Nejatullah Siddiqi 1992, ‘Islamic economics is ‘the Muslim thinkers’ response to

21 keberlimpahan surplus investasi akibat melonjaknya harga minyak mentah dunia atau dikenal dengan masa “oil booming” sejak dekade 1970-an. Memang tidak dapat dipungkiri tingginya keberlimpahan surplus dana negara-negara Arab petrodollar tersebut telah semakin mengakselerasi ekspansi sistem ekonomi berbasis syariah. Namun perlu diketahui, sedari awal para cendekiawan muslim 22 telah memperkenalkan dan menggerakkan sistem ekonomi kontemporer berbasis syariah bukan hanya berlandaskan aspek ekonomis semata, tetapi lebih kepada aspek filosofis dan aspek sosiologis guna memenuhi kebutuhan untuk dapat beraktifitas sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini juga, sistem ekonomi Islam ditawarkan sebagai alternatif pengganti sistem ekonomi sosialis dan kapitalis yang dianggap telah gagal membawa kesejahteraan dan keadilan yang merata. 23 Ghirah pengembangan 22 Banyak diantara para pemikir dan praktisi yang memperjuangkan pengembangan sistem ekonomi kontemporer berbasis syariah merupakan ulama yang juga ahli ekonomi yang umumnya lulusan ekonomi Barat. Kapasitas mereka sebagai ilmuwan ekonomi Islam tidak diragukan sedikitpun, karena latar belakang keilmuwan mereka sejak awal adalah ilmu ekonomi konvensional, namun mereka juga telah memahami syariah secara mendalam. Dalam sebuah artikel pada web‐blog miliknya, Agustianto menyebutkan kurang lebih sekitar 50 nama para ilmuan ekonomi Islam ini, sebagian diantaranya yang sudah sangat populer yaitu Muhammad Nejatullah Ash‐Shiddiqy, Muhammad Abdul Mannan, M Umer Chapra, Masudul Alam Khudary, Monzer Kahf, M Akram Khan, Kursyid Ahmad, Dhiauddin Ahmad, Muhammad Muslehuddin, Afzalur Rahman, Hasanuz Zaman, Sudin Haroen, M Fahim Khan, Volker Ninhaus, Abbas Mirakhor, Syed Nawab Haidar Naqvi, Baqir al‐ Sadr, Manzoor Ali, Anas Zarqa, Mukhtar M Metwally, Hasan Abu Rukba, Zubair Hasan, Sakhrur Rafi Khan, Mahmud Ahmad, dan lain‐lain. Serta masih banyak lagi pakar ekonomi Islam lainnya yang kesemuanya mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Agustianto, “Ijma’ Ulama tentang Keharaman Bunga Interest Bagian I”, artikel diakses tanggal 10 April 2010 dari http:agustianto.niriah.com20080501ijmaE28099 ‐ulama‐ tentang ‐keharaman‐bunga‐interest . 23 Sistem ekonomi sosialis‐komunis sudah tidak terlalu didengungkan sejak runtuhnya pengaruh negara Uni Soviet. Di luar dari itu, pada dasarnya kekurangan dari sistem ekonomi sosialis adalah hilangnya esensi yang penting pendamping aktifitas kehidupan, yaitu prinsip ketuhanan ilahiyah. Keadilan distributif yang mereka gencarkan seraya mengabaikan aspek keagamaan malah menciptakan pemimpin materialis dan totaliter. Sedangkan sistem ekonomi kapitalis‐liberalis, dengan 22 sistem ekonomi kontemporer berbasis syariah telah dimulai di akhir dekade 1960-an hingga sekarang, dan semakin pesat terdorong oleh tingginya permintaan negara- negara Timur Tengah untuk dapat memanamkan modalnya di sektor non-ribawi.

