Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Tabel. 4.1 Beberapa indikator sosial di Provinsi Banten, Periode tahun 2009-2011 Indikator Tahun 2009 2010 2011 Jumlah penduduk miskin orang 775.791 751.000 690.874 Persentase penduduk miskin persen 8,15 7,46 6,26 Angka harapan hidup tahun 64,75 64,90 65,05 Angka melek huruf persen 95,95 96,20 96,25 Indeks Pembangunan Manusia 70,06 70,48 70,95 Pengeluaran per kapita masyarakat ribu rupiah 627,63 629,70 633,64 Tingkat pengangguran terbuka TPT persen 14,97 13,68 13,06 Tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK persen 63,74 65,34 67,79 Tingkat pengangguran terbuka TPT menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan persen 1. Tidak tamat SD 7,98 11,27 10,19 2. Tamat SD 14,21 12,79 10,32 3. Tamat SLTP 15,32 14,32 18,93 4. Tamat SLTA 18,70 14,14 14,64 5. Tamat perguruan tinggi 20,67 17,04 6,61 Tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan persen 1. Tidak tamat SD 57,37 55,40 56,10 2. Tamat SD 1,92 65,35 67,54 3. Tamat SLTP 55,13 55,01 59,36 4. Tamat SLTA 73,86 74,48 77,16 5. Tamat perguruan tinggi 86,22 87,62 88,14 Sumber: BPS Provinsi Banten, Banten Dalam Angka, 2012. Dari tabel 4.1 dapat ditunjukkan bahwa selama kurun waktu tiga tahun, yaitu tahun 2009 dan tahun 2011, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten berkurang. Meskipun pengelompokkan penduduk menjadi penduduk miskin adalah bersifat relatif bergantung dari lembaga yang menetapkan ketentuan untuk kriteria kemiskinan tersebut namun pemerintah provinsi mencatat adanya penurunan jumlah penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten ini, selain menurun dalam hal jumlah, juga menurun dari segi persentase jumlah penduduk. Tentu saja hal ini adalah gambaran yang baik bagi Provinsi Banten, yang berarti Provinsi Banten dapat meningkatkan jumlah penduduk yang sejahtera di daerahnya. Seperti yang tertera pada tabel berikut, terlihat adanya penurunan dalam hal persentase penduduk miskin di Provinsi Banten dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Menurunnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah semakin baiknya kualitas hidup yang dialami oleh masyarakat, sehingga dapat menjadi masyarakat yang lebih produktif dan sejahtera. Peningkatan kualitas hidup masyarakat ini dapat tercermin dari meningkatnya usia harapan hidup masyarakat,seperti yang tertera pada tabel 4.1. Pada tabel 4.1 juga menunjukkan peningkatan usia harapan hidup merupakan gambaran atas peningkatan kualitas hidup dari segi kesehatan masyarakat. Hal lain yang dapat menggambarkan adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat karena adanya peningkatan dalam hal pendidikan, diantaranya adalah peningkatan terhadap jumah masyarakat yang melek huruf. Program pemberantasan buta huruf atau peningkatan angka melek huruf merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia merupakan faktor penting yang dibutuhkan dalam seluruh kegiatan pembangunan. Sebelum Provinsi Banten berdiri sendiri, masyarakat Banten tergolong dalam kelompok masyarakat yang relatif terbelakang dengan kondisi tingkat kemiskinan yang tinggi, tingkat melek huruf yang rendah. Setelah Banten berdiri sendiri sebagai daerah provinsi, kondisi tersebut secara perlahan diatasi dengan berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Provinsi Banten. Nilai IPM masyarakat Provinsi Banten sampai dengan tahun 2011 telah mencapai 70,95. Banten benar-benar melakukan pembenahan dalam bidang pengembangan sumberdaya manusianya lihat nilai IPM pada tabel 4.1. Nilai IPM yang terus menerus diupayakan meningkat, dengan cara terus meningkatkan kegiatan pembangunan yang mengarah pada pengembangan kualitas sumberdaya manusia ini, ditujukan juga agar masyarakat dapat lebih sejahtera. Daya beli masyarakat Provinsi Banten pada tahun 2011 telah mencapai Rp 633.64.000,00 , di mana dibandingkan dengan tahun sebelumnya adalah lebih tinggi lihat tabel 4.1. Peningkatan daya beli masyarakat, daya beli bagi masyarakat merupakan hal yang penting, karena hal tersebut terkait dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terjadinya peningkatan daya beli masyrakat berarti masyarakat dapat mengembangkan kemampuan di bidang ekonominya seiiring dengan perkembangan kondisi ekonomi yang terjadi. Hal lain yang merupakan ciri khas dari Provinsi Banten adalah keberadaan cagar budaya yang telah ada sejak jaman kerajaan dahulu yaitu keberadaan suku terasing Baduy. Masyarakat suku Baduy dilindungi oleh pemerintah bukan saja sebagai pelestari budaya lokal, namun juga karena keberadaan mereka yang sudah sejak dahulu ada dan sangat menjunjung tinggi kearifan alam, merupakan bagian penting dalam pembangunan daerah Banten. Masyarakat Baduy banyak mengajarkan kepada masyarakat lainnya mengenai kearifan lokal dan kearifan alam dengan menerapkan gaya hidup yang berdampingan dengan alam. Meskipun masyarakat Baduy dikenal dengan kelompok masyarakat yang memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme, namun pengaruh Islam ternyata dapat pula diterima oleh mereka yang dimaksud adalah kelompok masyarakat Baduy luar. Hal tersebut menggambarkan bahwa meskipun masyarakat Baduy tetap menjalankan gaya hidup sederhana dan menjaga kelestarian alam, namun mereka dapat pula menerima pengaruh lain dalam hal budaya maupun lainnya tanpa meninggalkan pola hidup yang mereka jalani sehari-hari.

