Posisi Penelitian Ini Defuzzifikasi. Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai crisp dari skor

Dalam hal pengukuran kinerja dan integrasi serta alokasi nilai tambah pada rantai pasok telah dilakukan penelitian oleh Aramyan 2006, Li dan Yuanyuan 2008, Ding et al., 2011, Cao dan Zhang 2011, dan Roekel et al., 2012 untuk rantai pasok agroindustri, manufaktur, maupun kasus umum. Aramyan 2006 menggunakan sarana AHP untuk proses pengambilan keputusan. Li dan Yuanyuan 2008 serta Ding et al., 2011 menggunakan pendekatan Game Theory untuk formulasi perhitungan alokasi nilai tambah. Penelitian ini menggunakan pendekatan stakeholder dialogue seperti halnya Sulistiadi 2005 dan Suharjito 2011. Hadiguna 2010 dan Pahan 2011 memilih komoditas kelapa sawit sebagai obyek penelitiannya tetapi dengan tujuan dan metode pendekatan yang beragam. Penggunaan sarana AHP, ANP atau FAHP dalam proses pengambilan keputusan dilakukan oleh Sulistiadi 2005, Pahan 2011, Sugiarto 2011, Suharjito 2011 dan Wang et al., 2011, dengan tema pokok yang beragam. Penelitian ini mengikuti penggunaan FAHP dengan pertimbangan bahwa para pelaku rantai pasok lebih cenderung menggunakan penilaian linguistik dalam mengukur tingkat bobot risiko yang dihadapi mereka, dan tidak bisa secara pasti menyatakan bobot penilaiannya dengan angka. 78 Halaman ini sengaja dibiarkan kosong 79 4 ANALISIS SITUASIONAL

4.1 Gambaran Pelaku Rantai Pasok Minyak Sawit

Industri kelapa sawit dapat dibagi menjadi 5 jenis menurut kegiatannya yaitu: 1 Pembibitan, yaitu menyiapkan bibit pohon sawit dari mulai kecambah, pohon umur 8 bulan, dan 16 bulan dalam polybag. 2 Perkebunan, yatu menanam pohon-pohon dan memanen tandan buah segar TBS. 3 Kilang minyak kelapa sawit, memproses TBS menjadi minyak sawit Crude Palm Oil , minyak sawit dan inti sawit Palm Kernel, PK. 4 Kilang minyak inti sawit, mengekstraksi minyak Palm Kernel Oil, PKO dari inti buah sawit. 5 Proses refinasi dan fraksionasi, menghasilkan minyak goreng, stearin, PFAD serta beragam produk hilir lainnya. Dalam disertasi ini yang akan dibahas adalah kegiatan usaha dari mulai petani kebun sawit swadaya sampai dengan kegiatan refinasi yaitu pembuatan minyak goreng dan distribusinya kepada para konsumen.

4.1.1 Kegiatan Petani

Kegiatan petani diawali dengan membeli bibit kelapa sawit dengan memperhitungkan luas lahan perkebunan yang akan ditanami kelapa sawit, kualitas, harga dan sumber bibit kelapa sawit. Memilih bibit kelapa sawit untuk ditanam sangat beresiko sehingga harus benar-benar cermat dalam memilih kualits bibit yang baik. Hal ini dikarenakan pohon sawit baru akan dapat dipanen pada saat umur tanam sekita 3 tahun. Kualitas bibit yang baik akan memberikan TBS yang banyak dan berkualitas. Namun, bibit kelapa sawit yang kurang baik mungkin tidak akan berbuah pada masa yang seharusnya, atau TBS yang dihasilkan lebih sedikit, dan kualitas TBS yang dihasilkan tidak baik. Setelah proses penanaman, petani harus melakukan pemeliharaan kebunnya. Kegiatan pemeliharan kebun adalah antara lain penyulaman penggantian tanaman yang mati atau yang tumbuh kurang baik, pemupukan dan pemangkasan daun. Waktu panen buah kelapa sawit sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Waktu panen yang tepat akan memberikan kandungan minyak maksimal, tetapi panen buah kelewat matang akan meningkatkan kadar asam lemak bebas ALB, sehingga menurunkan kualitas minyak. Sebaliknya panen buah yang masih mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah. Setelah panen TBS harus segera dikirimkan ke pabrik minyak sawit karena semakin lama tersimpan akan semakin tinggi kandungan ALB-nya. Pada saat ini petani sawit relatif memiliki kesejahteraan lebih baik bila dibandingkan dengan petani swadaya komoditas lain seperti beras, teh dan jagung. Luas lahan petani sawit swadaya umumnya minimal dua hektar, walaupun banyak juga yang luas lahannya tidak sampai dua hektar. Petani sawit tidak jarang terdorong konsumtif untuk membeli barang- barang yang tidak merupakan kebutuhan esensial. Petani tidak jarang pula memanen pohonnya sebelum waktu yang seharusnya. Faktor-faktor yang sering mendorong petani untuk menjual cepat hasil kelapa sawitnya antara lain adalah: 1 mereka memerlukan uang tunai untuk membayar bunga dan angsuran pokok kredit, 2 memenuhi kebutuhan keluarga, dan 3 keharusan membayar PBB. Terdapat dua katagori petani sawit, yaitu petani rakyat swadaya dan petani plasma. Petani swadaya rakyat membuka dan mengelola kebun sepenuhnya dengan upaya dan dana sendiri ataupun pinjaman. Petani plasma lebih beruntung karena mendapatkan bantuan dana dan kemudahan sarana produksi, serta kepastian pemasaran TBS-nya.

