cenderung menjadi malas memahami materi secara mandiri karena menghindari membaca.
Video yang ditayangkan padahal berisi seputar materi yang ada dalam buku teks. Hanya saja materi tersebut dikemas oleh guru dengan
metode belajar yang beragam sehingga peserta didik tidak merasa belajar adalah aktivitas yang membebani. Saat diajak untuk melihat kembali ke
buku teks, peserta didik pun menyadari bahwa materi drama yang mereka pelajari hari itu dari media audio visual ternyata tertera di buku teks
mereka. Berikut adalah tanggapan salah seorang informan yang diminta peneliti untuk membuka materi yang ada dalam buku teks.
“Menurut saya, materi yang disampaikan dalam media audio visual sama dengan materi yang ada di buku paket, tetapi
lebih banyak yang dari video dan diskusi. Sebagiannya lagi ada di buku paket
.” Wawancara dengan Informan I
Jadi, berdasarkan pernyataan dari informan I tersebut menunjukkan bahwa media audio visual pada dasarnya memberikan
pesan materi sesuai dengan yang ada dalam buku teks. Hanya saja dalam penyajiannya dikemas sedemikian rupa dengan tujuan membuat
peserta didik lebih tertarik dan aktif, sehingga membuat peserta didik lebih kerasan dalam belajar.
Lebih dari itu, media audio visual bahkan dihadirkan ke dalam kelas untuk memberikan wawasan yang lebih luas mengenai suatu
konsep. Contohnya, dalam materi drama, peserta didik dapat mengetahui panggung pementasan drama dan aktivitas yang terjadi di atas panggung
drama dengan menontonya melalui video. Itu artinya video dapat memberikan materi lebih dari yang ada di buku tapi tetap tidak keluar
dari konteks materi. Salah satu informan juga memaparkan bahwa penggunaan video
dalam pembelajaran membantu ia dalam memahami materi-materi yang 70
dianggap sukar jika hanya dilakukan dengan cara ceramah atau membaca dari buku.
“Belajar dengan menggunaan media audio visual membantu saya untuk lebih memahami materi kerena dengan
melihat video, materi menjadi lebih jelas daripada hanya membaca dari buku ... .“ Wawancara dengan Informan I
Teori yang pada awalnya membosankan dan cenderung formal, dengan penggunaan media audio visual, belajar tentang teori atau suatu
konsep membuat pengetahuan dan pemahaman peserta didik menjadi lebih luas. Mereka jadi lebih banyak memiliki contoh-contoh konkrit,
serta memiliki pendapat yang beragam mengenai suatu teori atau konsep. Jadi, media audio visual dalam pembelajaran menyimak drama ini
memang sengaja dihadirkan kepada peserta didik untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas. Membuat peserta didik memahami materi
pelajaran secara mandiri. Serta menjadikan materi yang dipelajari dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Evaluasi Selain melakukan evaluasi pengajaran, guru juga perlu melakukan
evaluasi terhadap media yang digunakan dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan supaya pembelajaran dengan menggunakan media bisa lebih
efektif dan terkontrol. Setelah melalui tahap pemilihan media, lalu penggunaan media,
kemudian masuk pada tahap evaluasi media dalam pembelajaran. Untuk memastikan hal tersebut, penulis melakukan pengamatan ketika peserta
didik menyimak, berdiskusi, serta melakukan aktivitas lainnya selama pelajaran berlangsung. Hal tersebut dilakukan supaya evaluasi yang nanti
diberikan di akhir pelajaran bisa diberikan dengan tepat. Dengan demikian, peserta didik betul-betul mampu mencapai indikator yang telah
ditentukan. Indikator yang digunakan untuk mengetahui suatu pembelajaran
efektif atau tidak, yaitu peserta didik aktif dalam dinamika pembelajaran 71
di kelas. Setelah itu nilai akhir yang diperoleh peserta didik mencapai KKM yang telah ditentukan.
