Kerangka Penelitian. METODOLOGI DAN KERANGKA PENELITIAN

Peranan dari sembilan sektor ekonomi di daerah, terutama diarahkan kepada terbentuknya berbagai sektor ekonomi yang akan menjadi sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi daerahnya. Sektor unggulan akan menjadi tumpuan bagi perekonomian daerah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya, dan dapat mendukung terhadap pertumbuhan sektor ekonomi lainnya yang bukan sektor unggulan. Maka perlu dianalisis mengenai sektor uggulan apakah yang berkembang pada perekonomian suatu daerah, dengan menggunakan metode penentuan sektor unggulan. Untuk tingkat provinsi, penentuan sektor unggulan akan diidentifikasi, apakah sektor unggulan yang berkembang di wilayah provinsi. Perkembangan perekonomian di daerah provinsi, seharusnya dapat menggambarkan perkembangan perekonomian di wilayah kabupaten dan kotanya. Karena output yang dihasilkan oleh daerah provinsi adalah berasal dari output yang dihasilkan oleh wilayah kabupaten dan kota. Hal tersebut berarti, output sektoral ekonomi yang ada di wilayah kabupaten dan kota memiliki peran penting dalam perekonomian daerah provinsinya. Namun pada kenyataannya, perkembangan perekonomian wilayah kabupaten dan kota dalam satu provinsi tidak selalu sama. Dari beberapa wilayah kabupaten dan kota yang ada di daerah provinsi, biasanya hanya beberapa wilayah kabupaten dan kota saja yang memiliki perekembangan perekonomian yang maju. Sementara itu, wilayah lainnya memiliki perkembangan perekonomian yang relatif rendah. Hal tersebut mengindikasi adanya kondisi ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota dalam provinsi tersebut. Ketimpangan ekonomi antarwilayah, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah regional terjadi karena beberapa faktor. Salah satu faktor yang diindikasi dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota dalam satu provinsi adalah adanya ketidaksamaan penentuan sektor unggulan antara daerah provinsi dengan wilayah kabupaten dan kotanya. Dalam analisis ini peneliti mencoba untuk menyusun hipotesa yang menjelaskan antara faktor sektor unggulan dengan kondisi ketimpangan ekonomi antarwilayah. 1. Jika semakin banyak wilayah kabupaten dan kota yang memiliki sektor unggulan yang sama dengan sektor unggulan di daerah provinsi maka, ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota di daerah provinsi tersebut adalah rendah. 2. Jika semakin sedikit wilayah kabupaten dan kota yang memiliki sektor unggulan yang sama dengan sektor unggulan di daerah provinsi maka, ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota di daerah provinsi tersebut adalah tinggi. Dalam penelitian ini, akan dianalisis mengenai ada atau tidak adanya keterkaitan antara kondisi ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota dengan perkembangan sektor unggulan di Provinsi Banten untuk periode tahun 2002-2011. Dari analisis ini, akan dapat menjelaskan mengenai sektor unggulan dan keterkaitan antara ketimpangan ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota dengan perkembangan sektor unggulan di Provinsi Banten. Selain itu, peneliti juga akan melihat implikasi dari kebijakan ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah terkait dengan upaya membentuk sektor unggulan dan menurunkan tingkat ketimpangan ekonomi antarwilayah di Provinsi Banten. Berikutnya juga akan dipaparkan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi persoalan yang dianalisis oleh peneliti. Dari uraian tersebut, secara ringkas ditunjukkan oleh gambar 3.3. Perkembangan sektor Unggulan Kabupaten dan Kota Berubah tidak sesuai tujuan Perda Berubah sesuai tujuan Perda Perkembangan Ketimpangan Ekonomi antarwilayah kabupaten dan kota PERDA PROVINSI BANTEN NO. 11 TAHUN 2003 ANALISIS KETIMPANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH KABUPATEN DAN KOTA Metode Analisis: Indeks Williamson Tipologi Klassen Gambar 3.3 Kerangka Pemikiran

BAB IV PROFIL PROVINSI BANTEN

Provinsi Banten adalah salahsatu provinsi baru di Indonesia. Provinsi ini terbentuk pada tahun 2000. Dalam provinsi ini terdapat empat wilayah kabupaten, yaitu Pandeglang, Lebak, Tangerang, dan Serang, dan empat kota, yaitu Cilegon, Tangerang, Serang, dan Tangerang Selatan. Sebelum membahas permasalahan yang dianalisis pada penelitian ini, akan dipaparkan profil mengenai Provinsi Banten. Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten

4.1 Sejarah Singkat Provinsi Banten.

Banten sebagai nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula- mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah mengenal sebuah negara yang disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit Mahapatih Gajahmada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di Nusantara. Pada tahun 1524 -1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan pada tanggal 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 sampai dengan tahun 1570, Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan Banten pertama. Sejak itulah dimulainya pemerintahan Kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafi’uddin pada tahun 1813 sampai dengan tahun 1820, yang merupakan Sultan ke dua puluh setelah Sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Banten terus berlanjut hingga detik terakhir kaki penjajah berada di Kerajaan Banten. Setelah memasuki masa kemerdekaan muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah provinsi. Gagasan tersebut muncul pertama kali pada tahun 1953, kemudian pada tahun 1963 terbentuk Panitia Provinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Provinsi Banten dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR-GR, terjadi kepakatan untuk memerjuangkan terbentuknya Provinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Provinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Provinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa orde baru keinginan tersebut belum bisa tercapai. Pada orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten untuk membentuk provinsi Banten berjalan kembali dengan adanya dukungan kebijakan otonomi daerah. Pada tanggal 18 Juli 1999 diselenggarakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang. Kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukkan Provinsi Banten PPB. Akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Provinsi Banten menjadi Undang- Undang No.23 tahun 2000 tentang Pembentukkan Provinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mensahkan UU No. 23 tahun 2000 tentang PPB. Pada tanggal 18 November 2000, dilakukan pelantikan Pejabat Gubernur yaitu H. Hakamudin Djamal sebagai pejabat sementara. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, M.Eng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.

4.2 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Penduduk di Provinsi Banten yang berjumlah kurang lebih 11 juta orang, merupakan bagian dari penduduk Indonesia yang memiliki keanekaragaman dari segi suku bangsa, agama, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan lainnya. Penduduk di Provinsi Banten yang tersebar di empat wilayah kabupaten dan empat wilayah kota ini merupakan potensi bagi Provinsi Banten. Potensi dari penduduk tersebut diharapkan dapat membawa dan menciptakan kesejahteraan bagi wilayah dan masyarakatnya itu sendiri. Berikut ini adalah tabel 4.1 yang menginformasikan tentang beberapa indikator sosial di Provinsi Banten untuk kurun waktu tiga tahun, yaitu tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.