4.3 Kondisi Ketenagakerjaan.

Provinsi Banten memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang beragam, diantaranya adalah sumberdaya manusia yaitu sebagai tenaga kerja. Dalam ketenagakerjaan, tercatat besarnya tngkat pengangguran terbuka TPT untuk kurun waktu tahun 2011 adalah sebesar 13,06 persen dari jumlah penduduk. Nilai ini menurun dari tahun-tahun sebelumnya sebagaimana terlihat pada tabel 4.1. Pengangguran terbuka adalah penduduk usia produktif yang kegiatannya adalah mencari pekerjaan karena belum bekerja. Mereka ini meliputi penduduk yang telah selesai dengan masa pendidikannya dan atau yang telah kehilangan pekerjaan sebelumnya, namun tidak melakukan aktifitas bekerja sesuai standar jam kerja secara umum yaitu 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja seminggu. Selain pengangguran terbuka, terdapat pula partisipasi angkatan kerja, yaitu meliputi seluruh penduduk yang belum bekerja maupun sudah bekerja namun bukan pada bidang keahliannya dan atau jumah jam kerja yang kurang dari 40 jam kerja seminggu. Jumlah ini cukup besar lebih dari setengah jumlah penduduk, yaitu 67,79 persen di tahun 2011 lihat tabel 4.1. Besarnya jumlah penduduk yang termasuk dalam kelompok partisipasi angkatan kerja ini menggambarkan tingginya tingkat persaingan dalam memperoleh pekerjaan di Provinsi Banten. Tingkat pengangguran terbuka TPT dan tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK yang ada di Provinsi Banten meliputi berbagai jenjang pendidikan yang mereka tamatkan. Pada tabel 4.1 mencantumkan besarnya tingkat TPT dan TPAK menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan. Pada tabel 4.1, menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di semua jenjang pendidikan yang ditamatkan secara umum mengalami penurunan, kecuali pada jenjang tidak lulus SD dan tamat SLTP. Untuk jenjang yang tidak lulus SD diindikasi adalah sekelompok penduduk miskin yang mengalami keterpurukkan ekonominya yang mulai masuk dalam angkatan kerja. Meskipun secara nilai partisipasi angkatan kerja tidak terlalu menunjukkan kenaikkan, namun ternyata yang kemudian masuk ke dalam kelompok pencari kerja yang aktif semakin meningkat. Demikian pula dengan kelompok angkatan kerja yang tamat perguruan tinggi. Pada nilai TPT kelompok ini mengalami penurunan, namun pada nilai TPAK justru meningkat. Hal tersebut diindikasi bahwa sebagian besar dari kelompok ini berperan sebagai wirausaha. 4.4 Kondisi Geografis. Provinsi Banten adalah salah satu daerah yang dahulu termasuk dalam wilayah Keresidenan Banten – Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang-Undang No. 23 tahun 2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, dan Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 KM dari Provinsi DKI Jakarta serta memiliki luas wilayah sebesar 9.662,92 KM 2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah Timur, Laut Jawa di sebelah Utara, Samudra Hindia di sebelah Selatan, dan Selat Sunda di sebelah Barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Sebagian wilayahnya, yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan kota Tangerang Selatan adalah sebagai daerah satelit bagi Provinsi DKI Jakarta. Secara astronomi, wilayah Provinsi Banten terletak pada 5 7’50” – 7 1’1” lintang Selatan dan 105 1’11” – 106 7’12” bujur Timur. Ekosistem wilayah Provinsi Banten terdiri dari: a. Lingkungan Pantai Utara yang merupakan ekosistem sawah irigasi teknis, kawasan pemukiman dan industri. b. Kawasan Banten bagian Tengah berupa irigasi terbatas dan kebun campur, sebagian berupa pemukiman pedesaan mempunyai ketersediaan air yang cukup dan dengan kuantitas yang stabil. c. Kawasan Banten sekitar Gunung Halimun-Kendeng hingga Malingping, Leuwidamar, Bayah berupa pegunungan yang relatif sulit untuk diakses, namun menyimpan potensi sumberdaya alam.