“Kalau kompetensi dasar dan indikator sudah tercapai berarti
penggunaan media
audio visual
dalam suatu
pembelajaran sudah efektif. Namun, ketercapaian tersebut bukan hanya dilihat dari nilai secara tertulis. Tetapi dari pemantauan
guru terhadap kemampuan anak dalam pembelajara tersebut secara kualitas sudah tercapai atau belum.” Wawancara dengan
Wakil Bidang Kurikulum
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dijelaskan bahwa evaluasi
penggunaan media
audio visual
dilakukan dengan
mempertimbangkan proses penggunaan sampai pada perolehan nilai dari tes akhir. Dengan begitu, hasil evaluasi yang diperoleh berasal dari
pengamatan yang menyeluruh. Selain itu, evaluasi tersendiri juga dilakukan terhadap media
audio visual. Berdasarkan hasil pengamatan penggunaan video drama ketika kegiatan belajar mengajar menggunakan video berlangsung, hasil
evaluasi menunjukkan bahwa video drama yang ditayangkan tampilannya baik, serta keterkaitan isi video dengan materi pelajaran juga
baik. Media audio visual tepat digunakan untuk materi drama karena
dalam drama memuat unsur dialog audio dan akting visual. Jadi, dalam
pembelajaran drama,
video membantu
guru dalam
mendemosntrasikan drama itu sendiri. Selain itu, media audio visua digunakan dalam pembelajaran karena memuat nilai afektif yang lebih
banyak. Lalu, disusul dengan muatan nilai psikomotorik dan kognitif. Jadi, seefektif apapun pembelajaran yang menggunakan media
audio visual, tetap akan ada hal-hal yang perlu dievaluasi terkait dengan dinamika peserta didik sebagai penggunanya. Guru sebagai penyaji
sekaligus evaluator harus jeli melihat perubahan itu. Dengan demikian, hasil evaluasi pada akhirnya bisa menjadi barometer keberhasilan
72
penggunaan media maupun keberhasilan pembelajaran peserta didik yang valid.
2. Kondisi Belajar
Salah satu yang menyebabkan efektifnya pembelajaran adalah kondisi belajar. Kondisi belajar secara internal terkait dengan keadaan peserta didik,
seperti kesiapan peserta didik menerima pembelajaran, waktu yang telah diluangkan sebelumnya untuk mengulang pelajaran di rumah, dan keadaan
perasaan si pembelajar. Ini tentu akan mempengaruhi penerimaan pesan yang disampaikan guru kepada peserta didik.
Contoh dari kondisi belajar yang tidak baik ditemukan peneliti pada peserta didik yang juga sebagai informan III. Ketika mengikuti pembelajaran,
informan III sedang dalam keadaan tidak mood belajar sehingga ia mengakui tidak fokus dalam menyimak pelajaran.
Menyimak, tapi tidak terlalu ingat karena saya kemarin sedang tidak fokus menyimak pelajaran. Mungkin akan bagus dan
menarik kalau saya sedang mood belajar. Wawancara dengan informan III
Pernyataan tersebut menunjukkan bawa peserta didik sedang dalam kondisi psikologis, tidak mau membuka dirinya untuk menerima pelajaran.
Ciri-ciri psikologis seperti ini mengidentifikasikan adanya sesuatu yang sedang membebani diri seseorang sehingga membuat pikirannya tidak bisa
fokus. Sebab itu, materi yang disampaikan juga tidak sepenuhnya bisa diterima dengan baik. Ini menunjukkan bahwa faktor internal si pembelajar
juga sangat mempengaruhi penerimaan pesan materi yang disampaikan. Selain itu, diakui juga bahwa sebelum belajar di kelas, informan III
tidak pernah meluangkan waktu untuk mengulang pelajaran di rumah. Sebab itu, ketika materi disampaikan, ia tidak bisa berpartisipasi secara maksimal
seperti kawan-kawannya yang lain terutama ketika berdiskusi. Ini juga yang kemudian ia akui sebagai alasan nilai ujian tertulisnya mendapat nilai paling
kecil. 73
Berbeda dengan informan III, informan I yang sudah meluangkan waktu belajar di rumah sebelumnya, ketika mengikuti pelajaran pun ia merasa
gembira. Dengan begitu ia merasa nyaman dalam belajar sehingga ia mengikuti pelajaran dengan pikiran dan hati terbuka.
“Saya jadi semangat belajarnya sebab cara belajarnya berbeda.” Wawancara dengan informan I
Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa faktor internal pembelajar, seperti keadaan hati yang baik dan persiapan menerima materi,
mempengaruhi penerimaan materi. Ini bisa dilihat dari keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Nilai tes yang diperoleh pun sangat memuaskan.
Selain itu, belajar juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal, yaitu hal di luar diri si pembelajar, seperti keadaan kelas yang rapih dan bersih, serta
ketersediaan fasilitas belajar. Keadaan kelas yang kotor dan posisi duduk peserta didik tidak teratur akan membuat mereka tidak konsentrasi dalam
belajar. Hal yang biasanya terjadi akibat posisi duduk yang tidak ideal adalah
peserta didik akan sering berpindah-pindah tempat duduk. Saat ia menyimak ia duduk di belakang, kemudian saat ia harus mencatat tulisan dari papan tulis
ia pindah duduk ke depan. Ini biasanya terjadi karena letak papan tulis tidak sesuai dengan posisi duduk peserta didik atau pun ukuran papan tulis tidak
sesuai dengan jumlah peserta didik dalam satu kelas. Selain itu, keadaan kelas yang kotor juga turut mempengaruhi
keefektifan kelas. Guru dan peserta didik pun akan tidak nyaman. Hal ini biasanya terjadi di awal pembelajaran. Ketika guru membuka pembelajaran,
guru biasanya meminta peserta didik untuk memungut sampah-sampah yang ada di sekitar mereka, dan peserta didik cenderung akan merasa terbebani
karena malas memungutnya. Selain guru akan kehilangan beberapa menitnya karena digunakan untuk operasi semut, peserta didik juga biasanya
kehilangan motivasi belajar karena menganggap mereka mendapat hukuman di awal pembelajaran.
