Perkembangan sektor unggulan di daerah kabupaten

d. Mengembangkan sektor pariwisata agar menarik pada skala nasional dan internasional sehingga menjadi kegiatan ekonomi yang utama. e. Mengembangkan sektor perdagangan besar yang kompetitif serta peningkatan usaha kecil dan menengah yang tangguh sehingga menjadi kegiatan ekonomi yang utama. f. Mengembangkan sektor industri yang berwawasan lingkungan dan memanfaatkan sumberdaya lokal sehingga menjadi kegiatan ekonomi yang utama. g. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, merata dan berkeadilan menuju masyarakat madani. h. Meningkatkan pembinaan sumberdaya manusia agar menjadi handal dan agamis. i. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih dengan menjunjung tinggi supremasi hukum. Point b, c, d, e da f mengandung pengertian bahwa pengembangan sektor-sektor ekonomi agar menjadi kegiatan ekonomi yang utama yang dimaksud adalah agar sektor-sektor ekonomi tersebut menjadi sektor unggulan di perekonomian Provinsi Banten. Berdasarkan isi dari Perda no 11 tahun 2003 tersebut, maka yang diharapkan oleh pemerintah Provinsi Banten yang harus mengalami perkembangan menjadi sektor unggulan adalah sektor Petanian yang diwakili oleh subsektor tanaman pangan ataupun perkebunan, juga subsektor perikanan. Namun sampai dengan tahun 2011, sektor pertanian baru satu periode saja menjadi sektor unggulan berdasarkan hasil analisis dengan metode LQ bahwa pada tahun 2004 sektor pertanian adalah menjadi sektor basis. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa implikasi kebijakan pemerintah daerah dari Perda No. 11 tahun 2003 tentang Pola Dasar Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Banten Tahun 2002 – 2022, untuk kurun waktu sepuluh tahun terhitung sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 belum mampu mewujudkan sektor pertanian sebagai sektor unggulan. Namun bila mengamati sektor unggulan yang berkembang di beberapa wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten, sektor pertanian bisa menjadi sektor unggulan di tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang , Lebak, dan Tangerang. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di tiga wilayah kabupaten tersebut disebabkan karena terdapat potensi yang besar dan luas pada sektor tersebut. Dengan potensi yang besar tersebut, ternyata baru dapat menjadi sektor unggulan di wilayah lokalnya saja. Namun untuk wilayah yang lebih luas, yaitu provinsi masih belum dapat menunjukkan dayasaingnya yang besar. Selain juga dihadapakan pada masalah adanya pengalihan fungsi beberapa area lahan pertanian menjadi kawasan industri dan kawasan pemukiman. Hal ini berarti masih menjadi tugas bagi pemerintah provinsi agar potensi sektor pertanian tidak hanya menjadi sektor unggulan untuk tingkat lokal saja, melainkan dapat menjadi sektor unggulan untuk tingkat provinsi. Seperti yang dijelaskan oleh Damanhuri 2010 sebagai berikut: “Indonesia perlu mengembangkan arah baru indutrialisasi yang berbasis Sumberdaya Alam KI-SdA secara besar-besaran dengan penerapan teknologi tepat guna sederhana, menengah, dan canggih sesuai kebutuhan. Pertimbangannya di samping untuk menghidupkan pasar dalam negeri, dengan KI-SdA ini dapat memecahkan masalah “rantai industri” antara kaitan ke belakang dan ke depan backward linkage dan foreward linkage yang sering dihadapi dalam pengembangan industri manufaktur non-agronon-SdA. Dengan KI-SdA yang dapat memecahkan masalah kaitan ke belakang, karena tak ada problem dengan komoditas yang memasok kebutuhan bahan baku maupun juga dengan pelaku UKM, mikro dan informal karena sifat industrinya mengembangkan nilai tambah dari SdA dan SdM yang tersedia secara berlimpah”. 43 Uraian tersebut di atas menjelaskan mengenai pentingnya pengembangan industri agro yang mengutamakan pemberdayaan sumberdaya alam sebagai bahan baku utamanya. Adanya kesalahan penerapan kebijakan ekonomi, terutama dalam pengelolaan sektor industri. Pengembangan sektor industri yang berbasis non-agro menyebabkan berbagai kondisi terjadi, diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, dan termasuk ketimpangan ekonomi antarwilayah. Apabila konsep KI-SdA dapat mulai diterapkan di wilayah ekonomi yang lebih kecil, misalnya untuk wilayah kabupaten, maka tidak mustahil jika wiayah kabupaen yang memiliki potensi sektor pertanian yang besar tidak lagi menjadi daerah yang terbelakang dalam bidang ekonomi.

5.4.4. Kebijakan strategis yang terkait dengan pengurangan tingkat

kesenjangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Dalam Perda No.11 tahun 2003, pada bab IV, tentang Pola Pengembangan Dan Pelaksanaan Program Pembangunan Serta Keikutsertaan Masyarakat, Bagian kesatu tentang Pola Pengembangan Program Pembangunan, Paragraf 2 Pasal 19 tentang Program Pengurangan Ketimpangan antardaerah. 1. Meningkatkan kerjasama antardaerah kabupaten atau kota untuk keserasian dan keterpaduan pembangunan antardaerah. 43 Damanhuri, 2010, Ekonomi Politik dan Pembangunan, IPB Press, Bogor, hal 119-120 Ayat 1 ini dapat diartikan bahwa pemerintah daerah Provinsi Banten melalui Perda ini, mengarahkan pembangunan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota agar dapat sama- sama mencapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah Provinsi Banten juga mengarahkan agar adanya kerjasama yang baik antarwilayah kabupaten dan kota dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, terutama bidang ekonomi, sehingga dapat mengurangi adanya ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota di Provinsi Banten. 2. Meningkatkan pembinaan dan koordinasi antara aparat penegak hukum untuk meningkatkan pengawasan dan melindungi sumberdaya alam dari berbagai bentuk eksplorasi maupun eksplorasi liar, pencemaran dan perusakan dengan mengikutsertakan masyarakat. 3. Memformulasikan strategi pembangunan ekonomi baru yang berkelanjutan bagi Provinsi Banten bersama-sama dengan segenap potensi dan elemen masyarakat. Pada ayat 3 ini dapat diartikan bahwa kelanjutan dari point 1 sebelumnya, pemerintah daerah Provinsi Banten akan melaksanakan berbagai strategi kegiatan pembangunan, terutama untuk bidang ekonomi, yaitu strategi yang dapat mewujudkan penurunan tingkat ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota secara berkelanjutan, dengan mengedepankan pemberdayaan potensi ekonomi daerah masing-masing.

5.4.5. Implikasi dari Perda No 11 tahun 2003 tentang Pola Dasar

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Banten Tahun 2002-2022 terhadap masalah ketimpangan ekonomi di Provinsi Banten. Dalam analisis yang dilakukan sebelumnya diasumsikan bahwa jumlah daerah regional yang ada di Provinsi Banten adalah sebanyak empat daerah kabupaten dan dua daerah kota enam daerah regional. Hal tersebut terjadi karena periode analisisnya adalah di mulai sejak tahun 2002, di mana pada tahun tersebut jumlah daerah regionalnya adalah sebanyak enam daerah regional. Namun periode akhir analisis yang dilakukan adalah tahun 2011, di mana pada rentang antara tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 tersebut terdapat kebijakan pemekaran wilayah, sehingga dapat menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dan berkembang atas hasil analisis yang dilakukan. Pada tahun 2008 adalah terjadi penambahan jumlah daerah kota, yaitu dengan terbentuknya Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan, sehingga hasil analisis yang didapatkan dengan menggunakan