atau bakterisida yang diaplikasikandisemprotkan setiap minggu sejak tanam. Tingginya intensitas penyemprotan mengakibatkan jumlah dosis pestisida yang
digunakan menjadi berlebihan. Cara pengendalian seperti ini selain boros biaya juga akan menimbulkan dampak kurang baik terhadap lingkungan, baik di hulu
maupun hilir sub DAS Cikapundung seperti polusi air bahkan terhadap manusia yang mengkonsumsi sayuran tersebut.
B. Pengelolaan Lahan
Hasil survei menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik BO merupakan suatu keharusan dalam usahatani sayuran di hulu sub DAS
Cikapundung, karena tanpa pemberian BO produktivitas tanaman yang diusahakan rendah. Takaran BO yang digunakan sudah tergolong sangat tinggi,
yaitu sekitar 20-30 tha. BO yang digunakan sebagian besar berasal dari kotoran ternak baik ayam maupun sapi. Teknik pemberiannya dilakukan dengan cara di
larik pada bagian tengah guludan atau diberikan pada setiap lubang tanaman seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Jika menggunakan mulsa plastik, BO
dihamparkan di atas bedengan sehingga jumlah BO yang diperlukan bisa mencapai 40 tha.
Selain pupuk organik, petani sudah biasa menggunakan pupuk anorganik, seperti Urea, SP36, Ponska, KNO
3,
KCl, dan NPK, namun takarandosis pupuk yang digunakan belum sesuai anjuran. Rata-rata petani memupuk dengan takaran
kurang dari anjuran karena harga pupuk mahal, namun sekitar 10 terutama Gambar 16. Salah Satu Teknik Pemberian BO yang Dilakukan Petani
petani yang bermodal memberikan pupuk melebihi anjuran. Takaran pupuk berlebih karena selain diberi pupuk dasar pada saat tanam yang sudah sesuai
dengan takaran anjuran, selama pertumbuhan diberikan lagi pupuk susulan sebanyak minimal 6 kali dalam satu musim tanam dengan takaran 10 kg
NPKaplikasi. Hasil wawancara dan pengamatan lapang menunjukkan, hanya sekitar 15
petani sayuran di hulu sub DAS Cikapundung yang mengelola lahannya mengikuti kaidah konservasi. Sekitar 85 lainnya mengelola lahan dengan sistem
bedengan dan arahnya mengikuti lereng, seperti ditunjukkan pada Gambar 17.
Pengelolaan lahan yang mengikuti kaidah konservasi antara lain; membuat teras, penanaman rumput atau tanaman hijauan di bibir teras, dan penggunaan
mulsa. Teknologi pembuatan teras sudah lama dikenal oleh petani, paling tidak setelah mereka berusahatani sayuran secara intensif. Petani juga sudah
mengetahui dampak yang akan ditimbulkan jika lahannya tidak diteras atau jika tidak menerapkan teknik konservasi lainnya, yaitu meningkatnya laju erosi yang
dapat menurunkan produktivitas lahan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya penerapan teknik konservasi tanah kurang berkembang. Banyak faktor yang
mempengaruhinya dan yang paling utama adalah biaya untuk pembuatan teras mahal dan petani beranggapan bahwa pembuatan teras mengurangi luas lahan
garapan dan hasilnya tidak segera dapat dirasakan tidak langsung meningkatkan pendapatan.
Gambar 17. Sistem Pengelolaan Lahan Sayuran
Petani lebih memilih pengelolaan lahan dilakukan dengan sistem bedengan searah lereng. Alasan petani menerapkan sistem tersebut antara lain: luas lahan
garapan tidak berkurang, biaya pembuatan teras bisa dialihkan untuk membeli sarana produksi seperti pupuk dan pestisida, dan mengurangi resapan air pada
saat musim hujan agar tanah tidak terlalu lembab terutama jika tanaman yang diusahakan kentang. Pada kondisi lembab kentang mudah terserang penyakit
busuk daun. Sebagaimana dikemukakan Suhardi 1983, pada tanah dengan kelembaban 95 tanaman kentang mudah terserang penyakit busuk daun yang
disebabkan oleh Phytophthora infestans. Kondisi ini menunjukkan kurangnya pengertian petani dan penyuluhan,
sehingga petani kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Dengan demikian, peningkatan peran penyuluh dan pelayanan kelembagaan informasi
teknologi dalam menyediakan inovasi teknologi usahatani konservasi menjadi sangat penting dan perlu ditingkatkan. Selain itu, perlu dukungan lembaga
keuangan yang dapat memfasilitasi kebutuhan modal usahatani dengan cara yang mudah dan terjangkau sesuai dengan kemampuan petani.
Petani di Hulu sub DAS Cikapundung beranggapan bahwa sistem pengolahan tanah yang dilakukan sudah benar, seperti yang telah dilakukan petani
di Dieng Jawa Tengah. Pada tahun pertama hasil tanaman terutama kentang sesuai dengan harapan, namun tahun berikutnya mengalami penurunan. Petani di
Dieng juga saat ini sudah merasakan adanya penurunan produktivitas lahan, sehingga penggunaan pupuk anorganik dan organik sudah melampaui takaran
dosis anjuran Kurnia, 1999. Dalam sistem konservasi yang perlu diperhatikan bahwa kelestarian lahan atau produktivitas tanah harus dipertahankan.
5.2.3. Subsistem Kelembagaan Penunjang Usahatani