74
Pada akhirnya, semua kejadian itu berpotensi menimbulkan kegaduhan kelas. Ini tentu akan mengganggu sebagian peserta didik yang sudah siap
menerima pelajaran. Itu artinya, kondisi belajar eksternal yang tidak nyaman turut mempengaruhi kondisi internal peserta didik secara individu.
Di SMP Al-Hasra belum lama ini telah dilakukan Gerakan Bersih yang digagas oleh Bpk. Andi Suhandi, S.Pd selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang
Humas. Kegiatan tersebut mempelopori terciptanya kondisi sadar kebersihan, baik yang dilakukan oleh peserta didik, dewan guru, maupun tenaga
kependidikan. Semua personil sekolah turut terlibat dalam Gerakan Bersih tersebut.
Hal inilah yang mendukung keadaan sekolah yang bersih dan ruang belajar yang nyaman. Dari CCTV yang dipasang di area-area tertentu
memungkinkan guru dapat memantau siapa saja peserta didik yang membuang sampah sembarangan. Dengan begitu, keadaan ruang kelas yang
bersih dan rapih bisa dirasakan oleh peserta didik. Jadi, ketika pembelajaran dimulai, guru tidak kerepotan mengkondisikan ruang kelas agar bersih dan
teratur, peserta didik pun otomatis menjadi nyaman belajar. Berdasarkan pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa guru harus sering
memotivasi peserta didik guna membangun kondisi belajar internal yang baik. Hal ini perlu dilakukan untuk mengingatkan kepada peserta didik
tentang cita-cita dan harapan-harapan yang mungkin baru mereka bangun sebatas di dalam hati saja. Jika peserta didik sudah semangat tentu mereka
akan mengikuti semua aturan yang guru intruksikan, salah satunya meluangkan waktu untuk mengulang pelajaran di rumah dan menciptakan
kelas yang bersih dan kondusif.
3. Skill dan Kreativitas Guru dalam Mengembangkan Media
Pembelajaran
Di zaman yang serba pesat perkembangan teknologi seperti ini, tentu membuat sebagian besar orang mampu mengoperasikan sebuah perangkat
teknologi. Begitu pun dengan pengoperasian perangkat audio visual berbasis komputer. Tapi nyatanya tidak semua orang mampu mengintegrasikan dan
75
mengembangkan penggunaan atau pemanfaatan audio visual sebagai media pembelajaran.
Guru bidang studi Bahasa Indonesia sendiri mengakui bahwa memang dibutuhkan keahlian khusus untuk bisa mengoperasikan media pembelajaran
yang melibatkan beberapa alat pendukung, seperti speaker aktif dan DVD player ataupun laptop. Dengan begitu pembelajaran akan efektif dan efisien.
Namun, jika penggunaan media pembelajaran tidak didukung dengan skill yang demikian, penggunaan media tersebut menjadi tidak efektif dan tidak
efisien. “Penggunaan media audio visual tidak sulit. Tapi cukup
menyulitkan. Sebab saya bukan orang yang ahli dalam hal teknologi.“ Wawancara dengan guru Bahasa Indonesia
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diperoleh fakta yang menunjukkan bahwa di SMP Al-Hasra sendiri terdapat terdapat sekitar 10
guru yang masih jarang atau bahkan tidak menggunakan media terutama audio visual dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kesibukan guru
dalam memenuhi jam mengajar serta usia yang sudah tidak muda membuat beberapa guru mengalami keterbatasan dalam memanfaatkan media terutama
media audio visual dalam mengajar. Tidak memiliki waktu luang untuk secara khusus mempelajari komputer beserta aplikasi yang ada di dalamnya,
serta keterbatasan usia yang sudah tidak muda membuat pemanfaatan media audio visual sebagai media pembelajaran tidak dimanfaatkan secara optimal
atau bahkan sama sekali tidak digunakan dalam pembelajaran karena dipandang akan merepotkan.
Setelah dilakukan penelitian, peneliti mendapati bahwa peserta didik di SMP Al-Hasra pada dasarnya memang merupakan siswa-siswi dengan
prestasi akademis yang baik. Hal ini dibuktikan dengan catatan prestasi belajar yang baik dan kemampuan menerima pelajaran yang baik pula.
Sehingga ketika dalam pembelajaran dilibatkan media pembelajaran atau tidak, peserta didik tetap bisa menerima materi dengan baik.
76