai tambah yang optimum d. Tersedianya sarana dan prasarana distribusi yang diperlukan e. Terkendalinya risiko distribusi f. Kebijakan dan peraturan pemerintah yang mendukung 5. Konsumen a. Tersedianya minyak goreng berkualitas dengan kuantitas yang cukup b. Kestabilan harga minyak goreng c. Kemudahan akses informasi pasar dan produk

2.5.2 Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan hasil studi pustaka dan masukan para pakar dan responden didapatkan bahwa permasalahan yang dihadapi para pelaku RPMS adalah sebagai berikut. 1 Khususnya untuk petani sawit swadaya terjadi kesulitan mendapatkan bibit sawit yang unggul dan bersertifikat dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau Purwantoro, 2008; Bakir, 2007. Kesalahan bibit dapat berakibat fatal karena TBS yang dihasilkan tidak akan pernah mencapai kuantitas dan kualitas yang bagus dan diterima oleh pasar. 2 Belum tersedianya infrastruktur daerah kebun secara baik sehingga proses pengumpulan dan pengiriman TBS dari mulai kebun, TPH, pengepul dan pabrik minyak sawit tidak cukup lancar BI, 2007; Hasibuan dan Harjanto, 2008; Sucipto, 2010. Hal ini menyebabkan biaya transportasi tinggi, kehilangan di perjalanan, dan kenaikan tingkat asam lemak bebas. Keadaan ini juga terjadi untuk pengangkutan minyak sawit ke pembeli yang bersangkutan. 3 Secara umum terjadi terdapat ketergantungan sektor pertanian terhadap musim. Hal ini menyebabkan ketersediaannya tidak kontinyu dengan jumlah yang dibutuhkan. Kemudian terjadi fluktuasi harga bahan baku bagi industri pengolah minyak sawit maupun minyak goreng Pahan, 2007. 4 Untuk RPMS terdapat pengaruh fluktuasi harga minyak sawit global yang menyebabkan fluktuasi harga minyak sawit lokal dan harga minyak goreng BI, 2007; KPPU, 2009. Fluktuasi harga minyak sawit tersebut mempengaruhi harga TBS yang ditetapkan setiap dua minggu di kantor Dinas Perkebunan Propinsi. Pemerintah mengamati fluktuasi harga minyak sawit dan minyak goreng global untuk menentukan kebijakan tingkat bea keluar BK dari produk sawit dan turunannya. Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga produk sawit dan turunannya. 5 Teknologi dan ketersediaan sarana budidaya kebun sawit Indonesia masih kalah dari Malaysia sehingga produktivitas kebun dan kualitas TBS masih dibawah produktivitas dan kualitas produk sejenis di Malaysia Teoh, 2009. 6 Saat ini pelaku pasar ekspor minyak sawit pada umumnya adalah perusahaan besar swasta. Dominasi ini menyebabkan penentuan harga minyak sawit dan harga TBS dikuasai oleh perusahaan tersebut. Hal ini menyebabkan pihak petani swadaya tidak memiliki cukup “bargaining power” dan ini mempengaruhi tingkat nilai tambah yang diperolehnya Mulyana, 2004. Hal ini terjadi juga pada pasar minyak goreng yang didominasi oleh perusahaan swasta. 7 Belum terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku rantai pasok produk agroindustri sehingga menimbulkan setiap pihak mempunyai keinginan untuk