Islam dan Ekonomi LANDASAN TEORI

19 bertujuan memberikan sebuah solusi hidup yang paling baik, sedangkan ekonomi hanya akan mengantarkan kita kepada pemahaman bagaimana ekonomi berjalan. Dengan demikian ekonomi Islam bukan hanya sekedar ilmu namun ekonomi Islam lebih merujuk kepada sebuah sistem. 18 Para ekonom Muslim masing-masing mendefinisikan ekonomi Islam secara berbeda, beberapa diantaranya yaitu, S. M. Hasanuz Zaman 1984, “Islamic economics is the knowledge and application of injunctions and rules of the Shari’ah that prevent injustice in the acquisition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human beings and enable them to perform their obligations to Allah and the society”. 19 Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan perintah-perintah dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam perolehan dan pemberian sumber daya material dalam rangka memberikan kepuasan kepada manusia dan memungkinkan mereka untuk melakukan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah dan masyarakat. Muhammad Umer Chapra 1996, “Islamic economics may be defined as that branch of knowledge which helps realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in conformity with Islamic teachings without unduly curbing individual freedom or creating continued macro- economic and ecological imbalances” . 20 18 Muhammad Baqir as‐Sadr, Iqtishaduna: Our Economics, dalam Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, h. 4. 19 Hasanuzzaman, S.M., “Definition of Islamic Economics”, Journal of Research in Islamic Economics, Winter 1984, h. 51‐53, materi diakses tanggal 24 Maret 2010 via http:www.iefpedia.comenglishwp ‐contentuploads200910Definition‐of‐Islamic‐Economics‐by‐ S. ‐M.‐Hasanuz‐Zaman.pdf . 20 Di dalam bukunya, Umer Chapra juga mengutip beberapa pendapat dari para pemikir lainnya dalam mendefinisikan ekonomi Islam, diantaranya yaitu M. A. Mannan 1986, ‘Islamic economics is a social science which studies the economic problems of a people imbued with the values of Islam’. Khurshid Ahmad 1992, ‘Islamic economics is ‘a systematic effort’ to try to understand the economic problem and man’s behaviour in relation to that problem from an Islamic perspective’.

M. Nejatullah Siddiqi 1992, ‘Islamic economics is ‘the Muslim thinkers’ response to

20 Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya langka yang sesuai dengan ajaran Islam tanpa terlalu membatasi kebebasan individu atau menciptakan ketidak- seimbangan makroekonomi dan ekologi berkelanjutan. Senada dengan pengertian yang telah disebutkan di atas, Adiwarman Azwar Karim 2007 memberikan definisi bahwa, “Ilmu Ekonomi Islami adalah sebuah sistem yang menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah sebagai variabel independen ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi. Jadi, segala ilmu ekonomi kontemporer yang telah ada bukan berarti tidak sesuai dengan ekonomi Islam. Selama teori yang ada sesuai dengan asumsi dan tidak bertentangan dengan hukum syariah, maka selama itu pula teori tersebut dapat dijadikan dasar dalam membentuk teori ekonomi Islami.” 21 Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu ilmu pengetahuan yang berupaya mengatasi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan menitik- beratkan pada ajaran agama Islam, dimana nilai-nilai ajaran Islam tersebut dapat diaplikasikan. Banyak kalangan yang berpandangan skeptis bahwa sistem ekonomi Islam merupakan suatu hal baru dan dibuat-buat hanya untuk menarik minat investasi asing khususnya dari negara-negara Timur Tengah, yang nota bene memiliki the economic challenges of their times. In this endeavour they were aided by the Qur’an and the Sunnah as well as by reason and experience’. M. Akram Khan 1994, ‘Islamic economics aims at the study of human falah well‐being achieved by organizing the resources of the earth on the basis of cooperation and participation’. Syed Nawab Haider Naqvi 1994, ‘Islamic economics is the representative Muslim’s behaviour in a typical Muslim society’. Muhammad Umer Chapra, What is Islamic Economics?, Islamic Development Bank, Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 1996, h. 30‐31. 21 Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, h.5. 21 keberlimpahan surplus investasi akibat melonjaknya harga minyak mentah dunia atau dikenal dengan masa “oil booming” sejak dekade 1970-an. Memang tidak dapat dipungkiri tingginya keberlimpahan surplus dana negara-negara Arab petrodollar tersebut telah semakin mengakselerasi ekspansi sistem ekonomi berbasis syariah. Namun perlu diketahui, sedari awal para cendekiawan muslim 22 telah memperkenalkan dan menggerakkan sistem ekonomi kontemporer berbasis syariah bukan hanya berlandaskan aspek ekonomis semata, tetapi lebih kepada aspek filosofis dan aspek sosiologis guna memenuhi kebutuhan untuk dapat beraktifitas sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini juga, sistem ekonomi Islam ditawarkan sebagai alternatif pengganti sistem ekonomi sosialis dan kapitalis yang dianggap telah gagal membawa kesejahteraan dan keadilan yang merata. 23 Ghirah pengembangan 22 Banyak diantara para pemikir dan praktisi yang memperjuangkan pengembangan sistem ekonomi kontemporer berbasis syariah merupakan ulama yang juga ahli ekonomi yang umumnya lulusan ekonomi Barat. Kapasitas mereka sebagai ilmuwan ekonomi Islam tidak diragukan sedikitpun, karena latar belakang keilmuwan mereka sejak awal adalah ilmu ekonomi konvensional, namun mereka juga telah memahami syariah secara mendalam. Dalam sebuah artikel pada web‐blog miliknya, Agustianto menyebutkan kurang lebih sekitar 50 nama para ilmuan ekonomi Islam ini, sebagian diantaranya yang sudah sangat populer yaitu Muhammad Nejatullah Ash‐Shiddiqy, Muhammad Abdul Mannan, M Umer Chapra, Masudul Alam Khudary, Monzer Kahf, M Akram Khan, Kursyid Ahmad, Dhiauddin Ahmad, Muhammad Muslehuddin, Afzalur Rahman, Hasanuz Zaman, Sudin Haroen, M Fahim Khan, Volker Ninhaus, Abbas Mirakhor, Syed Nawab Haidar Naqvi, Baqir al‐ Sadr, Manzoor Ali, Anas Zarqa, Mukhtar M Metwally, Hasan Abu Rukba, Zubair Hasan, Sakhrur Rafi Khan, Mahmud Ahmad, dan lain‐lain. Serta masih banyak lagi pakar ekonomi Islam lainnya yang kesemuanya mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Agustianto, “Ijma’ Ulama tentang Keharaman Bunga Interest Bagian I”, artikel diakses tanggal 10 April 2010 dari http:agustianto.niriah.com20080501ijmaE28099 ‐ulama‐ tentang ‐keharaman‐bunga‐interest . 23 Sistem ekonomi sosialis‐komunis sudah tidak terlalu didengungkan sejak runtuhnya pengaruh negara Uni Soviet. Di luar dari itu, pada dasarnya kekurangan dari sistem ekonomi sosialis adalah hilangnya esensi yang penting pendamping aktifitas kehidupan, yaitu prinsip ketuhanan ilahiyah. Keadilan distributif yang mereka gencarkan seraya mengabaikan aspek keagamaan malah menciptakan pemimpin materialis dan totaliter. Sedangkan sistem ekonomi kapitalis‐liberalis, dengan