4.1.2 Kegiatan Pengepul

Pada dasarnya pengepul adalah perantara yang, mencari, mengambil dan mengumpulkan TBS dari petani dan mengirimkannya ke pabrik minyak sawit. Dengan demikian pendapatannya adalah berbentuk komisi untuk setiap kg TBS yang berhasil dikumpulkannya dan dikirimkan ke pabrik minyak sawit. Informasi mengenai permintaan TBS dari pabrik minyak sawit, harga dan mutu TBS dari petani menjadi tolok ukur pengepul dalam kinerja keputusan baik dalam membeli TBS ataupun menjual TBS kepada pabrik minyak sawit, dengan variabel dan parameter yang ditinjau yaitu kualitas TBS dan harga TBS yang beredar di pasar lokal. Kesuksesan kinerja pengepul dapat ditinjau berdasarkan laba atau keuntungan yang mereka peroleh dari penjualan TBS kepada pabrik minyak sawit. Oleh karena itu, dalam mencari petani kelapa sawit, pengepul harus pandai dan cermat dalam mencari TBS dan mengalokasikannya ke pabrik minyak sawit yang bisa memberikan keuntungan lebih dari beberapa pabrik minyak sawit yang membutuhkan. Terdapat dua tingkat pedagang perantara yaitu agen dan supplier. Agen adalah perantara yang langsung berhubungan dengan petani sedangkan supplier adalah perantara yang berhubungan dengan pabrik minyak sawit. Karena petani swadaya umumnya tidak memiliki dana yang banyak maka untuk menutupi kebutuhan biaya besar yang mendadak mereka perlu pinjaman dari agen. Seterusnya agen mendapat pinjaman dari supplier dan supplier mendapat pinjaman dana dari pabrik minyak sawit.

4.1.3 Kegiatan Pabrik Minyak Sawit

Pabrik minyak sawit memproses TBS menjadi minyak sawit dan palm kernel PK. Umumnya pabrik minyak sawit tidak memproses PK menjadi minyak inti sawit palm kernel oil , PKO. Proses tersebut dikerjakan oleh pabrik khusus mengolah PK menjadi PKO. Pada saat ini pabrik minyak sawit yang baru sudah dapat memproses TBS menjadi minyak sawit dengan randemen mendekati 21 minyak sawit dan 6 PK, dan masa kembali modal break even period , BEP 3 tahun. Sesuai dengan ketentuan Pemerintah pada umumnya pabrik minyak sawit memiliki kebun kelapa sawit sendiri atau kebun petani plasma sebagai sumber bahan baku TBS untuk diolah menjadi minyak sawit. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua memiliki kebun. Dana yang diperlukan untuk membuka perkebunan sawit seluas 10,000 hektar saat ini 2012 dapat mencapai Rp 600 milyard dengan masa tidak produktif karena kebun belum menghasilkan selama 3 tahun. Dana untuk investasi pabrik minyak sawit dengan kapasitas 45 ton TBSjam adalah sekitar Rp 200 milyard dengan biaya operasional Rp 300 milyard Hambali, 2009 dan sudah dapat menghasilkan pendapatan pada tahun pertama. Dengan demikian lebih menarik untuk berinvestasi pada pabrik minyak sawit daripada hanya kebun sawit saja. Hampir semua pabrik membutuhkan tambahan pasokan TBS dari kebun rakyat sehingga harus mempunyai ikatan kerjasama kemitraan dengan sumber pasokan TBS untuk menjamin kontinyuitas bahan baku. 4.1.4 Kegiatan Pabrik Minyak Goreng Pabrik minyak goreng memproses minyak sawit menjadi minyak goreng sawit Kelebihan pabrik minyak goreng adalah dapat menyimpan bahan baku minyak sawit lebih lama dibandingkan dengan pabrik minyak sawit yang tidak mungkin menyimpannya di gudang bahan baku. Pabrik minyak goreng mendapatkan produk akhir berupa minyak goreng olein, minyak stearin dan palm oil fatty acid distillate PFAD. Ekspor minyak sawit dan produk olahannya termasuk minyak goreng terus mengalami kenaikan secara konsisten sejak tahun 2001. Pada tahun ini dan perkiraan ke depan trend kenaikan tersebut akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekspor kedua jenis produk tersebut dalam periode 2001-2010 diperkirakan masing-masing mencapai 17,81 dan 15,26 per tahun. Kecenderungan meningkatnya ekspor minyak goreng apabila tidak dibarengi dengan kenaikan produksi dapat mengakibatkan kekurangan pasokan kedua jenis produk di pasar domestik dan akan berdampak terhadap harga, khususnya minyak goreng.

4.1.5 Kegiatan Distributor

Distributor adalah sisi pelaku usaha terakhir pada RPMS yang memasok produk yaitu minyak goreng kepada konsumen. Seperti halnya pedagang TBS, distributor juga berperan