Larangan Merekayasa Permintaan dan Penawaran
113
lain yang kurang cermat terjebak pada harga beli yang tinggi. Sebaliknya, jika ingin mendapat harga yang lebih rendah, spekulan bekerja sama dengan broker yang dia
kenal melakukan transaksi dengan menjual saham sebanyak-banyaknya agar harga turun ke bawah hingga ke level yang diharapkan sambil terus menyebarkan isu-isu
negatif. Ketika investor lain juga terpengaruh untuk menjual saham karena menghindari kerugian lebih besar akibat harga terus merosot, spekulan sudah
membeli saham kembali saham tersebut dari broker dengan harga lebih rendah sebelum harga mengalami kenaikan kembali.
Umumnya saham yang sering digoreng adalah saham-saham dengan kapitalisasi dan likuiditas yang kecil, atau saham kelas menengah yang harganya
murah dan investornya masih sedikit, sehingga memudahkan spekulan memborong dan mengendalikan harga karena jumlah sahamnya relatif sedikit. Saham ketegori
blue chip ataupun saham yang pemegangnya merata di banyak pihak tidak dikuasai
oleh satu pihak akan sulit untuk digoreng. Kasus corneringgoreng saham yang terkuak diantaranya melibatkan broker
bermasalah yang sama, sebut saja PT Optima Karya Capital Securities OKCS. OCKS diduga bekerja sama dengan Mahakarya Capital Securities melakukan
cornering atas saham PT Triwira Insan Lestari Tbk hingga harga saham berkode
TRIL tersebut meroket 97,06 dari kisaran Rp 400 per saham pada 28 Januari 2008 menjadi Rp 1.340 pada 6 Maret 2008.
125
Optima Securities juga diduga melakukan
125
Arif Gunawan S, “Kasus Triwira Masuk Penyidikan Bapepam‐LK”, artikel diakses tanggal 19
Oktober 2010 dari http:bataviase.co.idnode281899
.
114
persekongkolan lain dalam penggorengan saham dengan mengangkat saham PT Ades Waters Indonesia Tbk naik sebesar 183,33, PT Indah Kiat Pulp Papers Tbk
sebesar 191,26, dan juga disinyalir mendongkrak harga saham PT Tjiwi Kimia Tbk hingga 111,11.
126
Di beberapa negara termasuk di Indonesia corneringmenggoreng saham merupakan tindakan yang melawan hukum. Cornering merupakan tindakan
manipulasi pasar dan dilarang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pada Pasal 91 dan Pasal 92. Manipulasi pasar yang dimaksud yaitu pihak yang
bertransaksi membuat harga menjadi harga semu. Pihak yang melakukan transaksi ini dianggap melakukan tindakan pidana dengan sanksi penjara paling lama 10 tahun dan
denda paling banyak Rp 15 miliar. Sanksi tersebut tertuang pada Pasal 104 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995.
Di dalam kajian fikih, praktik menciptakan demand dan supply yang semu dikenal dengan istilah Bai’ Najsy dan ihtikar. Bai’ najsy dilarang karena pelaku
merekayasa permintaan demand untuk mendapatkan keuntungan di atas normal, cara yang dilakukan yaitu bisa dengan meminta pihak tertentu untuk memberikan
hasil analisis manipulatif yang baik window dressing, ataupun juga dengan cara menyuruh orang lain penawar palsu untuk menawar dengan harga tinggi padahal dia
tidak membutuhkannya.
127
Cara ini dilakukan agar investor lain tertarik untuk
126
Arif Gunawan S, “Optima, Skandal yang Terperam”, artikel diakses tanggal 19 Oktober 2010
dari http:web.bisnis.comartikel2id3015.html
.
127
Sebelumnya telah dibuat kesepakatan antara penjual dengan penawar palsu untuk membeli
dengan tawaran harga yang tinggi agar ada pembeli sesungguhnya yang terjebak dengan
115
membeli dan terlanjur merealisasikan transaksi dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan ihtikar yang lebih umum diartikan sebagai tindakan penimbunan, dilarang
karena pelaku merekayasa penawaran supply dengan cara sengaja membatasi peredaran suatu barangsekuritas serta menghalangi investor lain membelinya, agar
kemudian si pelaku dapat mengambil keuntungan yang tinggi ketika harganya melonjak.
Mencari keuntungan tidak dilarang dalam Islam. Akan tetapi jika keuntungan tersebut diperoleh dengan sengaja mengacaukan harga di pasaran, maka barulah cara
seperti itu tidak diperkenankan. Islam sangat mengecam praktik bai’ najsy dan ihtikar
128
, karena tindakan membuat demand dan supply yang semu dapat mengakibatkan harga menjadi tidak normal, mengandung unsur penipuan, dan
menjebak orang lain karena kondisi pasar tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.