5 Lokasi  penelitian  dekat  dengan  kota  Bandung,  sehingga  peluang  dialih
fungsikan  untuk  penggunaan  lahan  lain  selain  kawasan  lindung  dan budidaya pertanian sangat terbuka.
Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan, mulai dari persiapan pada bulan Nopember 2007  sampai dengan pengolahan data bulan Nopember 2008.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1
Peta  dasar,  yaitu:  peta  topografi,  peta  geomorfologi,  peta  geologi,  peta penggunaan lahan, dan peta tanah.
2 Peta  pendukung,  yaitu:  peta  administrasi  wilayah  hulu  Sub  DAS
Cikapundung dan peta RTRW lokasi penelitian. 3
Bahan-bahan yang diperlukan untuk survei dan analisis sifat kimia tanah di Laboratorium.
4 Kuesioner  yang  digunakan  untuk  pengambilan  data  primer  karakteristik
sumberdaya hulu sub DAS Cikapundung meliputi: biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan.
3.2.2. Alat Penelitian
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1
Peralatan  untuk  melakukan  survei  tanah,  yaitu  pedoman  observasi,  bor tanah, ring sampel, altimeter, Global Positioning System GPS, Abney level,
Munsel, skop, cangkul, pisau, meteran, kamera, dan kantong sampel. 2
Seperangkat  komputer  yang  dilengkapi  berbagai  software  untuk  keperluan analisis antara lain: overlay peta, analisis finansial, CPI, MPE, Bayes, ISM,
dan AHP.
3.3. Rancangan Penelitian
3.3.1. Pendekatan Penelitian
Permasalahan usahatani  di hulu sub DAS Cikapundung sangat kompleks, sehingga  penelitian  menggunakan  pendekatan  sistem.  Pendekatan  sistem
digunakan untuk menganalisis suatu kumpulan beberapa subsistem usahatani dan
setiap  subsistem  usahatani  terdiri  atas  beberapa  komponen  yang  saling menerangkan  interaksi  dan  ketergantungan  untuk  membangun  sebuah  sistem
usahatani konservasi yang berbasis sumberdaya spesifik lokasi. Langkah-langkah  atau  tahapan  yang  dilakukan  dalam  analisis  sistem
adalah: 1 analisis kebutuhan, 2 identifikasi sistem, 3 formulasi masalah, dan 4 pemodelan rancang bangun sistem usahatani konservasi.
1 Analisis Kebutuhan
Pada tahap analisis kebutuhan, dapat ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh  dan  berperan  atau  pelaku  sistem  stakeholders  dalam  sistem
usahatani  konservasi.  Kebutuhan  setiap  stakeholders  berbeda  tergantung pada tujuan dan tingkat kepentingan masing-masing, saling berinteraksi satu
sama lain, dan  berpengaruh terhadap sistem yang ada Tabel 2. Tabel 2.   Kebutuhan Stakeholders Sistem Usahatani Konservasi Berbasis
Sumberdaya Spesifik Lokasi di Hulu sub DAS Cikapundung
No. Stakeholders
Kebutuhan
1. Petani
Peningkatan produktivitas dan pendapatan Teknologi usahatani konservasi yang biayanya
terjangkau, memperhitungkan kesesuaian dengan karakteristik lahan.
Saprodi tersedia dengan harga terjangkau Modal usahatani mudah diperoleh
Harga produk usahatani tinggi dan stabil Penyuluhan yang intensif untuk meningkatkan
pengetahuan. 2.
Pemerintah Peningkatan produktivitas dan pendapatan
Harga saprodi dan produk usahatani stabil Penurunan laju erosi dan sedimentasi serta
peningkatan kesuburan tanah, sehingga kualitas tanah dan lingkungan lestari dan dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan
Peningkatan ketersediaan pangan dan PAD Penyuluh swadaya, jumlah penyuluh terbatas.
3. Lembaga pemasaran
Peningkatan produktivitas dan pendapatan Harga produk komoditas rendah
4. Lembaga penyedia
saprodi Peningkatan produktivitas dan pendapatan
Daya beli petani tinggi 5.
Lembaga keuangan penyedia modal
Peningkatan produktivitas dan pendapatan Resiko pengembalian pinjaman kecil
6. Masyarakat sekitar
Laju erosi dan sedimentasi menurun Terciptanya peluang kerja dan usaha
Difusi teknologi 7.
Penyuluh Pertanian Teknologi usahatani konservasi diadopsi petani
dan cepat berkembang ke petani lainnya meskipun memerlukan biaya tinggi
2 Identifikasi sistem
Identifikasi  sistem  merupakan  suatu  rantai  hubungan  antara  pernyataan dari  kebutuhan-kebutuhan  dengan  pernyataan  khusus  dari  masalah  yang  harus
dipecahkan  untuk  mencukupi  kebutuhan-kebutuhan  tersebut.  Hubungan  tersebut digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat causal loop.  Diagram
lingkar  sebab  akibat  masing-masing  subsistem  usahatani  disajikan  pada  Gambar 5,  6,  dan  7;  sedangkan  gabungan  dalam  sistem  usahatani  pada  Gambar  8.
Selanjutnya  diagram  lingkar  tersebut  diinterpretasikan  ke  dalam  diagram  input- output
Gambar 9.
