II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah
Gajah Sumatera termasuk salah satu gajah Asia yang terancam punah Glastra 2003. Menurut Altevogt dan Kurt 1975 dan Huffman 1999, gajah
Sumatera merupakan sub-spesies dari gajah Asia yang pertama kali diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck,
1847. Sistematika hewan ini adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia Phylum
: Chordata Sub-Phylum
:Vertebrata Class
: Mammalia Sub-Class
: Eutheria
Ordo : Proboscidea
Family : Elephantidae
Genus : Elephas
Spesies : Elephas maximus Linnaeus, 1768
Sub-Spesies : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847
2.2. Morfologi dan Anatomi Gajah
Ukuran tubuh gajah Sumatera dan ga jah Asia adalah panjang kepala dan badan 550-640 cm, panjang ekor 120-150 cm, tinggi bahu 250-300 cm dan
beratnya mencapai 5000 kg untuk gajah jantan Lekagul dan McNeely 1977; Medway 1978. Ukuran tubuh gajah Asia lebih kecil bila dibandingkan dengan
ukuran tubuh gajah Afrika. Telapak kaki gajah bagian depan berbentuk bulat, telapak kaki belakang berbentuk bulat telur Eltringham 1982. Jejak kaki gajah
Sumatera dewasa berkisar 35-44 cm, sedangkan gajah muda berkisar 18-22 cm Poniran 1974. Tinggi gajah pada waktu lahir kira-kira 90-95 cm dan meningkat
sampai 130 cm setelah berusia dua tahun. Pada usia tiga tahun, tinggi gajah adalah 150-160 cm. Pada umur empat tahun sekitar 175-190 cm, dan pada umur enam
tahun tinggi badan bervariasi antara 180-200 cm.
Gajah Asia umumnya memiliki punggung cembung, telinga lebih kecil, kulit berkerut dan belalai dengan satu “jari” pada ujung nya. Sedangkan gajah
Afrika memiliki punggung cekung, telinga lebih besar, kulit relatif halus dan belalai dengan 2 “jari” pada ujungnya Seidensticker 1984. Perbedaan antara
kedua spesies juga terdapat dalam jumlah tulang rusuk dan tulang belakang, gigi molar dan jumlah kuku kakinya.
Gading merupakan perkembangan dari sepasang gigi seri, umumnya dijumpai baik pada gajah Afrika jantan dan betina, sedangkan untuk gajah Asia
umumnya hanya dijumpai pada gajah jantan. Gajah Asia betina umumnya hanya memiliki tonjolan gigi seri Eltringham 1982; Lekagul dan Mc Neely 1977.
Rumus gigi gajah adalah: I 10, C 00, PM 33, M 33 X 2=26 buah Lekagul dan Mc Neely 1977. Tiga pasang gigi pre molarnya adalah gigi susu,
sehingga untuk seumur hidupnya seekor gajah dewasa memiliki 14 buah gigi seluruhnya.
Belalai berfungsi sebagai tangan, alat pembau, alat bernafas, sebagai senjata dan alat berkomunikasi. Belalai dilengkapi dengan otot berjumlah ± 40 000 buah,
sehingga sangat elastis Harthoorn dalam Murray 1976. Daun telinga berupa tulang rawan berkulit tipis dan dilengkapi dengan
jaringan pembuluh darah yang rapat dan dekat permukaan. Kibasan daun telinga akan mendinginkan darah yang mengalir dengan kecepatan tinggi, sehingga selain
sebagai alat komunikasi dan alat pendengar daun telinga juga berfungsi sebagai alat pengatur suhu tubuh Harthoorn dalam Murray 1976.
Kulit gajah berwarna coklat gelap sampai abu-abu hitam dan sangat sensitif, ketebalan kulit punggung dan samping tubuh mencapai 2 – 3 cm. Kulit tidak
mengandung kelenjar keringat, hanya ada kelenjar susu mammary glands dan dua buah kelenjar temporal pada setiap bagian samping kepala Eltringham 1982.
Setelah dewasa rambut rontok, meninggalkan rambut jarang-jarang di punggung dan kepala, di sekitar mata berupa bulu mata, di lubang telinga dan di
ujung ekor Lekagul dan Mc Neely 1977. Gajah berjalan seolah-olah secara plantigrade, padahal sebenarnya secara
digitigrade berjalan pada ujung jari kaki. Gajah memiliki lima jari pada tiap kaki, terbenam dalam daging tebal dan tidak semua jari kakinya berkuku, umumnya ada
lima kuku pada kaki depan dan empat kuku pada kaki belakang Eltringham 1982.
