Identifikasi Sistem Pendekatan Sistem

Gambar 2.14 Diagram input-output untuk agroindustri minyak sawit Marimin, 2005 Diagram kedua pada langkah pengembangan sistem adalah diagram input-output yang diuraikan pada Gambar 2.14 Marimin, 2005. Diagram ini menyajikan bentuk-bentuk masukan input dan keluaran output dari model yang akan dikembangkan. Ada dua jenis input kedalam sistem ini yaitu yang berasal dari luar sistem atau input lingkungan dan input internal yang berasal dari dalam sistem. Input internal merupakan perubah yang diperlukan oleh sistem dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan keluaran yang dikehendaki. Input internal ini terdiri dari input terkendali dan input tidak terkendali. Input terkendali terdiri dari aspek manusia, bahan atau material, energi, modal dan informasi. Input terkendali ini dapat dikendalikan selama proses pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki. Input tidak terkendali tidak berperan besar dalam mengubah kinerja sistem sehingga cenderung diabaikan. Input terkendali dari model yang akan dikembangkan meliputi jenis dan kualitas bahan baku, jenis dan jumlah produksi, jumlah investasi, serta sarana dan prasarana. Pengendalian input terkendali menjadi titik kritis keberhasilan sistem dalam mencapai output yang diinginkan sekaligus untuk mengurangi output yang tidak dikehendaki. Input ini menjadi perhatian utama karena input terkendali merupakan input yang dapat dikelola agar keluaran sistem sesuai dengan yang diharapkan. Input tidak terkendali dalam sistem meliputi produktivitas lahan, permintaan, harga dan selera pasar, tingkat suku bunga, tingkat bunga bank, nilai tukar rupiah, pasokanharga bahan baku, serta kualitas bibit. Input tidak terkendali ini juga mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Input lingkungan terdiri antara lain dari kebijakan pemerintah, pengaruh globalisasi perdagangan, kondisi sosial budaya setempat, dan kondisi infrastruktur. Khusus untuk industri sawit terdapat persyaratan Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO yang sangat mempengaruhi tingkat ekspor produk sawit ke Eropa Gumbira-Sa’id, 2009. Output dari sistem terdiri dari dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki umumnya dihasilkan dari hasil pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada saat dilakukan analisis kebutuhan sistem. Output yang dikehendaki dari sistem yang dimodelkan meliputi kualitas dan kontinuitas produk akhir yang bagus, perluasan lapangan kerja, stabilitas harga produk yang dihasilkan, pengembalian investasi tepat waktu, peningkatan kesejahteraan petani, dan peningkatan nilai tambah semua pelaku, dan menurunnya ketergantungan impor. Output yang tidak dikehendaki merupakan hasil samping atau dampak yang ditimbulkan secara bersama-sama dengan output yang dikehendaki. Output tidak dikehendaki meliputi minat investasi industri kelapa sawit turun, persaingan tidak sehat, pendapatan nilai tambah tidak seimbang, biaya produksi meningkat, fluktuasi harga berlebihan. Output tidak dikehendaki ini perlu dikendalikan melalui manajemen pengendalian terhadap input yang terkendali sehingga kinerja sistem dapat berjalan.

2.5.4 Analisis Kebutuhan Sistem

Disertasi ini ingin menghasilkan suatu model yang mewakili rantai pasok minyak sawit RPMS dengan berbagai permasalahannya. Permasalahan pertama yang akan dimodelkan pada disertasi ini adalah perhitungan nilai tambah yang didapat oleh tiap pelaku RPMS yang terdiri dari petani, pengumpul, agroindustri, distributor dan konsumen. Agroindustri disini diwakili oleh pabrik minyak sawit dan pabrik minyak goreng. Permasalahan kedua adalah memodelkan risiko- risiko apa saja yang dihadapi oleh para pelaku RPMS dan bagaimana bobot risiko tersebut diantara para pelaku RPMS. Hal ini adalah untuk menghasilkan terjadinya keseimbangan yang adil antara risiko dan nilai tambah. Setelah model-model ini dapat dikembangkan maka ingin dilakukan simulasi untuk mempelajari perilaku para pelaku RPMS dengan pendekatan lain yaitu pendekatan pemodelan berbasis-agen. Pendekatan model berbasis-agen digunakan disini karena kemampuannya mengidentifikasi pola nilai tambah dan perilaku para pelaku untuk mengupayakan nilai tambah yang maksimal. Setelah kesemua aspek tersebut diketahui dan model-model yang diinginkan selesai dibuat maka dapat diambil simpulannya. Dengan pemodelan berbasis-agen ini dapat dilakukan simulasi yang mendukung dan terkait erat dengan hasil dari modifikasi perhitungan nilai tambah metode Hayami dan identifikasi serta evaluasi risiko tiap pelaku RPMS. Gambar 2.15 Diagram kebutuhan sub-sistem Berdasarkan uraian tersebut maka kebutuhan pemodelan sistem dapat digambarkan pada Gambar 2.15. Untuk model Hayami modifikasi diperlukan masukan-masukan: 1 kapasitas proses pabrik minyak sawit, 2 asumsi-asumsi produktivitas semua pelaku yang lain, 3 standar kapasitas dan randemen pengolahan bahan, 4 data harga dan biaya semua produk dan proses produksioperasional. Luaran model ini adalah total nilai tambah dan bobot nilai tambah antar pelaku RPMS. Luaran ini merupakan masukan data awal bagi model simulasi berbasis-agen. Model kedua yaitu Identifikasi dan Evaluasi risiko RPMS memerlukan masukan pendapat dan evaluasi para pakar dan pelaku usaha RPMS, yang diproses menggunakan metode fuzzy AHP dan memberikan luaran berupa faktor-faktor dan bobot risiko serta strategi peningkatan nilai tambah RPMS. Luaran ini merupakan masukan sebagai constraint untuk model ketiga yaitu model simulasi berbasis-agen yang menggunakan software Netlogo. Model ketiga menggunakan masukan dari dua model pertama dan menghasilkan luaran berupa nilai tambah yang seimbang optimum untuk para pelaku RPMS. Untuk membentuk model Netlogo diperlukan masukan berupa uraian definisi aturan interaksi interaction rules diantara para pelaku RPMS. Aturan interaksi ini diterjemahkan menjadi prosedur kerja pada model Netlogo.

2.6 Logika dan Analisa

Fuzzy 2.6.1 Dasar-dasar Logika Fuzzy Dalam pemodelan mengenai fenomena dunia nyata, seringkali harus memperhatikan suatu faktor ketidakpastian yang bersifat inheren. Dalam banyak kasus, ketidakpastian tersebut bukan dalam konteks keacakan, akan tetapi lebih bersifat vagueness atau fuzziness yang tidak dapat ditangani dalam kerangka kerja matematik teori peluang Lin, 2001. Berkenaan dengan hal tersebut, pada tahun 1965, Prof. L.A. Zadeh mengembangkan teori fuzzy untuk menangani masalah fuzziness ini Marimin, 2007. Gambar 2.16 Alur penyelesaian masalah dengan metode fuzzy Marimin, 2007