karena di dalam pertunjukannya ada realitas kehidupan yang dipertontonkan.
Kini, para tokoh pendidikan melihat bahwa sastra bisa menjadi wadah
bagi generasi
muda menunjukkan
peran, bakat,
dan kemampuannya. Drama sebagai seni peragaan tingkah laku dianggap bisa
menjadi pilihan bagi generasi muda -khususnya peserta didik, untuk menambah wawasannya lewat berbagai macam peran yang dimainkan.
Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam
suatu pementasan. Ini tentu bukan pembelajaran yang mudah bagi peserta didik yang memiliki waktu terbatas di kelas. Sebab itu, guru sebagai
pelatih drama bertanggung jawab memperkenalkan peserta didiknya mengenai kondisi pementasan drama dengan berbagai cara, seperti melalui
televisi, sandiwara, maupun film.
13
Dalam beberapa hal, drama memang dianggap lebih pelik dibanding dengan novel. Ada banyak aspek yang dilibatkan dalam
pementasan drama. Salah satunya, yaitu mengenai unsur-unsur yang ada dalam drama, meliputi; gerak, posisi, isyarat, dan ekspresi wajah.
Sementara, dari sisi kebahasaan lisan meliputi; lagu kalimat, lafal, volume suara, dan tekanan.
Pada pembelajaran drama di tingkat sekolah menengah pertama, peserta didik lebih diarahkan pada apresiasi pementasan drama. Hal
tersebut dilakukan untuk membangun kesan seni yang menghibur supaya peserta didik memiliki ketertarikan terhadap kesenian tersebut. Guru
dituntut dapat memberikan referensi pementasan drama yang tepat sesuai dengan usia peserta didiknya. Dalam hal ini, jika guru hendak
menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu menayangkan video pementasan drama, hendaknya guru dapat mempertimbangkan pemilihan
video pementasan drama yang tepat. Setelah peserta didik mengetahui kondisi pementasan drama, guru
kemudian bisa mengarahkan peserta didik pada naskah drama dan peran-
13
Ibid., h. 90.
17
peran yang ada dalam drama. Dari situ, peserta didik dapat berlatih bermain peran dan berdiskusi mengenai peran yang mereka mainkan.
Jadi, drama pada peserta didik kelas menengah pertama dititik beratkan untuk memperkenalkan drama sebagai karya sastra dan drama
sebagai salah satu karya seni yang bisa menjadi wadah pembelajaran melalui seni peran.
2. Efektivitas dalam Pembelajaran
Efektivitas merupakan keadaan yang membuat pembelajar mengalami berbagai pengalaman baru dan terjadinya perubahan menuju titik akumulasi
kompetensi yang dikehendaki.
14
Untuk menuju pembelajaran yang efektif perlu dimulai dengan menganalisis tujuan pelajaran supaya mengetahui
langkah-langkah mengajar.
15
Jika guru sebagai pengajar telah mengetahui tujuan utama mengenai apa yang hendak disampaikan dalam pembelajaran, dari situ kemudian ia
dapat menentukan langkah seperti apa yang tepat untuk mencapai tujuannya. Jika pembelajaran yang dilakukan memberikan hasil sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai, maka pembelajaran tersebut efektif. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dari peserta didik
supaya belajar menjadi efektif:
a. Perlunya Bimbingan
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kecakapan dan ketangkasan belajar peserta didik juga berbeda-beda tergantung individual.
Tidak selalu belajar secara otodidak menjamin suksesnya seorang pembelajar. Sebab itu, diperlukan bimbingan dan pengawasan sewaktu pembelajaran itu
berlangsung. Terlebih jika disetiap akhir pembelajaran dilakukan evaluasi, baik secara tertulis maupun lisan. Ini mengindikasikan perlunya bimbingan
dalam sebuah proses pembelajaran untuk memaksimalkan usaha belajar itu sendiri. Dengan begitu kegiatan belajar yang dilakukan bisa berlangsung
secara efektif.
14
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Kencana, 2004, h. 120.
15
T.F. Gilbert dalam Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 60.
18
b. Kondisi dan Strategi Belajar
Belajar yang efektif dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
isntruksional yang ingin dicapai.
16
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif tentu dibutuhkan kondisi belajar yang mendukung, baik kondisi internal
maupun kondisi eksternal. Kondisi internal terkait dengan keadaan si pembelajar. Keadaan
fisiologis atau jasmani, keamanan, kasih sayang, pengakuan, dan motivasi merupakan bentuk dari kebutuhan yang bersumber dari diri si pembelajar
untuk menunjang strategi belajarnya. Sementara kondisi eksternal terkait dengan kondisi yang ada di luar
diri pribadi manusia.
17
Seperti keadaan kelas yang rapih dan bersih, serta ketersediaan sarana dan prasarana belajar, semua itu harus juga dikondisikan
supaya menjadi pendukung pembelajaran yang efektif. Kondisi internal maupun eksternal pada intinya dibangun untuk mendukung strategi belajar
yang akan dilaksanakan.
c. Metode Belajar
Selain diperlukannya bimbingan, kondisi yang kondusif, diperlukan juga metode belajar yang tepat supaya bisa menjadi rutinitas yang baik dalam
belajar. Sebab, kebiasaan belajar akan mempengaruhi belajar itu sendiri. Seperti kebiasaan membuat jadwal belajar, membuat catatan, mengulangi
pelajaran, dan lain sebagainya akan mempengaruhi efektivitas pembelajaran peserta didik terutama dalam hal penerimaan pemahaman materi ajar.
Peserta didik yang memiliki kebiasaan mengulang pelajaran di rumah setelah diajarkan di sekolah tentu akan berbeda dengan peserta didik yang
tidak membaca ulang materi pelajarannya di rumah, terlebih jika keesokan harinya guru mengadakan kuis dadakan. Dari situ dapat diketahui mana
peserta didik yang sudah menemukan metode belajar yang tepat lalu menerapkannya dan mana peserta didik yang belum menemukan metode
belajarnya bahkan tidak mencoba mencarinya.
16
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, h. 74.
17
Ibid., h. 76.
19