Analisis Kepadatan Populasi Gajah Sumatera di Kawasan HPT PLG

dibandingkan dengan musim hujan. Pada musim hujan di lokasi penelitian sering mengalami banjir. Hal ini disebabkan karena hutan di sekitar kawasan habitat gajah sudah semakin berkurang dan terganggunya fungsi hidrologis akibat dari kegiatan logging dan konversi lahan untuk perkebunan sawit, ladang dan pemukiman penduduk. Semakin tinggi aktivitas penduduk di sekitar kawasan habitat gajah menyebabkan kuantitas dan kualitas habitat menjadi menurun. Gajah akan keluar dari habitatnya untuk mencari makanan ketempat lain seperti kebun sawit, ladang dan pemukiman penduduk, sehingga dapat menimbulkan terjadinya konflik manusia dengan gajah WWF 2000; WWF 2005a. Informasi dari kepala desa Suka Merindu, pada tahun 2000 gajah liar ada yang merusak kebun sawit masyarakat. Sekitar 20 pohon sawit yang berumur 1 tahun hingga 4 tahun di rusak oleh gajah liar. Kemudian di desa Suka Baru terdapat beberapa pondok masyarakat yang mengalami kerusakan.

5.8. Analisis Kepadatan Populasi Gajah Sumatera di Kawasan HPT PLG

Seblat Penghitungan jumlah individu gajah dilakukan melalui estimasi dengan menggunakan metode tidak langsung. Penghitungan terhadap jumlah kotoran dan estimasi kepadatan populasi gajah mendapatkan hasil yang tertera pada Tabel 31. Apabila total panjang transek dari 12 transek adalah 6 km dan lebar transek 0,02 km, maka luas areal cacah kotoran gajah adalah 0,12 km 2 . Dengan demikian jumlah total kotoran gajah N dalam 1 km 2 = 1770,12= 1475 pellet. Dalam penelitian ini Laju Urai Kotoran LUK menggunakan nilai 0,0071 Rizwar et al. 2001. Sedangkan untuk Laju Produksi Kotoran LPK maksimal gajah Sumatera menggunakan standar yang dikemukakan oleh Santiapillai dan Suprahman 1986 yaitu 18 kali per 24 jam. Sedangkan menurut Hedges et al. 2005 laju produksi kotoran gajah di Lampung 18,15 per 24 jam. Tchamba 1992 melaporkan laju produksi kotoran gajah Afrika 20 kali per hari dengan laju urai kotoran 0,0462 Dickinson 1995 . Kepadatan gajah di kawasan habitat gajah yang ada di HPT PLG Seblat dapat dihitung berdasarkan LUK dan LPK adalah 1475 0,0071 : 18 = 0,58 ekorkm 2 . Jika luas kawasan habitat gajah di HPT PLG Seblat adalah 68,65 km 2 , maka kepadatan gajah di kawasan ini adalah 40 ekor68,65 km 2 atau 1,72 km 2 ekor. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Rizwar et al. 2001 bahwa kepadatan populasi gajah gajah di kawasan Air Seblat-Air Rami 50 ekor70 km 2 0,72 ekorkm 2 . Perbedaan dalam estimasi kepadatan populasi disebabkan jumlah kotoran yang ditemukan berbeda, dan adanya pembukaan lahan menyebabkan gajah berpindah ke lokasi lain. Kesulitan teknis dan finansial merupakan faktor pembatas survei populasi gajah, terutama sekali di dalam situasi hutan. Sehingga perkiraan angka populasi gajah masih sangat terbatas Blanc et al, 2003 . Berdasarkan perhitungan produktivitas pakan menunjukkan bahwa pada musim hujan terdapat 77,67 ekor68,65 km 2 dan musim kemarau 18,58 ekor68,65 km 2 . Berdasarkan estimasi kepadatan kotoran ditemukan gajah sekitar 40 ekor68,65 km 2 . Kebutuhan pakan untuk 40 ekor gajah yang berdasarkan pada PUF 60 dan kebutuhan per ekor per hari sebesar 250 kg, maka dibutuhkan hijauan pakan sebanyak 242,78 kghahari. Tabel 31 Kepadatan kotoran gajah Sumatera pada kawasan HPT PLG Seblat No Lokasi Transek Jumlah Kotoran 1 Air Tenang 15 2 Air Tenang 11 3 Simpang Tiga 23 4 Simpang Tiga 20 5 Air Sabai 16 6 Air Sabai 9 7 Batu Ampar 25 8 Batu Ampar 18 9 Air Riki 12 10 Air Riki 10 11 Air Senaba 11 12 Air Senaba 7 Total 177 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya dukung kawasan habitat gajah di HPT PLG Seblat masih rendah terutama dalam menyediakan pakan gajah. Kemampuan lahan untuk menyediakan pakan hanya untuk 18,58 ekor68,65 km 2 , dengan populasi gajah sebanyak 40 ekor maka kebutuhan pakan gajah belum dapat terpenuhi secara optimal. Berdasarkan informasi masyarakat Suka Baru dan dibuktikan dengan tanda-tanda keberadaan gajah jejak dan kotoran gajah melalui survei yang dilakukan dalam kawasan habitat gajah di kawasan Seblat, batas terluar wilayah jelajah gajah pada saat ini adalah Air Seblat hingga Air Rami. Desa- desa seperti Suka Merindu dan Suka Baru yang sebelumnya sering dikunjungi gajah, pada saat ini tidak pernah lagi didatangi gajah. Wilayah yang rutin dikunjungi gajah di kawasan Air Seblat adalah ladang penduduk dan perkebunan sawit PT Agricinal di Air Sitebal, Air Senaba, dan Air Sabai. Sedangkan pada kawasan hutan sekunder, hutan primer, semak dan padang rumput yang sering dikunjungi gajah adalah di lokasi Air Tenang, Air Riki, Air Sabai, Batu Ampar, Simpang Tiga, dan Air Senaba, dan hutan pinggiran dekat areal perkebunan PT Alno II dan PT Ananta terutama yang dekat dengan Air Senaba hulu dan Air Sabai-hulu. Selanjutnya populasi gajah bergerak ke arah utara kearah Air Rami, Kecamatan Muko-Muko Selatan seperti Air Sabai Hilir, Perbatasan PT Mitra Puding Mas, perladangan penduduk dusun Pulau di sepanjang jalan logging, semak belukar dan hutan sekunder Air Rami. Berdasarkan hasil survei menunj ukkan bahwa gajah terperangkap secara in situ dalam kawasan habitat yang terbatas mulai dari Air Seblat hingga Air Rami. Hal ini menyebabkan gajah hanya menetap dalam waktu yang singkat pada suatu wilayah, dan lama menetap tergantung pada ketersediaan pakan dan pengusiran yang dilakukan penduduk atau karyawan KSDA beserta tim Conservation Respon Unit CRU.

5.9. Analisis Tekanan Penduduk