Selain itu, dalam penggunaan media pembelajaran, guru juga dituntut untuk bisa mengkombinasikan materi pelajaran dan berbagai
informasi terkini. Dengan begitu, guru bisa terpicu untuk memberikan strategi belajar yang beragam. Itu semua juga akan bisa terlaksana jika
kehadiran media pembelajaran didukung oleh sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
5 Evaluasi Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya
dalam mengelola pembelajaran.
8
Untuk mengetahui sasuai atau tidaknya pengajaran, guru juga perlu melakukan evaluasi, supaya dia bisa
melakukan perbaikan metode maupun strategi dalam mengajar. sealain itu, evaluasi bagi pada guru juga bermanfaat untuk membantu guru untuk lebih
memahami karakter peserta didiknya lewat masalah-masalah yang pernah dihadapi ketika mengajar.
Jika evaluasi bisa dilakukan dengan tritmen yang tepat, maka evaluasi itu akan menjadi cambuk bagi pembelajaran ke depannya supaya
lebih baik lagi. Apalagi dalam hal pelayanan, jika guru dan personil sekolah bisa sama-sama belajar memperbaiki pelayanan pembelajarannya,
tidak hanya peserta didik yang akan berhasil meraih prestasi, tetapi lembaga pendidikan tersebut juga bisa berhasil.
Banyak orang yang menyepelekan evaluasi sebagai tahap akhir yang dianggap mudah. Melakukan evaluasi secara sekedarnya. Bahkan,
meniadakan evaluasi karena sudah ditunggu oleh kegiatan yang akan datang. Tapi justru di situ kegagalan banyak lembaga pendidikan yang
menyepelekan evaluasi. Maka, tahap evaluasi ini perlu dipandang bukan hanya sebagai tahap akhir proses KBM, melainkan sebagai tahap penilaian
yang akan menentukan kualitas kegiatan di masa mendatang. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, kelima komponen tersebut
sangat berpengaruh dalam pengajaran yang akan banyak melibatkan komponen satu dengan yang lainnya. Seperti, sumber belajar yang banyak
mengaitkan dengan lingkungan alam, strategi yang melibatkan
8
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013, h.206.
13
penggunaan media pembelajaran yang beragam, serta evaluasi untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Jadi, untuk memperoleh
efetivitas dalam pembelajaran, komponen di atas menjadi standar yang harus dipenuhi.
c. Keterampilan Menyimak
Untuk membaca sebuah doengeng, seseorang harus memiliki kemampuan membaca dongeng disertai dengan intonasi dan gaya bicara
yang sesuai. Selain itu, untuk menjadi orator yang ulung seseorang juga harus belajar berbicara dan belajar retorika. Itu artinya, keterampilan
berbahasa merupakan keterampilan yang mutlak diperlukan oleh setiap orang dengan profesi apapun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa merupakan pembelajaran yang sangat krusial karena di dalamnya terkandung
kebutuhan manusia supaya terampil berbicara untuk mengkomunikasikan ide-ide yang ada di kepalanya kepada orang lain. Sebab itu, ada dua
prinsip untuk mencapai keterpaduan dalam pembelajaran bahasa:
Pertama , keefektifan komunikasi secara luas.
9
Artinya, pelajaran bahasa secara efektif harus mampu membuat pembelajar memiliki
kemampuan berkomunikasi, baik untuk keperluan belajar seperti berdiskusi dengan teman sejawat atau berkunsultasi dengan guru, maupun
untuk berkomunikasi dalam bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan secara menyenangkan serta meyakinkan. Selain itu, Keterampilan
berbahasa juga harus mampu membuat penuturnya bisa menempatkan bahasa sesuai dengan konteks atau situasi tuturnya.
Kedua , pembelajaran bahasa dalam konteks yang bermakna.
10
Pembelajaran bahasa harus menjadi wadah kegiatan berkomunikasi yang menyenangkan, sehingga berbahasa menjadi kegiatan yang bermakna.
Lewat berbahasa, peserta didik bisa mengkomunikasikan ide-ide kreatifnya serta mengembangkan kepekaan sosial dan linguistiknya
terhadap konteks yang dibangun oleh guru lewat materi pelajaran.
9
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan,Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008, h. 174-175.
10
Ibid., h. 174-175.
14
14
Terkait dengan dua prinsip tersebut, dalam memperoleh keterampilan berbahasa, setiap orang mengalami tahap perkembangan
yang sama. Dimulai dari menyimak, kemudian anak mulai belajar berbicara, dilanjutkan dengan membaca, lalu yang terakhir anak bisa
menulis. Bahasa dan Sastra Indonesia diajarkan di sekolah kepada peserta didik bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mencakup
keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan
menyimak merupakan
faktor penting
bagi keberhasilan seseorang dalam belajar membaca secara efektif.
11
Jika seseorang sudah terbiasa mendengar pembicaraan tentang dunia musik,
maka ketika anak itu membaca tentang musik ia akan lebih mudah memahaminya daripada membaca bacaan tentang anatomi tubuh yang
sama sekali belum ia dengar. Begitulah salah satu kaitan antara menyimak dengan keterampilan membaca.
