Pohon Industri Kelapa Sawit

Kelapa sawit diperkenalkan ke Indonesia berupa 4 bibit kelapa sawit dari Mauritius oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, dan ditanam di kebun Raya Bogor Teoh, 2009. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pada masa pendudukan Jepang, perkebunan kelapa sawit menyusut sebesar 16 sehingga produksi minyak sawitpun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat dengan pelaksanaan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan.

2.2.2 Proses-proses Pengolahan Kelapa Sawit

1 Proses Awal TBS Menjadi Minyak Sawit Diagram alir pengolahan awal kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 2.6 BSPJ, 2009. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minyak sawit CPO adalah buah kelapa sawit yang terdapat dalam tandan buah segar TBS. Minyak sawit diperoleh dari daging buah mesokarp dan endosperm dari inti buah segar kelapa sawit. Proses pengolahan TBS menjadi minyak sawit dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu sterilisasi, perontokan buah pemipilan, pengepresan ekstraksi, dan pemurnian minyak. Sementara itu biji yang dihasilkan memerlukan tahapan pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit PKO. Gambar 2.6 Diagram alir pengolahan awal TBS BSPJ, 2009 2 Proses Lanjutan Minyak Sawit Menjadi RBDPO Minyak Goreng Diagram alir proses pengolahan minyak sawit menjadi minyak goreng RBDPO ditunjukkan pada Gambar 2.7 BPPMD, 2009. Proses tersebut pada dasarnya terdiri dari 3 langkah yaitu 1 Proses Degumming, 2 Proses Pemucatan Bleaching dan 3 Proses Deodorisasi-Fraksinasi Hariyadi, 2007. Gambar 2.7 Diagram alir proses refinery BPPMD, 2009 1 Proses Degumming. Secara teknis degumming adalah proses operasional pemurnian minyak yang mengandung impurities dalam bentuk koloid atau terlarut. Degumming adalah proses untuk membuang gums yang tidak diinginkan, yaitu phosphatide yang dapat mengganggu stabilitas produk akhir yaitu adanya flavor dan warna yang buruk, serta menyingkat waktu simpan Hariyadi, 2007. 2 Pemucatan - Bleaching. Proses pemucatan bleaching adalah proses yang selektif dalam membuang pigmen dan impurities lain secara fisika dan kimia sehingga menaikkan kualitasnya. Dengan demikian proses ini dapat juga disebut proses pemurnian. Pemucatan adalah proses penjerapan secara fisik dengan menggunakan bleaching earth atau karbon aktif untuk lebih jauh membuang zat-zat yang tidak diinginkan seperti residu sabun untuk menetralkan minyak, presipitasi gum, logam, produk-produk oksidasi dan pigmen warna seperti klorofil. 3 Deodorisasi dan Fraksinasi. Degummed and bleached palm oil DBPO kemudian dialirkan ke deodorizer untuk proses deacidifikasi dan deodorisasi. Kemudian RBDPO disaring melalui penyaring pengendap lain untuk menghasilkan minyak yang lebih murni, dialirkan lagi ke PHE untuk memanaskan minyak sawit yang baru masuk pretreatment, dan akhirnya dipompa ke tangki timbun pada suhu 50 o -80 o C. Untuk menghasilkan produk-produk turunan lain proses dapat dilanjutkan dengan proses Fatty Acid Distillation Plant FADP atau Dry Fractionation Plant untuk mendapatkan PFAD, Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein RBDPO serta Refined, Bleached, Deodorized Palm Stearin RBDPS. Fraksinasi digunakan untuk menghasilkan beberapa grade olein sawit grade normal, grade super dan olein. Seperti halnya pada proses industri kimia yang lain maka proses pembuatan CPORBDPO ini memerlukan kondisi- kondisi operasional seperti suhu, tekanan, bahan baku, perlengkapan dan peralatan proses, adanya katalist, dll yang harus diikuti untuk mendapatkan hasil maksimal dengan kualitas maksimal pula Hariyadi, 2007. Industri pembuatan RBDPO dan produk turunannya dari minyak sawit saat ini sangat diperlukan dan menguntungkan bagi negara Indonesia karena kebutuhan akan minyak goreng RBDPO adalah kebutuhan sehari-hari dan akan terus dibutuhkan. Pabrik RBDPO sangat banyak dan persaingan pasar sangat ketat antara semua produsen. Penggunaan bahan baku yang baik, proses produksi yang terbukti aman bagi pemakai akhir, serta harga yang terjangkau akan memberikan pangsa pasar yang bagus bagi produsennya. Untuk menambah daya saing Indonesia didunia internasional sudah selayaknya diupayakan berdirinya industri-industri turunan minyak sawit menjadi olein dan produk-produk lain yang bernilai jauh lebih tinggi. Perjuangan untuk merebut pasar lokal maupun internasional sangat perlu dilakukan, dan kita tidak seharusnya bertahan pada posisi sebagai penghasil dan eksportir minyak sawit saja yang bernilai jual lebih rendah Kementerian Pertanian, 2009.