Kesesuaian Penggunaan Lahan LUT Saat Ini Menurut Kesesuaian

tua sehingga kation-kation yang ada dalam kompleks jerapan umumnya semakin rendah, sehingga KB-nya rendah. Sebaliknya, tanah-tanah muda atau belum mengalami perkembangan lanjut mempunyai KTK dan KB tinggi, sehingga tingkat kesuburan tanahnya relatif lebih tinggi. Tanah di hulu sub DAS Cikapundung yang berkembang dari bahan volkan mempunyai cadangan mineral cukup. Sifat dan kendala kesuburan tanahnya berkaitan erat dengan sifat alofan, imogolit, ferrihidrit atau senyawa kompleks humus-aluminium. Dominasi dari senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi ketersediaan hara fosfor tanah. Penilaian status kesuburan tanah didasarkan pada unsur hara tanah yang meliputi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, P 2 O 5 , K 2 O, dan C-organik tanah. Hasil analisis contoh tanah menunjukkan bahwa status kesuburan tanah di hulu sub DAS Cikapundung tergolong sedang. Telah terjadi penururnan kesuburan tanah jika dibandingkan dengan hasil survei Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1993, dimana pada saat itu kesuburan tanahnya tergolong tinggi. Dengan demikian, kesuburan tanah diwilayah tersebut harus ditingkatkan melalui usahatani konservasi antara lain dengan pemberian bahan organik dan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman yang diusahakan.

5.1.4. Kesesuaian Penggunaan Lahan LUT Saat Ini Menurut Kesesuaian

Lahannya Hasil evaluasi lahan, dengan cara mencocokan antara kualitas dan sifat- sifat lahan land qualitiesland characteristics dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas tanaman atau kesesuaian tanaman disajikan pada Lampiran 8-18. Hasil evaluasi lahan kemudian di overlay dengan LUT saat ini menghasilkan kelas kesesuaian LUT. Hasil overlay menjukkan bahwa kelas kesesuaian kelima LUT tergolong ke dalam tidak sesuai N dan sesuai marjinal S3 Tabel 23. Tabel 23. Kelas Kesesuaian Penggunaan Lahan Saat Ini di Hulu Sub DAS Cikapundung 2 + : 5 A : 9 5 + • . • 2 • 2 5 • 2 ; 7 3 B 0 B 7 3 B 0C B 7C ; 7 3 B 0C B 7C + : = : 9 9 = + • . • 2 • 2 5 • 2 ; 7 3 B 0 B 7 3 B 0C B 7C ; 7 3 B 0C B 7C : 9 = D • . • 2 • 2 5 • 2 ; 7 3 B 0 B 7 3 B 0C B 7C ; 7 3 B 0C B 7C 1 : D = 9 9 D • . • 2 • 2 5 • 2 ; 7 3 B 0 B 7 3 B 0C B 7C ; 7 3 B 0C B 7C D 9 = D D D 9 D 9 = D • . • 2 • 2 5 • 2 ; 7 3 B 0 B 7 3 B 0C B 7C ; 7 3 B 0C B 7C Penggunaan lahan budidaya tanaman sayuran saat ini yang tidak sesuai menurut kesesuaian lahannya N sekitar 1.437 ha atau 42,13 dari jumlah luas lahan budidaya tanaman sayuran. Penyebab penggunaan lahan tidak sesuai pada 5 LUT utama adalah kemiringan lereng 25. Jika lahan tersebut diusahakan untuk kegiatan usahatani memerlukan biaya investasi tinggi, sehingga tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh rugi. Disarankan pada lahan tersebut, merubah penggunaan lahan dengan tanaman tahunan, berupa tanaman perkebunan, buah- buahan, dan tanaman hutan. Penggunaan lahan budidaya tanaman sayuran saat ini yang sesuai menurut kesesuaian lahannya sekitar 1.974 ha atau 57,87. Kelas kesesuaian penggunaan lahan pada 5 LUT utama tergolong sesuai marginal S3. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di hulu sub DAS Cikapundung telah terjadi penurunan kelas kesesuaian penggunaan lahan untuk usahatani palawija dan sayuran. Hasil survei Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1993 menunjukkan bahwa kesesuaian lahan di hulu DAS Ciliwung termasuk sub DAS Cikapundung untuk tanaman palawija, sayuran, dan buah-buahan sebagian besar adalah S1 dan hanya sebagian kecil yang tergolong kelas S2. Setelah diusahakan secara intensif selama ± 14 tahun, kelas kesesuaian penggunaan lahan menururn ke dalam kelas S3. Penurunan kelas kesesuaian lahan antara lain disebabkan oleh tingginya laju erosi akibat lemahnya tindakan konservasi tanah yang diterapkan petani. Arsyad 2006 menyatakan bahwa dampak erosi dapat menurunkan kelas kemampuan lahan, sehingga produktivitas lahan juga menurun. Laju erosi dapat diatasi antara lain dengan pembuatan teras dan pemasangan mulsa. Meskipun telah terjadi penurunan kelas kesesuaian lahan kedalam kelas S3 namun beberapa jenis tanaman sayuran masih bisa diusahakan dan luasannya masih lebih besar dibandingkan dengan yang tidak sesuai. Menurut Djaenudin et al . 2003, penggunaan lahan yang tergolong kelas S3 memerlukan modal tinggi untuk dapat diusahakan dan memperoleh hasil baik, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan pemerintah atau pihak swasta. Faktor pembatas pada LUT saat ini dengan kelas kesesuaian S3 adalah sifat kimia tanah yaitu pH, Kejenuhan Basa KB, dan KTK serta sifat fisik tanah, yaitu drainase dan lereng. Menurut Ardi et al. 2002, faktor lereng dapat diatasi dengan pembuatan teras, sedangkan perbaikan sifat kimia dan fisik tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan amelioran. Bahan amelioran untuk meningkatkan pH dan kejenuhan basa adalah kapur, sedangkan untuk meningkatkan KTK dan memperbaiki sifat fisik tanah adalah bahan organik. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah antara lain: meningkatkan porositas, penyimpanan dan penyediaan air, serta aerasi tanah. Bahan organik yang belum matang CN tinggi, kemudian terdekomposisi di dalam tanah lebih besar pengaruhnya terhadap perubahan sifat fisik tanah dibandingkan dengan bahan organik yang sudah matang seperti kompos Ramos dan Martinez, 2006. Sumber bahan organik banyak tersedia di lokasi in-situ, namun yang sesuai dengan kebutuhan petani perlu dilakukan pemilihan. Model usahatani konservasi dirancang berdasarkan upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi faktor pembatas dan dikelompokan menjadi dua subsistem, yaitu 1 subsistem usahatani; komponennya terdiri atas pemberian bahan amelioran kapur dan bahan organik dan 2 subsistem konservasi; komponennya terdiri atas konservasi mekanik terasering dan pemasangan mulsa.

