Subsistem Usahatani Subsistem Kelembagaan Penunjang Usahatani

5.2. Karakteristik Usahatani Sayuran Saat Ini

Karakteristik usahatani sayuran saat ini sangat perlu dan penting diketahui dan dipelajari agar dapat merancang model usahatani konservasi tanaman sayuran sesuai dengan kondisi spesifik lokasi. Hasil penelitian Habron 2004, ada dua faktor penyebab teknologi konservasi yang dihasilkan sejak tahun 1998 sulit diadopsi oleh petani hanya 53 di tiga daerah aliran sungai yaitu: 1 pengguna lahan petani tidak diikutsertakan atau dilibatkan dalam kegiatan penelitian konservasi dan 2 tidak ditentukan dan diidentifikasi potensi serta karakteristik sumberdaya yang ada. Pada penelitian ini, studi karakterisasi usahatani saat ini dilakukan berdasarkan tiga subsistem usahatani konservasi, yaitu subsistem usahatani, konservasi, dan kelembagaan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mensintesis ke dalam komponen yang akan dijadikan sebagai penyusun rancangan model usahatani konservasi.

5.2.1. Subsistem Usahatani

Sebagaimana telah dikemukakan pada keadaan umum wilayah penelitian, kegiatan usahatani yang paling dominan di hulu Sub DAS Cikapundung adalah sayuran, yaitu sekitar 67,2. Sistem usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani sudah berorientasi agribisnis. Menurut Syahyuti 2006, agribisnis adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan yang berorientasi pasar dan perolehan nilai tambah. Kegiatan usahatani yang sudah dipandang sebagai usaha agribisnis, tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup sendiri tetapi lebih berorientasi pada keuntungan. Konsekwensinya penggunaan lahan semakin intensif atau lahan diekploitasi secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Jika kegiatan tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan lahan dan tanaman yang tepat maka peluang terjadinya kerusakan lahan akan semakin besar. Kegiatan pengelolaan tanaman mencakup pemilihan jenis tanaman dan sistem penanaman termasuk pola tanam. Pemilihan jenis tanaman sangat tergantung pada kondisi lahan, keinginan petani, dan jaminan pasar terutama untuk sayuran dan buah-buahan. Jenis tanaman sayuran yang biasa diusahakan petani di hulu sub DAS Cikapundung disajikan pada keadaan umum daerah penelitian Tabel 14 terdahulu.

5.2.2. Subsistem Konservasi

A. Pengelolaan Tanaman

Sistem penanaman menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan usahatani. Setiap petani menerapkan sistem penananam yang berbeda tergantung selera petani itu sendiri dan jenis tanaman yang diusahakan. Berdasarkan pengamatan di lapang dan wawancara dengan responden, sekitar 63,6 petani menerapkan sistem tumpang gilir dan tumpangsari. Sistem penanaman sangat berkaitan erat dengan pengelolaan tanaman dalam upaya pengendalian erosi. Arsyad 2006 menyatakan bahwa selain erosivitas, erodibilitas, kemiringan lahan, dan pengelolaan lahan, faktor pengelolaan tanaman antara lain jenis tanaman dan sistem penanaman merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi tanah oleh air. Pengaturan sistem penanaman dalam sistem usahatani konservasi pada prinsipnya adalah mengatur tanaman yang diusahakan agar bernilai ekonomi tinggi dan dapat menjaga permukaan lahan selalu tertutupi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi laju erosi sehingga dapat menjaga kesinambungan usahatani. Abas et al. 2003 menyatakan bahwa selain memilih komoditas tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, yang perlu diperhatikan adalah sistem penanaman dan pola tanam karena mempengaruhi kemampuan penutupan tajuk cover crop dalam mengintersep butiran hujan. Sebagian besar petani belum menguasai teknik pengendalian hama dan penyakit. Hasil wawancara dengan beberapa responden menunjukkan hama yang selama ini sering menyerang pertanaman sayuran adalah ulat daun terutama pada tanaman kubis, sedangkan gangguan penyakit yang sering menyerang tanaman terutama pada famili solanaceae seperti cabai dan tomat adalah penyakit busuk daun yang disebabkan oleh P. infestans. Akibat gangguan hamapenyakit bisa menurunkan produktivitas sayuran hingga 40 bahkan bisa gagal panen, sehingga untuk mengatasinya petani melakukan pengendalian dengan menggunakan pestisida insektisida, fungisida, atau bakterisida yang diaplikasikandisemprotkan setiap minggu sejak tanam. Tingginya intensitas penyemprotan mengakibatkan jumlah dosis pestisida yang digunakan menjadi berlebihan. Cara pengendalian seperti ini selain boros biaya juga akan menimbulkan dampak kurang baik terhadap lingkungan, baik di hulu maupun hilir sub DAS Cikapundung seperti polusi air bahkan terhadap manusia yang mengkonsumsi sayuran tersebut.

