93
BAB IV PASAR MODAL SYARIAH
DAN AKTIVITAS YANG DILARANG DI DALAMNYA A. Problematika Seputar Pasar Modal Syariah
Pasar modal dengan segala problematikanya telah menjadi kajian kompre- hensif di kalangan ahli hukum Islam. Dalam hal ini para pakar fikih kontemporer
tidak berselisih atas keharaman saham yang berasal dari emiten yang bergerak di bidang usaha yang haram, misalnya perusahaan minuman keras, makanan yang
mengandung babi dan produk turunannya, perjudian, jasa keuangan ribawi, prostitusi dan pornografi, dsb. Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang ditransaksi-
kan berasal dari emiten yang bergerak di bidang usaha yang halal, seperti bidang pertambangan, pertanian, transportasi, tekstil, telekomunikasi, dsb. Masing-masing
pihak saling mengajukan argumentasi yang cukup kuat dalam menentukan keabsahan transaksi saham tersebut di pasar modal.
Bahkan beberapa kalangan diantaranya berpendapat bahwa haram melakukan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka memper-
masalahkan bentuk perusahaan Perseroan Terbatas PT karena perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat dalam perserikatan Islami syirkah islamiyah. Taqiyuddin an-
Nabhani dalam an-Nizham al-Iqtishadi 2004 menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah bentuk syirkah yang batil tidak sah, karena bertentangan dengan hukum-
hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah
94
transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada
perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero investor lainnya.
99
Pendapat lainnya lebih mengkritisi perkembangan harga saham di pasar modal yang saat ini sudah jauh dari nilai instrinsiknya. Hal ini diakibatkan oleh transaksi
spekulatif serta keinginan para pelaku pada umumnya agar harga saham terus meningkat, ditambah banyaknya berita bohong rumor dan tindakan manipulasi
harga, sehingga perubahan harga yang terjadi tidak mencerminkan nilai saham sebenarnya secara wajar. Permasalahan ini juga diperparah dengan adanya monopoli
saham oleh spekulan dan pemodal besar agar bisa menekan pihak penjual lain dengan mengatur harga sesuai keinginannya.
100
Kenaikkan harga saham yang terjadi bukan didorong oleh bertambahnya keuntungan perusahaan dan jumlah deviden yang
dibagikan, melainkan dipicu oleh harapan dan impian pemburu saham terutama dari kalangan yang paling awam. Kondisi seperti ini merupakan sasaran empuk bagi para
spekulan yang sangat jeli dalam menganalisis perkembangan pasar.
99
KH. M. Shiddiq al‐Jawi, “Jual Beli Saham dalam Pandangan Islam”, diakses tanggal 23 Oktober
2010 dari http:konsultasi.wordpress.com20070914jual
‐beli‐saham‐dalam‐pandangan‐ islam
.
100
Contoh sederhananya, sebagian besar pelaku pasar sengaja melepas saham sambil menyebarkan
isu‐isu negatif agar harganya turun dikarenakan banyaknya penawaran supply. Tekanan
jual dan kuatnya spekulan mendikte pasar memaksa investor lain untuk menjual saham‐ sahamnya
dengan harga murah. Ketika harga saham semakin menurun, spekulan membeli kembali saham
tersebut dengan harga lebih murah sebelum harganya meningkat kembali. Pada akhirnya spekulanlah
yang beruntung sementara investor kecil lain harus menanggung kerugian yang disebabkan
tindakan buruk spekulan dan investor besar yang memonopoli saham dalam porsi yang dominan.
95
Namun bagi mereka yang melegalkan jual beli saham berpendapat bahwa pada dasarnya saham tidak lain merupakan suatu bukti kepemilikan atas perusahaan
tertentu yang berbentuk aset, sehingga pada dasarnya saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Oleh karena itu, konsekuensinya adalah saham dapat
diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang, dengan catatan bahwa jual beli saham tersebut tetap mengacu pada pedoman jual beli barang secara umum, yaitu
terpenuhinya rukun, syarat, aspek kerelaan an taradhin, serta terhindar dari unsur haram, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman. Hal ini juga diperkuat
dengan fatwa yang diterbitkan Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI yang telah memutuskan akan kebolehan jual beli saham dalam fatwa
nomor 40DSN-MUIX2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
101
Dalam hal perkembangannya di dalam negeri sendiri, keberadaan pasar modal syariah di Indonesia belumlah semapan dibandingkan negara-negara lain yang lebih
dahulu mengembangkan pasar modal yang berbasis syariah, seperti Malaysia, Saudi Arabia, dan Kuwait. Hal ini salah satunya didasari bahwa pasar modal syariah di
Indonesia bukanlah pasar modal yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari struktur pasar modal Indonesia secara keseluruhan. Aktif dan lambannya perkembangan pasar
modal syariah secara tidak langsung ditopang oleh perkembangan sosialisasi dan pendidikan investasi di pasar modal Indonesia. Perlu diketahui, untuk saat ini saja
101
Lihat lampiran Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia nomor 40DSN‐ MUIX2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.