Dampak Negatif Bunga Terbebas dari Unsur Riba

47 information ini hanya dialami oleh satu pihak saja unknown to one party, misal penjual saja, atau pembeli saja. Maka pada gharar, incomplete information dialami oleh kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli uncertain to both parties. Jual beli gharar berarti jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian atau ketidakjelasan jahalah antara dua pihak yang bertransaksi, atau jual beli sesuatu yang objek akad diyakini tidak dapat diserahkan.

a. Macam-Macam Gharar

Ditinjau dari kadar ketidakjelasannya, gharar dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 Gharar fahish ketidakjelasan yang berat, bila ketidakjelasan kuantitasnya banyak, maka hukumnya dilarang berdasarkan ijma’. Seperti menjual burung di udara, menjual unta atau kuda yang kabur, menjual mobil yang hilang dicuri, menjual buah yang masih dalam bentuk bunga, dsb. 2 Gharar yasir ketidakjelasan yang ringan, bila ketidakjelasan kuantitasnya sedikit dan dapat dimaklumkan, maka hukumnya boleh berdasarkan ijma’ ulama. Seperti menjual rumah dengan pondasinya dimana jenis dan bahannya tidak diketahui secara pasti. Hal ini dibolehkan karena kebutuhan dan merupakan satu kesatuan yang dapat dimaklumkan. Ataupun menjual buah yang telah nampak ukuran kematangannya. 3 Gharar mutawasith ketidakjelasan yang sedang, bila ketidakjelasan kuantitasnya sedang, hukumnya masih diperdebatkan. Namun parameter untuk mengetahui banyak sedikitnya kuantitas, dikembalikan pada adat kebiasaan sekitar. 48

b. Bentuk-Bentuk Jual Beli Gharar Taghrir 1 Gharar dalam Kuantitas

Yang termasuk dalam contoh jual beli ini yaitu jual buah-buahan dalam perjanjian selama sekian tahun, ataupun jual beli dengan sistem ijon, yaitu menjual buah masih dalam bentuk bunga sebelum layak konsumsi dan sebelum dapat dipastikan kematangannya. Letak unsur gharar dalam jual beli seperti ini adalah karena buah-buahan tersebut masih dikhawatirkan terkena hama atau kerusakan lainnya sehingga gagal panen. Hikmah dilarangnya jual beli dengan sistem ijon yaitu untuk mencegah terjadinya resiko moral moral hazard dari kedua belah pihak, sebab jika ternyata hasil panen buah melimpah dan tidak sebanding dengan harga yang dibayar maka pihak penjual merasa sangat dirugikan, ataupun sebaliknya pihak penjual bisa saja dengan sengaja melalaikan kewajiban untuk mengoptimalkan hasil panennya lantas mengkambing-hitamkan kondisi alam sebagai penyebabnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Zaid bin Tsabit bercerita bahwa, ِﷲ ِلْﻮ َُܸر ِﺪْﻵَﻈ ِﰱ ُسﺎَﻨﻣا َن َﰷ َﲆ َܾ ُﷲ ِﻳـْﻴَﻠَﻉ ، َرﺎـَﻪِّﺜﻣا َن ْﻮُﻊَﻳﺎـَﺒَﺘَﻳ ََﲅـ ََܸو َ َﴬَﺣ َو ُسﺎَﻨﻣا َﺬَﺟ اَ ِﺎَﻓ ُعﺎَﺘْﺒُﳌا َلﺎَﻛ ،ْﻨِ ْﳱ ِﺿﺎَﻜَܓ : ِ ا ، ُنﺎَﻣُدا َﺮَﻪَﺜﻣا َ ﺎ ََܾا ُﻳَﻬ ِﷲ ُلْﻮـ َُܸر َلﺎـَﻜَﻓ ،ﺎـَ ِﲠ َن ْﻮـُﺠَﺘْ َﳛ ُ ﺎـَﻴﺎَﻉ ؛ٌمﺎـ َُܼﻛ ُﻳَﺑﺎ ََܾا ، ٌ اَﺮُﻣ ُﻳَﺑﺎ ََܾا َﲆ َܾ ُﷲ ِﻳْﻴَﻠَﻉ ََﲅ ََܸو ْﻮـ ُُܿܯْﻣا ُﻲَﺪـْﻨِﻈ ْ َ ُﱶَﻛ ﺎَﻪَﻣ َ ِكَ ِﰱ ُﺔَﻣ : َ ـَﻓ ؛َﻻ ﺎـَﻣ ِ ﺎَﻓ َﱴَﺣ اْﻮُﻊَﻳﺎَﺒَﺘَܓ َﺮَﻪَﺜﻣا ُحَ َܾ َو ُﺪْﺒَﻳ . “Masyarakat di zaman Rasulullah SAW biasa melakukan jual beli buah- buahan. Kalau datang masa panen dan datang para pembeli yang telah membayar buah-buahan itu, para petani berkata, ‘Tanaman kami terkena diman busuk pada tunas, terkena penyakit, terkena qusyam, dan berbagai hama lain.’ Maka ketika mendengar berbagai polemik yang