Determinasi seks selain dari gading dapat dilakukan dengan melihat bentuk tengkoraknya. Gajah betina memberi penampakan persegi, sedang gajah jantan
memiliki dahi bulat telur Eltringham 1982 dan Sukumar 2003. Sistem pencernaan gajah terdiri atas mulut yang berukuran relatif kecil dan
tidak dapat membuka lebar, kelenjar ludah salivary glands berkembang baik, oesophagus pendek penuh dengan kelenjar mucus, perut berupa kantung sederhana
berbentuk silindris, caecumnya berbuku-buku dan terletak pada pertemuan antara usus besar dan usus kecil. Feces berbentuk silinder pendek bolusis dengan
dimensi yang ada mencerminkan dimensi rectum. Sistem reproduksi gajah jantan terdiri atas testes yang tetap berada di
rongga perut, penis berbentuk seperti bandul, mirip penis kuda. Apabila keluar dapat menyentuh tanah, tetapi umumnya ditarik ke dalam kantong kulit yang
mengarah ke bawah menyerupai vulva gajah betina. Karena itu sukar membedakan jenis kelamin gajah di lapangan berdasarkan penampakan genetalia luarnya
Eltringham 1982. Pada gajah betina vagina dan uretranya berupa saluran urino genetal yang
panjang, mengarah ke bawah dan ke depan serta membuka di vulva di depan kaki belakang. Clitoris gajah betina dapat ditarik panjang-pendek seperti halnya penis
pada gajah jantan meskipun tidak sama panjangnya Eltringham 1982. Indra penciuman gajah merupakan indra terpenting Eltringham 1982.
Indra penglihatan disebut buruk, meskipun gajah dapat melihat jelas dalam jarak pendek serta percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa penglihatan gajah
sebagus penglihatan kuda Altevogt dan Kurt 1975; Eltringham 1982. Indra pendengarannya sangat baik dan indra peraba berkembang sangat baik terutama di
ujung belalainya Eltringham 1982.
2.3.Penyebaran dan Populasi Gajah Sumatera Elephas maximus sumatranus
Gajah Sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propinsi dan terbagi dalam 44 populasi Blouch dan Haryanto 1984, meliputi Lampung 11 populasi,
Sumatera Selatan 8 populasi, Bengkulu 3 populasi, Jambi 5 populasi,
Sumatera Barat 1 populasi, Riau 8 populasi, Sumatera Utara 1 populasi dan Nangroe Aceh Darussalam 4 populasi. Populasi gajah Sumatera menurut Blouch
dan Simbolon 1985 memperkirakan antara 2800 sampai 4800 ekor. Dari 44 populasi yang ada 30 mempunyai populasi kurang dari 50 ekor,
36 mempunyai populasi 50-100 ekor, 25 individu 100-200 ekor, dan hanya 9 yang mempunyai ukuran populasi lebih dari 200 ekor Santiapillai dan Jackson
1990, dari jumlah tersebut 14 kelompok berada di dalam kawasan konservasi
dengan jumlah perkiraan 1.030 ekor dan sisanya di luar kawasan konservasi. Populasi gajah yang terdapat di wilayah-wilayah kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat TNKS, menurut Suprahman dan Sutantohadi 2000 adalah di sekitar Sipurak-Sula Wilayah Jambi, Rupit-Bukit Kelam wilayah Sumatera
Selatan dan Air Retak – Air Ipuh-Air Seblat wilayah Bengkulu, dengan perkiraan ukuran populasi masing- masing 40-50 ekor, 30 ekor dan 80 –100
ekor. Dari ketiga populasi tersebut, kecuali populasi Rupit – Bukit Kelam, dua populasi yang lain lebih sering dijumpai di luar kawasan TNKS. Pergerakan dan
mencari makanan lebih banyak daerah sekitar di luar batas kawasan TNKS, yang berupa areal HPH, perkebunan atau perladangan. Hasil penelitian
Rizwar et al. 2001 di sekitar kawasan TNKS menunjukkan kepadatan populasi gajah di Air
Seblat – Air Rami 50 ekor 70 km
2
0,72 ekorkm
2
.
2.4. Punahnya Keanekaragaman Spesies