B. Pengelolaan Lahan

Hasil survei menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik BO merupakan suatu keharusan dalam usahatani sayuran di hulu sub DAS Cikapundung, karena tanpa pemberian BO produktivitas tanaman yang diusahakan rendah. Takaran BO yang digunakan sudah tergolong sangat tinggi, yaitu sekitar 20-30 tha. BO yang digunakan sebagian besar berasal dari kotoran ternak baik ayam maupun sapi. Teknik pemberiannya dilakukan dengan cara di larik pada bagian tengah guludan atau diberikan pada setiap lubang tanaman seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Jika menggunakan mulsa plastik, BO dihamparkan di atas bedengan sehingga jumlah BO yang diperlukan bisa mencapai 40 tha. Selain pupuk organik, petani sudah biasa menggunakan pupuk anorganik, seperti Urea, SP36, Ponska, KNO 3, KCl, dan NPK, namun takarandosis pupuk yang digunakan belum sesuai anjuran. Rata-rata petani memupuk dengan takaran kurang dari anjuran karena harga pupuk mahal, namun sekitar 10 terutama Gambar 16. Salah Satu Teknik Pemberian BO yang Dilakukan Petani petani yang bermodal memberikan pupuk melebihi anjuran. Takaran pupuk berlebih karena selain diberi pupuk dasar pada saat tanam yang sudah sesuai dengan takaran anjuran, selama pertumbuhan diberikan lagi pupuk susulan sebanyak minimal 6 kali dalam satu musim tanam dengan takaran 10 kg NPKaplikasi. Hasil wawancara dan pengamatan lapang menunjukkan, hanya sekitar 15 petani sayuran di hulu sub DAS Cikapundung yang mengelola lahannya mengikuti kaidah konservasi. Sekitar 85 lainnya mengelola lahan dengan sistem bedengan dan arahnya mengikuti lereng, seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Pengelolaan lahan yang mengikuti kaidah konservasi antara lain; membuat teras, penanaman rumput atau tanaman hijauan di bibir teras, dan penggunaan mulsa. Teknologi pembuatan teras sudah lama dikenal oleh petani, paling tidak setelah mereka berusahatani sayuran secara intensif. Petani juga sudah mengetahui dampak yang akan ditimbulkan jika lahannya tidak diteras atau jika tidak menerapkan teknik konservasi lainnya, yaitu meningkatnya laju erosi yang dapat menurunkan produktivitas lahan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya penerapan teknik konservasi tanah kurang berkembang. Banyak faktor yang mempengaruhinya dan yang paling utama adalah biaya untuk pembuatan teras mahal dan petani beranggapan bahwa pembuatan teras mengurangi luas lahan garapan dan hasilnya tidak segera dapat dirasakan tidak langsung meningkatkan pendapatan. Gambar 17. Sistem Pengelolaan Lahan Sayuran Petani lebih memilih pengelolaan lahan dilakukan dengan sistem bedengan searah lereng. Alasan petani menerapkan sistem tersebut antara lain: luas lahan garapan tidak berkurang, biaya pembuatan teras bisa dialihkan untuk membeli sarana produksi seperti pupuk dan pestisida, dan mengurangi resapan air pada saat musim hujan agar tanah tidak terlalu lembab terutama jika tanaman yang diusahakan kentang. Pada kondisi lembab kentang mudah terserang penyakit busuk daun. Sebagaimana dikemukakan Suhardi 1983, pada tanah dengan kelembaban 95 tanaman kentang mudah terserang penyakit busuk daun yang disebabkan oleh Phytophthora infestans. Kondisi ini menunjukkan kurangnya pengertian petani dan penyuluhan, sehingga petani kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Dengan demikian, peningkatan peran penyuluh dan pelayanan kelembagaan informasi teknologi dalam menyediakan inovasi teknologi usahatani konservasi menjadi sangat penting dan perlu ditingkatkan. Selain itu, perlu dukungan lembaga keuangan yang dapat memfasilitasi kebutuhan modal usahatani dengan cara yang mudah dan terjangkau sesuai dengan kemampuan petani. Petani di Hulu sub DAS Cikapundung beranggapan bahwa sistem pengolahan tanah yang dilakukan sudah benar, seperti yang telah dilakukan petani di Dieng Jawa Tengah. Pada tahun pertama hasil tanaman terutama kentang sesuai dengan harapan, namun tahun berikutnya mengalami penurunan. Petani di Dieng juga saat ini sudah merasakan adanya penurunan produktivitas lahan, sehingga penggunaan pupuk anorganik dan organik sudah melampaui takaran dosis anjuran Kurnia, 1999. Dalam sistem konservasi yang perlu diperhatikan bahwa kelestarian lahan atau produktivitas tanah harus dipertahankan.

