49 c
adanya penyelenggaraan ekstrakulikuler kerohanian dan ceramah-ceramah atau diskusi keagamaan.
3. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga tidak dapat dikesampingkan dalam perkembangan agama anak. Sebab, di lingkungan masyarakat anak belajar
bersosialisasi dengan orang dewasa dan teman sebayanya. Jika orang dewasa menampilkan sikap dan perilaku yang baik, maka anak akan mencontoh perilaku
tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika orang dewasa menampilkan perilaku yang tidak baik anakpun akan mencontohnya. Teman sebaya juga menjadi bagian yang
sangat penting bagi anak. Jika teman sebaya anak mampu menunjukkan perilaku yang beragama, maka anak akan mencontohnya. Dengan demikian, kualitas
perkembangan kesadaraan beragama bagi anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau pribadi orang dewasa dan teman sebaya yang ada di sekitarnya.
2. Tahap Perkembangan Religius Anak Sekolah Dasar
Internalisasi nilai religius pada anak memerlukan suatu tahapan yang saling berkesinambungan. Penanaman nilai ini membutuhkan waktu yang lama.
Sehingga proses penanaman nilai ini bukan suatu proses yang instan. Perkembangan pengertian anak-anak tentang agama sejalan dengan pertumbuhan
kecerdasan yang dilaluinya Zakiah Drajat, 1979: 55. Jika perkembangan agama atau perkembangan religius anak bersamaan dengan perkembangan kognitifnya,
maka hal ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang disampaikan Jean Piaget.
50 Dalam tahap perkembangan kognitif yang dirumuskan Piaget Nurul
Zuriah, 2011: 34 menyebutkan bahwa: “[p]ada tahap operasioal konkret, umur 7-11 tahun, anak sudah mulai
berpikir transformasi reversible dapat dipertukarkan dan kekekalan. Dia dapat mengerti adanya perpindahan benda, mulai dapat membuat klasifikasi,
namun dasarnya masih pada hal yang konkret. Anak sudah dapat mengerti persoalan sebab akibat. Oleh karena itu, dalam penanaman nilai pun sudah
dapat dikenalkan suatu tindakan dengan akibat yang baik dan tidak baik.
” Merujuk tentang perkembangan kognitif yang disampaikan oleh Piaget
bahwa pada usia sekolah dasar yaitu usia 7-11 tahun sudah dapat dilakukan penanaman nilai yang berkaitan dengan tindakan yang dapat berakibat baik dan
tidak baik. Jadi, anak telah memahami bahwa suatu tindakan yang dilakukan dapat memberikan dampak yang baik dan tidak baik. Jika berakibat baik bagi dirinya
maupun orang lain, maka tindakan tersebut boleh dilakukan. Akan tetapi, jika tindakan tersebut berakibat buruk bagi dirinya maupun orang lain, maka tidak
boleh dilakukan. Menurut Ernest Harms Jalaluddin, 2010: 66-67 yang menyatakan bahwa
anak sekolah dasar memasuk tahap the realistic stage tingkat kenyataan yaitu ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan
kepada kenyataan realitas. Pada masa ini, ide keagaman anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang
formalis. Pandangan Ernest Harms ini sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif yang disampaikan oleh Piaget, bahwa anak sekolah dasar memasuki masa
operasional konkret. Merujuk pandangan James W. Fowler Paulus Dwi Hardianto, 2014: 19-20
dalam perkembangan iman, anak-anak sekolah dasar berada pada akhir Tahap
51 Iman Intuitif-Proyektif dan Tahap Iman Mitis-Literal serta awal Tahap Iman
Sintetis-Konvensional. Berikut ini akan dijelasakan dari masing-masing tahap perkembangan iman anak sekolah dasar tersebut.
a. Akhir Tahap Iman Intuitif-Proyektif
Tahap ini dialami oleh anak dengan usia sekitar 3-7 tahun, sedangkan anak sekolah dasar berada pada usia 6-12 tahun. Sehingga anak dengan usia 6-7 tahun
masuk kedalam akhir tahap perkembangan iman intuitif-proyektif. Pada tahap ini pola pemikiran anak masih labil. Hal ini wajar, sebab anak di luar menjumpai
banyak pengetahuan baru sedangkan anak belum memiliki pengetahuan iman yang kuat. Ciri khas pada tahap ini adalah anak mulai membentuk dan mengingat
apa yang ada di luar dirinya sebagai modal dalam hidupnya di dunia. Pada tahap ini, penyampaian iman yang terbaik adalah melalui cerita-cerita, gerak isyarat dan
simbol-simbol yang berkaitan dengan pengajaran iman. b.
Tahap Iman Mitis-Literal Tahap iman ini berlangsung pada usia 7 sampai 12 tahun. Ciri
perkembangan pada tahap ini yaitu adanya peningkatan akurasi dalam melihat prespektif orang lain. Anak-anak mulai dapat membedakan hal-hal yang logis
dengan hal-hal yang sifatnya khayalan atau imajinasi. Anak yang memasuki perkembangan pada tahap iman ini sudah mulai dapat menangkap makna cerita-
cerita dan kepercayaan. Makna kehidupan tersebut mulai anak-anak temukan dalam cerita-cerita atau dongeng keagamaan. Ketika mulai menemukan makna
dalam cerita anak juga mulai bersikap kritis terhadap cerita-cerita atau dongeng tersebut.
52 Anak akan merasa aman memeluk satu iman kepada Tuhan karena anak
memandang Tuhan sebagai sosok yang paling setia dan tidak akan pernah ingkar padanya. Dan yang perlu diperhatikan oleh guru dan orang tua pada tahap ini
adalah pemberian penjelasan yang logis dan memadai terhadap suatu hal sebab anak mulai bepikir kritis dan logis.
c. Awal Tahap Iman Sintetis-Konvensional
Tahap ini juga sering disebut dengan tahap iman penyesuaian conforming faith. Tahap ini dialami oleh remaja dan orang yang beranjak dewasa dengan usia
berkisar 12-20 tahun. Tahap ini berarti dimulai pada tahap akhir sekolah dasar yaitu sekitar umur 12 tahun. Bagian utama pada tahap ini adalah hubungan antar
pribadi yang menjadi bagian krusial dalam perkembangan iman anak secara krusial dalam proses perkembangan iman mereka baik secara pribadi dan
kelompok. Pada tahap ini remaja sudah memiliki “ideologi” tentang nilai-nilai dan
iman, akan tetapi belum sungguh-sungguh direfleksikan secara mendalam. Mengingat umumnya remaja mengidentifikasi dirinya serupa dengan pandangan
dan pengertian oleh orang lain atau masyarakat. Sebab identitas diri mereka dibentuk berdasarkan perasaan dipercaya dan dikuatkan oleh orang lain.
3. Ciri-Ciri Perkembangan Religius Anak Sekolah Dasar