Pada penggunaan
media pembelajaran
kaitannya dengan
menyimak. Kegiatan menyimak seringkali dianggap sebagai kegiatan yang membosankan, seperti mendengarkan guru menjelaskan materi panjang
lebar, menyimak teman menceritakan drama di depan kelas. Seringkali kegiatan tersebut diabaikan peserta didik karena dianggap sudah biasa dan
monoton. Hal ini tentu perlu diatasi. Salah satunya dengan cara memberikan
pelajaran menyimak dengan bantuan media pembelajaran. Ini dilakukan supaya pembelajaran menyimak sebagai suatu keterampilan berbahasa bisa
tetap menjadi pelajaran yang menarik dan membuat anak bisa mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Keterampilan berbahasa saling terkait antara satu dengan yang lain. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran, guru dituntut untuk mampu
memodifikasi aktivitas pembelajaran agar peserta didik mampu melaksanakan kegiatan komunikasi baik satu arah, dua arah, maupun multi
arah.
11
Henry Guntur Tarigan, Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung, 2008, h. 5.
15
Menyimak merupakan keterampilan yang sangat diperlukan untuk menerima informasi yang disampaikan guru di depan kelas. Guru tidak
jarang harus menggunakan strategi yang bervariasi untuk menjelaskan materi di kelas. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk membuat
peserta didik bisa fokus dan menerima informasi yang diberikan secara lengkap.
Dalam pemebelajaran drama contohnya. Untuk membuat peserta didik dapat mengapresiasi sebuah drama kini bukan lagi hanya
mengandalkan guru membacakan drama tersebut di depan kelas. Melainkan, guru bisa memanfaatkan media film maupun video untuk
membantu perannya di dalam kelas untuk menjelaskan lebih konkrit kepada peserta didik menganai kondisi sebuah pementasan drama.
Sebab itu, keterampilan menyimak dengan menggunakan media audio visual video dipandang lebih efektif untuk mengenalkan peserta
didik akan drama dan pementasan drama. Hal tersebut diharapkan mampu memberikan kesan yang menarik dan membuat peserta didik terinspirasi
untuk mempelajarinya.
d. Drama
Drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga digemari masyarakat.
12
Dahulu, di Nusantara drama dianggap sebagai suatu ritual keagamaan. Drama dianggap sebagai suatu kesenian yang sakral sehingga tidak
sembarang orang bisa melakukannya. Seiring berjalannya waktu, di Indonesia drama kemudian menjadi salah satu kesenian yang paling akrab
dengan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena pertunjukan drama dianggap sebagai panggung sandiwaranya kehidupan.
Artinya, dalam pertunjukan drama ada peragaan tingkah laku manusia yang dipertontonkan, ditertawakan, ditangisi, bahkan dibenci,
yang pada kenyataannya itulah yang manusia selama ini lakukan. Jadi, drama dianggap sebagai seni yang paling melekat dengan masyarakat
12
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta, KANISIUS, 1992, h. 89.
16
karena di dalam pertunjukannya ada realitas kehidupan yang dipertontonkan.
Kini, para tokoh pendidikan melihat bahwa sastra bisa menjadi wadah
bagi generasi
muda menunjukkan
peran, bakat,
dan kemampuannya. Drama sebagai seni peragaan tingkah laku dianggap bisa
menjadi pilihan bagi generasi muda -khususnya peserta didik, untuk menambah wawasannya lewat berbagai macam peran yang dimainkan.
Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam
suatu pementasan. Ini tentu bukan pembelajaran yang mudah bagi peserta didik yang memiliki waktu terbatas di kelas. Sebab itu, guru sebagai
pelatih drama bertanggung jawab memperkenalkan peserta didiknya mengenai kondisi pementasan drama dengan berbagai cara, seperti melalui
televisi, sandiwara, maupun film.
13
Dalam beberapa hal, drama memang dianggap lebih pelik dibanding dengan novel. Ada banyak aspek yang dilibatkan dalam
pementasan drama. Salah satunya, yaitu mengenai unsur-unsur yang ada dalam drama, meliputi; gerak, posisi, isyarat, dan ekspresi wajah.
Sementara, dari sisi kebahasaan lisan meliputi; lagu kalimat, lafal, volume suara, dan tekanan.
Pada pembelajaran drama di tingkat sekolah menengah pertama, peserta didik lebih diarahkan pada apresiasi pementasan drama. Hal
tersebut dilakukan untuk membangun kesan seni yang menghibur supaya peserta didik memiliki ketertarikan terhadap kesenian tersebut. Guru
dituntut dapat memberikan referensi pementasan drama yang tepat sesuai dengan usia peserta didiknya. Dalam hal ini, jika guru hendak
menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu menayangkan video pementasan drama, hendaknya guru dapat mempertimbangkan pemilihan
video pementasan drama yang tepat. Setelah peserta didik mengetahui kondisi pementasan drama, guru
kemudian bisa mengarahkan peserta didik pada naskah drama dan peran-
13
Ibid., h. 90.
17