5.2.3. Subsistem Kelembagaan Penunjang Usahatani

Keberadaan kios sarana produksi sangat dirasakan manfaatnya oleh petani di hulu sub DAS Cikapundung. Petani merasa kesulitan apabila tidak ada kios, karena petani masih sangat bergantung pada kios dalam penyediaan sarana produksi baik benihbibit, pupuk organik maupun anorganik, dan pestisida. Kios saprodi mempunyai hubungan erat dengan kelompok tani, juga dengan lembaga lain seperti PPL, Kecamatan, dan Desa. Sumber modal usahatani petani di hulu sub DAS Cikapundung berasal dari pinjaman dan modal pribadi. Kasus di Desa Cibogo menunjukkan modal usahatani yang berasal dari pribadi petani sekitar 30 dan bersumber dari modal pinjaman 70. Pinjaman berasal dari tengkulak dan warung kios sarana produksi. Pengembalian pinjaman ditentukan berdasarkan harga sarana produksi di pasar. Keberadaan lembaga permodalan di lokasi sangat diharapkan untuk menekan biaya usahatani. Pada sub sistem pemasaran terdapat dua lembaga yaitu bandar yang menampung produksi petani dan calo yang dikenal dengan order yang berfungsi menghubungkan petani dengan bandar. Antara kedua lembaga ini terdapat hubungan fungsional dan institutional. Lembaga pemasaran belum dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani. Hal ini disebabkan oleh sistem pasar masih terbuka menampung produk yang bersifat umum belum spesifik komoditas dan memperhatikan kualitas. Kesempatan untuk membuka segmen pasar bagi produk komoditas tanaman sayuran tertentu dan berkualitas masih terbuka, seperti ke perusahaan swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh harga jual lebih tinggi daripada di pasar umum tradisional. Pemasaran hasil sayuran dilakukan oleh petani melalui pedagang- pedagang pengumpul dan tengkulak. Pedagang pengumpul atau tengkulak ada yang datang langsung ke petani terutama yang sudah terjalin kemitraan, tetapi sebagian besar pedagang atau tengkulak dihubungi terlebih dahulu oleh petani minimal satu hari sebelum panen. Sistem pembayaran, sebagian besar dibayar setelah komoditas tersebut terjual di pasar dengan patokan harga berdasarkan harga pada saat penjualan. Hanya sebagian kecil penjualan sayuran dibayar kontan. Sistem pemasaran palawija juga sama dengan sayuran. Rantai pasok komoditas sayuran di hulu sub DAS Cikapundung dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Rantai Pasok Sayuran di Hulu Sub DAS Cikapundung Posisi tengkulak bagi petani di hulu sub DAS Cikapundung sangat dirasakan keberadaannya meskipun setiap pembelian hasil tingkat harganya selalu lebih rendah dari harga pasar. Kontribusi tengkulak mulai dari penyediaan modal usaha tani sampai dengan pemasaran. Segala keperluan petani khususnya untuk kegiatan pertanian mampu dilayani dengan ketentuan hasil panen dijual kembali kepada tengkulak kemitraan. Di setiap desa telah terbentuk kelompok tani dan rata-rata setiap dusun ada satu kelompok tani. Namun demikian, keberadaan kelompok tani belum dirasakan manfaatnya oleh anggota kelompok. Aktifitas kelompok hanya sebatas pertemuan jika ada tamu dari pihak pemerintah atau ada program bantuan dari pemerintah, karena selalu dipersyaratkan melalui kelompok. Kegiatan pertemuan rutin membahas permasalahan usahatani, penyuluhan, atau aktivitas lain yang menyangkut kemajuan anggota kelompok dalam kegiatan usahatani, seperti pemupukan modal belum berjalan. Lembaga penyedia informasi teknologi yang ada di hulu sub DAS Cikapundung sebagian besar berasal dari sesama petani yang lebih maju dan inovatif, informasi dari pedagangtengkulak, media cetak koran dan elektronik TV serta petugas Penyuluh Pertanian Lapang PPL setempat. Hubungan PPL dengan petani lebih banyak dilakukan dengan cara kunjungan ke rumah, sedangkan kunjungan ke lahan masih bersifat insidentil, jika di lahan ada permasalahan serius yang perlu ditangani langsung, seperti adanya wabah hamapenyakit. Kurangnya kunjungan PPL kepada petani antara lain disebabkan oleh: 1 jumlah tenaga PPL dan wilayah kerja tidak seimbang, 2 satu orang PPL luas binaannya rata-rata satu kecamatan bahkan ada yang mencakup 2 kecamatan, 3 aksesibilitas untuk mencapai lahan usahatani di LKDT sangat sulit untuk dijangkau, selain kualitas jalan kurang memadai juga arealnya berbukit. Berdasarkan uraian di atas, peran kelembagaan sangat besar dalam menunjang kegiatan usahatani. Agar penerapan model usahatani konservasi berbasis sumberdaya spesifik lokasi dapat berjalan dengan baik perlu dirancang sub model kelembagaan yang sesuai dengan kondisi setempat.