B. Sistem Keuangan Islam Islamic Financial System

Secara institusional sistem keuangan Islami saat ini telah tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan sistem keuangan yang telah ada. Banyak negara, termasuk Indonesia dan Malaysia di dalamnya, yang menjalankan institusi keuangannya berdampingan antara konvensional dengan syariah dual economic system . Hanya negara Iran, Sudan, dan Pakistan yang dianggap menjalankan sistem keuangan Islami secara manunggal single economic system. Sejalan dengan pemahaman yang telah ada, pasar keuangan Islami juga merupakan suatu wahana intermediasi antara pihak yang kelebihan dana surplus unit dengan pihak yang membutuhkan dana deficit unit. Dalam hal ini pasar keuangan Islami juga mengenal dua jenis investasi, investasi secara langsung maupun investasi secara tidak langsung. Investasi secara langsung melalui pasar modal yang juga memperdagangkan saham maupun obligasi syariahsukuk, bedanya objek yang diperdagangkan pada pasar modal tersebut telah melewati proses purifikasi dari hal- hal yang dilarang syariat. Sedangkan investasi secara tidak langsung meliputi pendanaan pada sektor perbankan, asuransi syariah takaful, reksadana syariah Unit slogan Laissez faire et laissez passer Let do and let pass yang bercorak sistem ekonomi pasar bebas, dianggap tidak mampu mendistribusikan kesejahteraan secara merata dan hanya terkonsentrasi bagi kalangan mampu, yang semakin menciptakan gap yang lebar antara si miskin dan si kaya. 23 Trust Management Companies UTMCs, ataupun institusi keuangan lainnya seperti Baitul Maal wa Tamwil BMT unit simpan pinjam syariah skala mikro, gadai syariah rahn, Lembaga Tabung Haji 24 , dsb. 24 Lembaga Tabung Haji Pilgrims Fund Board Malaysia memberikan jasa simpanan dan investasi bagi para nasabahnya tidak hanya untuk membantu penyelenggaraan Haji, namun juga dana ‘idle’ yang dikumpulkan dari para nasabah dikelola kembali untuk diinvestasikan ke dalam sektor perkebunan, properti dan manufaktur, teknologi konstruksi dan perkapalan, jasa travel, maupun produk makanan dan minuman halal. Nasabah yang menyimpan dananya pada lembaga ini akan mendapatkan porsi bagi hasil, yang bahkan seringkali nisbah bagi hasil yang diberikan lebih besar dibandingkan bunga rata‐rata tahunan. Sehingga dalam perkembangannya nasabah Tabung Haji tidak hanya terdiri dari nasabah yang ingin menyimpan dana untuk pemberangkatan HajiUmrah, tetapi juga para nasabah non‐Muslim yang berminat menginvestasikan dananya diluar institusi keuangan konvensional. Lebih lengkapnya dapat diakses melalui http:www.tabunghaji.gov.my . Islamic Financial Institutional System Gambar 2.2 Islamic Financial System Surplus Sector Islamic Financial Market Deficit Sector Direct Financial Market Islamic Money Market Indirect Financial Market Islamic Capital Market Bond Market Equity Market Commercial Banks Takaful Unit Trusts UTMCs Merchant Banks Finance Companies Ilustrasi : Rosly 2005 24 Sistem ekonomi Islam atau lebih tepatnya sistem keuangan Islami tidak melakukan pemisahan antara aspek positif dan aspek normatif. 25 Pemisahan aspek positif dan normatif mengandung implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan sesuatu yang independen terhadap norma. Kaum materialis dan kapitalis-liberalis dengan dogma sekulernya cenderung menanggalkan nilai-nilai moral dengan mengedepankan ilmu sebagai pengganti agama dalam penegakan hukum, 26 memaksakan mekanisme pasar sebebas-bebasnya dengan mengandalkan suatu invisible hand dalam pencarian keseimbangan supply dan demand yang nyatanya cara ini justru menjadikan manusia tamak hingga harta hanya terkonsentrasi dan terakumulasi pada sebagian kecil masyarakat, serta paham bebas nilai yang dianutnya yang mengabaikan pertimbangan 25 Aspek positif membahas mengenai realitas hubungan dengan ekonomi atau membahas sesuatu yang senyatanya terjadi, sementara aspek normatif membahas mengenai apa yang seharusnya terjadi atau apa yang seharusnya dilakukan. ‘Maximizing pleasure and minimizing pain’ adalah contoh pernyataan positif. Sedangkan bahwa manusia seharusnya tidak mengejar kepuasan maksimum agar tidak menjadi pribadi yang tamak, serakah, dan kikir, serta ikhlas menolong saudaranya yang kesusahan adalah contoh pernyataan normatif. 26 Jika kita tilik kembali sejarahnya, sekularisme mulai menggeliat pada pertengahan millenium kedua sebagai hasil ‘perang’ supremasi antara ilmuwan dan gereja, dimana ketika itu posisi gereja sedemikian kuat namun terkadang menyimpang dari otoritasnya semula. Kala itu dominasi gereja yang otoriter, kaku, dan tidak bersahabat dengan perubahan zaman sering bertentangan dengan ilmu pengetahuan, sehingga pada akhirnya mendorong masyarakat Eropa melakukan gerakan perubahan yaitu salah satunya dengan Reformasi Gereja sebagai bagian dari apa yang mereka sebut dengan Renaissance Kelahiran KembaliMasa Pencerahan. Dari sinilah kemudian kemajuan ilmu dan teknologi tidak diimbangi dengan nilai spiritualitas yang baik, yang secara langsung maupun tidak langsung telah menenggelamkan nilai keagamaan dalam memajukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Lantas paham ini menjadi suatu budaya yang mengakar dominasi peradaban konvensional hingga sekarang. Kegemilangan ilmu pengetahuan dan budaya Barat yang seringkali ‘ditelan’ mentah‐ mentah tanpa menyaringnya kembali yaitu dengan mengesampingkan hal‐hal yang dianggap buruk dan tidak sesuai syariah memperparah kemunduran moral umat Islam. Dampak yang paling nyata adalah runtuhnya Kekhalifahan Ottoman di Turki yang kini menjadi negara sekuler. Pada gilirannya kesemua ini turut memudarkan umat Islam dalam mengamalkan nilai‐nilai Islami yang seharusnya menjadi pedoman dalam segala aktifitas kehidupan.