Bentuk kebijakan pembangunan yang pertama adalah kebijakan Fiskal wilayah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kebijakan
Fiskal wilayah menurut Syafrijal 2008: “Kebijakan Fiskal pada tingkat wilayah dapat dilakukan dalam
bidang pengaturan dan pengendalian dan pengeluaran keuangan daerah”.
29
Kebijakan Fiskal wilayah yang menyangkut aspek penerimaan antara lain adalah kebijakan pembebasan atau pengurangan pajak.
Sementara itu kebijakan Fiskal wilayah yang menyangkut aspek pengeluaran adalah peningkatan proporsi dana APBD yang
dialokasikan untuk belanja publik dan belanja modal, dan peningkatan keterkaitan antara perencanaan dan anggaran. Dapat
pula dengan menggunakan kebijakan Dana Alokasi Khusus.
b. Kebijakan Moneter Wilayah
Bentuk kebijakan pembangunan wilayah yang kedua adalah kebijakan Moneter wilayah. Berikut ini adalah penjelasan dari
kebijakan Moneter wilayah menurut Syafrijal 2008: “Pelaksanaan kebijakan wilayah dapat dilakukan dalam bentuk
kebijakan penerian kredit perbankan yang dibedakan untuk daerah yang sudah maju dengan daerah yang sedang
berkembang”.
30
Pemberian kredit perbankan tersebut dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk daerah sedang berkembang dapat diberikan dalam
bentuk prosedur dan jaminan yang lebih sederhana sehingga para pengusaha di daerah bersangkutan dapat memanfaatkan
fasilitas kredit tersebut untuk mendorong kegiatan usahanya.
b. Pengembangan lembaga-lembaga keuangan nonbank sebagai
alternatif untuk penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat.
2.6.5. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Regional
Proses berikutnya setelah pelaksanaan kebijakan regional adalah evaluasi pelaksanaan kebijakan regional. Berikut ini adalah penjelasan
untuk kegiatan evaluasi tersebut menurut Sjafrijal 2008: “Evaluasi pelaksanaan kebijakan regional perlu dilakukan untuk
dapat mengetahui seberapa jauh kebijakan yang telah dilaksanakan
29
Sjafrijal, 2008, Loc.Cit, hal.161
30
Ibid, hal.164
oleh pemerintah derah dapat memberikan dampak positif sesuai dengan tujuan yang ditetapkan semula”.
31
Uraian tersebut dia atas dapat dimaknai bahwa evaluasi perlu dilakukan agar dapat memantau perkembangan atau perubahan pada kondisi
daerah dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam pembangunan ekonomi regional. Dalam kegiatan evaluasi akan ditemui berbagai keadaan yang
diharapkan mampu menjelaskan berbagai faktor penyebab atas berhasil dan belum berhasilnya sebuah strategi kebijakan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dalam pembangunan ekonomi regional. Sehingga akan menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan pembangunan ekonomi
regional berikutnya agar dapat tercapai kondisi perkembangan dan perubahan kondisi pembangunan ekonomi yang ada di daerah tersebut.
Menurut Sjafrizal 2008, evaluasi pelaksanaan kebijakan regional tersebut dapat dilakukan secara komprehensif maupun secara parsial.
a. Evaluasi Komperhensif
Bentuk evaluasi yang pertama adalah evaluasi komprehensif, menurut Sjafrizal 2008 evaluasi komprehensif adalah:
“Evaluasi komprehensif paling sederhana yang dapat dilakukan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan suatu kebijakan
pembangunan regional adalah dengan jalan membandingkan kondisi pembangunan sesudah kebijakan dilakukan dengan
sebelumnya.”
32
Kegiatan evaluasi komprehensif ini merupakan sebuah kegiatan membandingan kondisi pembangunan setelah dilaksanakannya
kebijakan pembangunan
wilayah denga
kondisi sebelum
dilaksanakannya kebijakan pembangunan wilayah. Hal yang diperbandingkan misalnya secara umum adalah perbedaan besarnya
output daerah dalam bentuk PDRB secara agregat maupun PDRB sektoral. Kegiatan evaluasi ini dapat memberikan informasi
sementara mengenai kondisi perkembangan dari pembangunan regional yang dilaksanakan.
b. Evaluasi parsial
Bentuk evaluasi yang kedua adalah evaluasi parsial, menurut Sjafrijal 2208 evaluasi parsial adalah sebagai berikut:
“Evaluasi pelaksanaan kebijakan regional secara parsial dilakukan
dengan melihat
keberhasilan pelaksanaan
pembangunan pada tingkat program atau proyek kegiatan.
31
Ibid, hal.165
32
Ibid, hal.165