5.3. Komponen yang Paling Berpengaruh pada Subsistem Usahatani

Konservasi. Komponen yang paling berpengaruh pada setiap subsistem, diperoleh berdasarkan pada pemahaman sifat spesifik lokasi dari masalah konservasi dan pemecahannya serta melibatkan petani. Petani diberi kesempatan untuk memilih alternatif dari komponen yang paling berpengaruh pada setiap subsistem usahatani. 5.3.1. Subsistem Usahatani Hasil analisis dan sintesis evaluasi penggunaan lahan saat ini dan karakterisasi usahatani menunjukkan bahwa komponen penyusun subsistem usahatani adalah: 1 jenis tanaman, 2 sistem penanaman LUT tumpangsari, 3 ameliorasi tanah pemberian BO dan kapur, 4 pemberian pupuk anorganik sesuai anjuran, dan 5 pengendalian hamapenyakit. Dalam penyusunan model tidak semua komponen menjadi bagian dari model, tetapi akan dipilih komponen yang paling berpengaruh. Hasil analisis Test Friedman menunjukkan bahwa kelima komponen subsistem usahatani memberikan pengaruh yang berbeda Gambar 19. Hal ini dapat terlihat dari nilai χ 2 = 61,44; lebih besar daripada χ 2 tabel 5, yaitu 9,49. Komponen yang paling berpengaruh, dipilih 3 komponen yang memiliki rangking paling kecil, sehingga diperoleh jenis tanaman, sistem penanaman, dan bahan amelioran. Terpilihnya jenis tanaman sebagai komponen yang paling berpengaruh dalam subsistem usahatani antara lain karena setiap jenis tanaman sayuran memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengintersep butiran air hujan. Vegetasi merubah energi hujan yang menimpa butir-butir tanah dan pengaruh butir-butir tersebut terhadap penghancuran agregat tanah, melalui pengaruhnya terhadap massa hujan yang sampai dipermukaan tanah, distribusi ukuran butiran, dan intensitas lokalnya.