1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan utama penelitian ini adalah: merancang model usatani konservasi berbasis sumberdaya
spesifik lokasi yang mampu menjaga dan melestarikan sumberdaya lahan dan lingkungan, sehingga lahan tersebut dapat di gunakan secara berkelanjutan tanpa
menurunkan kualitas sekaligus meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani di hulu sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara. Tujuan antara
penelitian ini adalah 1
Mengetahui kesesuaian penggunaan lahan tanaman sayuran saat ini menurut kesesuaian lahannya.
2 Mengetahui karakter usahatani sayuran saat ini.
3 Mengetahui komponen yang paling berpengaruh pada setiap subsistem
usahatani konservasi tanaman sayuran berbasis sumberdaya spesifik lokasi. 4
Merancang alternatif model usahatani konservasi tanaman sayuran berbasis sumberdaya spesifik lokasi.
1.3. Kerangka Pemikiran
Tekanan penduduk kota Bandung yang setiap tahun terus meningkat dengan laju pertumbuhan 0,89 dan semakin terbatasnya lapangan pekerjaan
serta sumber pendapatan, menyebabkan kawasan budidaya dieksploitasi untuk kegiatan usahatani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis usaha pertanian
yang berkembang di hulu DAS Cikapundung adalah usahatani tanaman pangan, sayuran, dan buah-buahan. Usahatani sayuran paling dominan diusahakan petani,
karena bernilai ekonomi tinggi dan jangka waktu dari mulai tanam hingga panen lebih singkat dibandingkan jenis tanaman lainnya.
Terbatasnya lahan pertanian, rendahnya tingkat pengetahuan, dan tingkat pendapatan rumah tangga petani mengakibatkan terjadi apa yang disebut ”Lapar
Tanah”. Lahan dieksploitasi secara berlebihan untuk memperoleh pendapatan yang maksimal tanpa memperhatikan kemampuan lahan dan tidak menerapkan
teknologi budidaya dengan benar. Petani tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Komoditas tanaman yang diusahakan dan pola penanaman tidak lagi
dipilih berdasarkan perhitungan bagaimana cover crop-nya apakah bisa membantu mengendalikan erosi atau tidak. Pengelolaan lahan juga sekedarnya, tanah diolah
sempurna namun tidak diterasering, pembuatan guludan tidak mengikuti kontur atau memotong lereng namun searah lereng, dan pemberian bahan organik
meskipun dalam jumlah yang banyak namun disebar di permukaan tanah. Akibatnya lahan mengalami degradasi yang ditandai dengan menurunnya kualitas
tanah, yaitu menurunnya kesuburan tanah. Degradasi lahan land degradation adalah suatu proses penurunan
produktivitas lahan, baik sementara maupun tetap, yang meliputi berbagai bentuk penurunan produktivitas sebagai akibat kegiatan manusia dalam memanfaatkan
tanah dan air, penggundulan hutan dan penurunan produktivitas padang pengembalaan Kurnia et al., 2002. Jika degradasi lahan tidak segera diatasi
maka akan terjadi penurunan produktivitas tanah sehingga lahan tersebut menjadi tidak produktif atau lahan menjadi kritis Dent, 1993.
Penurunan produktivitas tanah di sub DAS Cikapundung antara lain akibat pengelolaan tanaman dan lahan yang tidak tepat. Hasil penelitian Darsiharjo
2004 menunjukkan bahwa sekitar 64,98 penggunaanpemanfaatan lahan pertanian tanaman semusim di sub DAS Cikapundung bagian hulu tidak sesuai
dengan kesesuaian lahannya. Jika tidak ada perbaikan, diperkirakan 50 tahun ke depan usaha pertanian di lahan kering sub DAS Cikapundung hulu tidak akan
berkelanjutan. Tanah yang terkikis oleh erosi diperkirakan mencapai 100 cm, sehingga diprediksi mulai tahun 2010 akan mengalami degradasi. Disamping itu,
karakteristik di wilayah tersebut sangat mendukung meningkatnya laju erosi. Curah hujan di wilayah tersebut tinggi, lebih dari 3.000 mmtahun atau 250
mmbulan, lahannya berlereng sekitar 8-30 dan 30, tekstur tanahnya berpasir, sehingga sangat peka terhadap erosi.