Gambar 5. Diagram Lingkar Sebab Akibat Causal Loop Subsistem Usahatani.
Gambar 6. Diagram Lingkar Sebab Akibat  Causal Loop Subsistem Konservasi.
- .
1
2 3
4 5
6
2 7
1
Gambar 7. Diagram Lingkar Sebab Akibat Causal Loop Subsistem Kelembagaan.
Gambar 8.  Diagram Lingkar Sebab Akibat Causal Loop Sistem Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi.
8 -
9
. 2
: 9 ;
: ;
1
1
4 8
- .
2 3
9
. 2
: 9 ;
: ;
5 -
7 1
2
6
3 Formulasi Masalah
Hasil analisis kebutuhan Tabel 2 terdahulu menunjukkan bahwa terdapat beberapa  kebutuhan  stakeholders  yang  sejalan  sinergis  dan  yang  berlawanan
kontradiktif.  Kebutuhan  yang  sinergis  seperti  peningkatan  produktivitas  dan pendapatan  tidak  akan  menimbulkan  permasalahan  untuk  mencapai  tujuan.
Kebutuhan  yang  kontradiktif  akan  menghambat  tercapainya  tujuan  bahkan  tidak akan tercapai jika tidak dicarikan solusinya.
Beberapa  kebutuhan  stakeholders  yang  kontradiktif,  sehingga  perlu dicarikan solusinya adalah:
1 Kebutuhan petani dalam melaksanakan kegiatan  usahatani hanya berorientasi
pada  peningkatan  produktivitas  dan  pendapatan,  sedangkan  pemerintah  dan masyarakat  disekitarnya  selain  dapat  meningkatkan  produktivitas  dan
pedapatan,  juga  dapat  mencegah  laju  erosi  dan  sedimentasi,  sehingga sumberdaya lahan lestari dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
2 Petani  membutuhkan  penyuluhan  yang  intensif  untuk  meningkatkan
pengetahuan,  sementara  itu  pemerintah  belum  mampu  menyediakan  tenaga penyuluh dalam jumlah yang ideal.
Gambar 9. Diagram Input-output Sistem Usahatani Konservasi
2 -
1 9
2 =
=
1 2
:+ = ;
. .
4 1
- 8
8
9 =
= 8
8
3 Petani  membutuhkan  teknologi  usahatani  konservasi  yang  mudah  diterapkan
dan  biayanya  rendah,  sedangkan  pemerintah  dan  penyuluh  menginginkan petani  cepat  mengadopsi  teknologi  usahatani  konservasi  yang  sesuai  dengan
kondisi lapang spesifik lokasi meskipun memerlukan biaya tinggi. 4
Petani  menginginkan  harga  saprodi  rendah,  sedangkan  lembaga  penyedia saprodipedagang menginginkan harga tinggi untuk memperoleh keuntungan.
5 Petani  menginginkan  harga  produksi  hasil  usahatani  tinggi  dan  stabil,
sedangkan  lembaga  pemasaran  termasuk  tengkulak  menginginkan  harga rendah untuk memperoleh keuntungan lebih banyak.
Perbedaan kebutuhan yang kontradiktif di atas perlu dicarikan solusi agar tujuan,  yaitu  terbangunnya  rancangan  model  usahatani  konservasi  tanaman
sayuran  yang  dapat  meningkatkan  produktivitas  dan  pendapatan  serta melestarikan  kualitas  sumberdaya  lahan  dan  lingkungan  tercapai.  Hal  ini  dapat
dilakukan  dengan  penerapan  teknologi  usahatani  dan  tindakan  konservasi  yang mampu  membangkitkan  motivasi  petani  menjaga  dan  melestarikan  sumberdaya
lahan;  pemanfaatan  sumberdaya  spesifik  lokasi;  dan  terbangunnya  kelembagaan pendukung  usahatani  konservasi  yang  mampu  menyediakan  pelayanan
INFOTEK,  saprodi,  permodalan,  dan  pemasaran  hasil  usahatani  sehingga  dapat menjaga stabilitas harga.
4 Rancang Bangun Model Usahatani Konservasi Tanaman Sayuran
Berdasarkan  formulasi  masalah,  model  usahatani  konservasi  tanaman sayuran  berbasis  sumberdaya  spesifik  lokasi  dibangun  melalui  3  subsistemsub
model,  yaitu:  subsistem  usahatani,  konservasi,  dan  kelembagaan.  Rancangan model  usahatani  konservasi  disusun  dari  dua  subsistem,  yaitu  usahatani  dan
konservasi,  sedangkan  subsistem  kelembagaan  merupakan  sub  model  yang mendukung penerapan model usahatani konservasi.
Subsistem usahatani disusun dari beberapa komponen yang lebih berperan pada  aspek  budidaya  tanaman,  seperti:  jenis  tanaman,  sistem  penanaman,
ameliorasi lahan, pemberian pupuk an-organik, dan pengendalian hamapenyakit. Subsistem konservasi disusun dari beberapa komponen yang lebih berperan pada
aspek  konservasi,  seperti:  penggunaan  mulsa,  konservasi  mekanik,  konservasi vegetatif dengan tanaman penutup tanah, dan konservasi vegetatif dengan rumput
pagar. Sub model kelembagaan dirancang berdasarkan elemen tujuan dan kendala penerapan model usahatani konservasi.
3.3.2. Metode Penelitian