117
untuk merebut kembali simpati investor. Hal ini akan berdampak buruk bagi perkembangan perusahaan nantinya.
Di dalam hukum positif di Indonesia, insider trading merupakan tindakan yang dilarang sesuai Pasal 95 dan Pasal 98 UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal. Insider trading adalah melakukan pembelian atau penjualan atas efek berdasarkan informasi orang dalam. Yang dimaksud dengan “informasi orang dalam”
adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum.
Di dalam UU Pasar Modal tersebut disebutkan pula bahwa sesuatu tidak dinilai sebagai informasi orang dalam yaitu apabila seseorang yang bukan orang
dalam meminta informasi dari emiten atau perusahaan publik dan kemudian memperolehnya dengan mudah tanpa pembatasan, orang tersebut tidak dikenakan
larangan yang berlaku bagi orang dalam. Namun, apabila pemberian informasi orang dalam disertai dengan persyaratan untuk merahasiakannya atau persyaratan lain yang
bersifat pembatasan, maka terhadap pihak yang memperoleh informasi orang dalam berlaku larangan untuk mempengaruhi pihak lain agar melakukan pembelian atau
penjualan atas efek tersebut. Pihak yang melakukan transaksi ini dianggap melakukan tindakan pidana dengan sanksi penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp 15 miliar. Sanksi tersebut tertuang pada Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995.
118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pasar modal syariah di Indonesia bukan merupakan pasar modal yang berdiri
sendiri, melainkan bagian dari struktur pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Kegiatan pasar modal syariah di Indonesia berjalan pararel dengan
pasar modal konvensional, karena kelahirannya diadopsi dari pasar modal konvensional. Secara teknis tidak ada perbedaan yang mencolok antara pasar
modal syariah dan yang tidak di pasar modal Indonesia. Perbedaan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional dapat dilihat pada instrumen dan akad
penerbitan efeknya, sedangkan perbedaan indeks saham syariah dengan indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi
prinsip-prinsip syariah. Bahkan otoritas penyelenggara bursa, dalam hal ini PT Bursa Efek Indonesia BEI, tidak membedakan mekanisme transaksi antara efek
syariah dengan konvensional. BEI hanya bertindak sebagai fasilitator perdagangan efek yang memberikan pengelompokan arah investasi, pilihannya
dikembalikan ke motivasi dan minat masing-masing investor. 2.
Aturan mengenai perdagangan efek syariah telah diterbitkan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI salah satunya melalui fatwa
nomor 40 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah
119
di Bidang Pasar Modal. Namun otoritas pasar modal, dalam hal ini Bapepam-LK, baru sebatas mengeluarkan aturan mengenai penerbitan efek syariah, akad-akad
yang digunakan, serta kriteria penerbitan Daftar Efek Syariah, sedangkan saat perdagangan Bapepam-LK belum memiliki standar khusus yang menjadi
pedoman mekanisme perdagangan yang sesuai syariah. Kejelasan dan ketegasan penerapan fatwa tersebut merupakan kunci ketenangan dan kepercaryaan
masyarakat terhadap transaksi perdagangan efek di pasar modal. 3.
Pasar modal syariah dikembangkan dengan menggunakan model pendekatan produk, pendekatan pendapatan, dan pendekatan struktur modal. Dengan
menggunakan pendekatan produksi ini, pasar modal syariah akan mengeluarkan emiten yang kegiatan usahanya bertentangan dengan prinsip Islam seperti usaha
perjudian dan permainan yang tergolong judi; usaha keuangan ribawi perbankan dan asuransi konvensional; usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta
memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram maupun barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. Pendekatan pendapatan
lebih melihat pada pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut, ketika pendapatan yang diperoleh dari bunga interest dan pendapatan tidak halal
lainnya dibandingkan dengan total pendapatan revenue lebih dari 10, maka saham perusahaan tersebut tidak syariah. Pendekatan struktur modal dengan
melihat ratio utang terhadap modal atau yang lebih dikenal dengan debtequity ratio
. Semakin besar ratio ini semakin besar ketergantungan modal terhadap utang, yang pada intinya utang tersebut merupakan pinjaman yang mengandung
120
unsur riba. Untuk saat ini sangat sulit bagi perusahan untuk membuat ratio ini nol, atau sama sekali tidak ada utang atas modal. Oleh karena itu toleransi yang
diberlakukan Bapepam-LK saat ini yaitu total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82 utang yang berbasis
bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45 : 55. Setelah melewati tahapan penyaringan di atas, Saham Syariah yang ada di Indonesia
dikumpulkan dalam suatu Daftar Efek Syariah DES yang diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu bulan Mei dan November. DES diterbitkan dan dievaluasi
secara berkala oleh Bapepam-LK bekerja sama dengan DSN-MUI. Per November 2010 Saham Syariah berjumlah 209 saham dari 415 saham terdaftar.
Dari kesekian jumlah saham syariah tersebut dipilihlah sebanyak 30 saham unggulan kedalam Jakarta Islamic Index JII.
4. Selain dari kriteria emiten, pasar modal masih belum sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah juga disebabkan oleh jenis transaksi investasinya. Pada dasarnya pelaksanaan transaksi investasi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian
prudentialihtiyath serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat
dan kezhaliman. Tindakan yang dimaksud diantaranya dengan melakukan penipuan tadlis ataupun manipulasi laporan keuangan window dressing guna
memperdaya pembeli; menggunakan fasilitas pinjaman berbasis bunga margin trading
atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah; menciptakan demand
dan supply yang semu yaitu dengan merekayasa permintaan bai’ an-