5.2. Karakteristik Usahatani Sayuran Saat Ini

Karakteristik usahatani sayuran saat ini sangat perlu dan penting diketahui dan dipelajari agar dapat merancang model usahatani konservasi tanaman sayuran sesuai dengan kondisi spesifik lokasi. Hasil penelitian Habron 2004, ada dua faktor penyebab teknologi konservasi yang dihasilkan sejak tahun 1998 sulit diadopsi oleh petani hanya 53 di tiga daerah aliran sungai yaitu: 1 pengguna lahan petani tidak diikutsertakan atau dilibatkan dalam kegiatan penelitian konservasi dan 2 tidak ditentukan dan diidentifikasi potensi serta karakteristik sumberdaya yang ada. Pada penelitian ini, studi karakterisasi usahatani saat ini dilakukan berdasarkan tiga subsistem usahatani konservasi, yaitu subsistem usahatani, konservasi, dan kelembagaan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mensintesis ke dalam komponen yang akan dijadikan sebagai penyusun rancangan model usahatani konservasi.

5.2.1. Subsistem Usahatani

Sebagaimana telah dikemukakan pada keadaan umum wilayah penelitian, kegiatan usahatani yang paling dominan di hulu Sub DAS Cikapundung adalah sayuran, yaitu sekitar 67,2. Sistem usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani sudah berorientasi agribisnis. Menurut Syahyuti 2006, agribisnis adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan yang berorientasi pasar dan perolehan nilai tambah. Kegiatan usahatani yang sudah dipandang sebagai usaha agribisnis, tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup sendiri tetapi lebih berorientasi pada keuntungan. Konsekwensinya penggunaan lahan semakin intensif atau lahan diekploitasi secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jika kegiatan tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan lahan dan tanaman yang tepat maka peluang terjadinya kerusakan lahan akan semakin besar. Kegiatan pengelolaan tanaman mencakup pemilihan jenis tanaman dan sistem penanaman termasuk pola tanam. Pemilihan jenis tanaman sangat tergantung pada kondisi lahan, keinginan petani, dan jaminan pasar terutama untuk sayuran dan buah-buahan. Jenis tanaman sayuran yang biasa diusahakan