5.7.3. Produktivitas Tumbuhan Pakan Gajah
Analisis produktivitas tumbuhan pakan gajah di kawasan HPT PLG Seblat dilakukan terhadap tumbuhan pakan pada setiap petak contoh yang di
identifikasi jenisnya. Berdasarkan analisis vegetasi dapat di hitung produktivitas tumbuhan pakan dan daya dukung habitat gajah di HPT PLG Seblat.
Penghitungan produktivitas tumbuhan pakan dan daya dukung habitat dilakukan dengan cara pemotongan untuk tumbuhan bawah, semai, dan
pancang. Teknik pemotongan dilakukan dengan cara pemotongan tumbuhan bawah, semai, dan pancang dari luasan habitat sebagai cuplikan, menimbangnya
dan kemudian menghitung produksi per unit luas lokasi penelitian yang bersangkutan.
Produk tivitas tumbuhan pakan gajah berdasarkan produksi tonha secara kumulatif pada musim hujan dan musim kemarau yang disajikan pada
Tabel 28 dan Tabel 30. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui produktivitas per hari tumbuhan pakan gajah pada musim hujan selama 40 hari
sebanyak 18.855,89 kgha : 40 = 471,39 kghahari, dan pada musim kemarau selama 60 hari adalah 6.766,97 kgha :60= 112,78 kgha hari.
Bila dibandingkan produktivitas tumbuhan pakan gajah di HPT PLG Seblat antara musim hujan dengan musim kemarau, ternyata produk tivitas
tumbuhan pakan pada musim hujan 4,18 kali lebih banyak daripada produktivitas di musim kemarau hal tersebut berhubungan dengan faktor curah
hujan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan pakan.
5.7.4. Daya Dukung Habitat Gajah
Penghitungan daya dukung habitat gajah di kawasan HPT PLG Seblat terhadap gajah Sumatera dilakukan berdasarkan pada produktivitas tumbuhan
pakan per hari, luas permukaan lahan yang ditumbuhi pakan gajah, proper use, dan kebutuhan pakan gajah per ekor per hari. Nilai proper use factor PUF
diperoleh sebesar 60 dengan asumsi bahwa kawasan habitat gajah di lokasi penelitian memiliki kemiringan 5
o
sampai 9
o
. Sedangkan menurut Susetyo 1980 lahan yang datar dan bergelombang dengan kemiringan 0
o
sampai
dengan 5
o
memiliki nilai proper use besarnya 60-70. Luas lahan merupakan lahan efektif yang menyediakan tumbuhan pakan gajah sebesar 35
Santiapillai 1987. Tingkat konsumsi gajah terhadap tumbuhan pakan diperoleh berdasarkan asumsi kebutuhan bahan segar 10 dari bobot badan, dan bobot
badan gajah Sumatera sekitar 2500 kg hingga 3000 kg Sukumar 2003. Kebutuhan pakan gajah per ekor per hari sekitar 250 kg hingga 300 kg.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa daya dukung habitat gajah di kawasan HPT PLG Seblat dengan luas 68,65 km
2
pada musim hujan dengan PUF 60 dan kebutuhan per ekor gajah rata-rata 250 kg ekor dapat
menampung 471,39 kghahari 60 : 250 kgekorhari = 77,67 ekor68,65 km
2
atau 0,88 km
2
ekor, sedangkan pada musim kemarau terdapat 112,78 kghahari 60 : 250 kgekorhari = 18,58 ekor68,65 km
2
atau 3,69 km
2
ekor. Rendah nya daya dukung suatu kawasan habitat gajah berhubungan dengan
ketersediaan pakan yang dipengaruhi oleh kesuburan tanah, musim iklim, kondisi lahan, dan topografi. Bila tanahnya cukup landai dan subur, tumbuhan
pakan yang dihasilkan lebih banyak dari pada tanah yang terjal dan kurang subur. Kemudian pada kondisi lahan yang mengalami degradasi ataupun banyak
lahan terbuka maka ketersediaan pakan menjadi menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan sekunder memiliki produksi pakan yang lebih tinggi
dibandingkan hutan primer serta semak belukar dan padang rumput baik musim hujan maupun musim kemarau.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya daya dukung habitat gajah di HPT PLG Seblat adalah karena kawasan habitat gajah merupakan suatu
kawasan eks konsesi HPH PT Maju Jaya Raya Timber. Di sekitar kawasan ini telah terjadi konversi lahan dan aktivitas manusia yang tinggi untuk perkebunan
kelapa sawit dan pemukiman penduduk. Penebangan hutan dan konversi lahan berdampak pada berkurangnya ketersediaan pakan, sehingga akan menyebabkan
penurunan jumlah dan ukuran populasi gajah WWF 2000. Keadaan ini menyebabkan tekanan terhadap habitat gajah semakin besar.
Ketersediaan air dan kesuburan tanah di dalam kawasan HPT PLG Seblat juga mempengaruhi ketersediaan pakan gajah, pada musim kemarau
ketersediaan air di dalam kawasan habitat gajah sangat berkurang bila
dibandingkan dengan musim hujan. Pada musim hujan di lokasi penelitian sering mengalami banjir. Hal ini disebabkan karena hutan di sekitar kawasan habitat
gajah sudah semakin berkurang dan terganggunya fungsi hidrologis akibat dari kegiatan logging dan konversi lahan untuk perkebunan sawit, ladang
dan pemukiman penduduk. Semakin tinggi aktivitas penduduk di sekitar kawasan habitat gajah menyebabkan kuantitas dan kualitas habitat menjadi
menurun. Gajah akan keluar dari habitatnya untuk mencari makanan ketempat lain seperti kebun sawit, ladang dan pemukiman penduduk, sehingga dapat
menimbulkan terjadinya konflik manusia dengan gajah WWF 2000; WWF 2005a.
Informasi dari kepala desa Suka Merindu, pada tahun 2000 gajah liar ada yang merusak kebun sawit masyarakat. Sekitar 20 pohon sawit yang berumur
1 tahun hingga 4 tahun di rusak oleh gajah liar. Kemudian di desa Suka Baru terdapat beberapa pondok masyarakat yang mengalami kerusakan.
5.8. Analisis Kepadatan Populasi Gajah Sumatera di Kawasan HPT PLG