Degradasi lahan di daerah hulu DAS sangat perlu dan penting untuk segera diatasi agar kerusakan tanah dan lingkungan tidak berlanjut mencapai
tingkat yang semakin kritis. Pemecahan masalah memerlukan pendekatan secara holistik dengan menerapkan sistem usahatani dan konservasi tanah yang tepat,
sesuai dengan karakteristik dan kemampuan lahannya. Untuk dapat melakukan pengelolaan lahan yang baik perlu diketahui
keadaan daerah hulu sungai secara menyeluruh sebagai suatu ekosistem, karena daerah hulu sungai merupakan suatu ekosistem yang sangat kompleks. Menurut
Arsyad 2006, pengelolaan DAS watershed management harus dilakukan melalui pengelolaan secara menyeluruh sumberdaya alam yang terdapat dalam
suatu DAS dalam rangka melindungi, memelihara, atau memperbaiki tata air,
membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam di dalamnya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas lahan dan pendapatan petani, serta untuk mendorong partisipasi petani dalam pelestarian sumberdaya tanah dan air.
Menurut Abas et al. 2003, upaya penanganan dan perbaikan kawasan perbukitan kritis atau lahan berlereng seperti di hulu sub DAS Cikapundung dapat
dilakukan dengan menerapkan teknologi Sistem Usahatani Konservasi SUK sesuai zona agroekosistem setempat. Hasil kajian Syam 2003 menunjukkan
bahwa sistem usahatani konservasi teras bangku dan teras gulud sesuai dengan zone agroekosistem setempat dapat menurunkan laju erosi dan meningkatkan
produktivitas usahatani serta pendapatan petani. Usahatani konservasi yang memadukan tindakan konservasi secara sipil
teknis mekanik dan biologis vegetatif dengan pengaturan tata ruang tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman legum untuk konservasi sekaligus sebagai
penghasil pupuk organik dan hijauan pakan ternak, serta rumput; dengan memperhatikan bentuk muka dan ciri bentang lahan sangat cocok dikembangkan
pada lahan berlereng. Menurut Hawkins et al. 1991, teknologi tersebut dikenal dengan teknologi konservasi hedgerows, yaitu salah satu komponen usaha
pelestarian yang harus dipadukan dengan serangkaian kegiatan yang bersifat teknis, sosial budaya, dan kebijakan
.
Pola usahatani dengan teknologi hedgerows melibatkan beberapa jenis tanaman akan menghasilkan ekosistem yang saling menguntungkan, misalnya
residu atau daun yang diambil dari hasil pangkasan tanaman pagar yang dilakukan secara periodik dapat dipakai sebagai mulsa atau dimasukkan ke dalam tanah
sebagai pupuk hijau bagi tanaman semusim Baldy dan Stigter, 1997. Teknologi konservasi ”hedgerows” sudah banyak diteliti untuk mengatasi berbagai
permasalahan di lahan kering dan umumnya memberikan hasil yang baik karena teknologi ini murah dan sederhana. Di Philipina, khususnya di Propinsi Davao
del Sur dan Propinsi Cebu, kebanyakan masyarakat petani sudah secara sadar mengadopsi teknologi konservasi hedgerows dalam sistem usahataninya Medina
et al ., 2000.
Menurut Budi 2005, perencanaan pengelolaan lahan pertanian berlereng di hulu DAS yang baik, harus sudah mempertimbangkan secara matang zona
agroekosistem, kemampuan dan kesesuaian lahan, tindakan konservasi tanah serta
memperhatikan aspek peraturan perundangan. Menurut Syafruddin et al. 2004, sistem pertanian konservasi yang efisien, berproduksi tinggi, dan berkelanjutan
dapat dicapai antara lain dengan memanfaatkan sumberdaya spesifik lokasi berdasarkan karakteristik, kemampuan, dan kesesuaiannya. Lahan sebagai modal
dasar dan faktor penentu utama dalam sistem produksi pertanian perlu dijaga agar tidak mengalami kerusakan.
Apabila semua aspek tersebut dapat diintegrasikan dalam penyusunan rancangan model usahatani konservasi, diharapkan secara tidak langsung kondisi
tanah dan hidrologi DAS tersebut akan menjadi lebih baik tujuan pengelolaan DAS akan tercapai dan berkelanjutan. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian
dapat diuraikan seperti pada Gambar 1.
+
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Sumberdaya Lahan Pertanian Dapat Dimanfaatkan Secara Berkelanjutan dan Lingkungan Lestari
1.4. Manfaat Penelitian