144
e. Hambatan dalam Upaya Internalisasi melalui Strategi Pengintegrasian
dalam Mata Pelajaran
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Pak Adt, beliau mengungkapkan bahwa hambatan ketika menginternalisasikan karakter religiius
melalui pengintegrasian dalam mata pelajaran, yaitu: “Waktu yang kurang, karena kebetulan ini rombongan kelasnya agak
lumayan besar. Jadi waktu yang diperlukan itu agak sedikit berkurang. Karena nanti juga ada kegiatan-kegiatan lain setelah sekolah. Jadi kadang
mau menelateni itu jadi kekurangan waktu.” 9 Januari 2017 Kemudian selain waktu yang kurang adalah perlu kehatian-hatian guru
dalam menyampaikan, karena adanya perbedaan agama dalam satu kelas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bu Pri, yaitu:
“Ya sebeneranya engga ada hambatan, cuman saya harus hati-hati dalam menyampaikan karena agamanya beda. Jadi kalau misalkan saya pas
membahas tentang topik agama tapi saya tetap berpusat bahwa di Indonesia itu kan agama yang diakui sekian, karena agama itu beda-beda kita tidak
boleh saling mengejek, saling menghina, saling melecehkan kita engga boleh. Tetap harus saling berdampingan menghormati. Sehingga semua
berjalan dengan baik. Ya itu jadi engga ada rintangan yang, apalagi kan anak-anak kan belum se anu
orang dewasa mbak.....” 10 Januari 2017 Hambatan lainnya adalah faktor dorongan orang tua yang kurang. Hal ini
didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh Bu End: “Saya kira kalau hambatan itu apa ya mbak, tinggal dari anake mbak. Saya
kira hambatan itu tidak begitu nganu mbak, ya hambatan itu tadi kita kurang dorongan dari orang tua dari rumah kurang, iya kembali ke orang tua lagi
kurang d
orongannya.” 10 Januari 2017 Sedangkan berdasarkan hasil observasi lampiran 6. hal 326 hambatan yang
ditemukan guru dalam mengintegrasikan karakter religius dalam mata pelajaran yaitu guru terlihat masih kesulitan dalam mengintergrasikan karakter religius
dalam mata pelajaran Matematika, Bahasa Jawa, dan Penjaskes.
145 Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi faktor yang menjadi penghambat internalisasi karakter religius melalui pengintegrasian dalam mata pelajaran yaitu kurangnya waktu untuk
mengadakan kegiatan keagamaan di sekolah, dorongan dan dukungan orang tua yang rendah, adanya perbedaan agama dalam satu kelas menuntut guru untuk
berhati-hati dalam menyampaikan materi pelajaran, dan terlihat dalam mata pelajaran matematika, Bahasa Jawa, dan penjaskes karakter religius belum
terintegrasikan dalam mata pelajaran tersebut. f.
Upaya, Sikap, dan Perilaku Siswa melalui Strategi Budaya Sekolah
Berdasarkan data hasil penelitian upaya internalisasi karakter religius melalui strataegi budaya sekolah dilakukan dengan memuatkan karakter religius
dalam aturan sekolah yang berwujud tata krama siswa, mengadakan kegiatan religius di dalam kelas, mengadakan kegiatan religius di sekolah, dan mengikuti
kegiatan religius di luar sekolah yang berupa ekstrakulikuler TPA dan mengikuti lomba keagaamaan di luar sekolah. Adapun nilai religius yang dikembangan
melalui strategi ini adalah taat aturan dan taat ajaran agama. Berikut ini disajikan gambar skema upaya internalisasi karakter religius melalui strategi budaya
sekolah. Budaya
Sekolah Ibadah
Taat Aturan
Kegiatan di Sekolah Tata Krama Siswa
Kegiatan di kelas
Kegiatan di Luar Sekolah
Gambar 4. Strategi Budaya Sekolah dan Nilai yang Dikembangkan
146 Dampak dari upaya yang guru lakukan dalam internalisasi karakter religius
melalui strategi budaya sekolah membentuk sikap dan memunculkan perilaku siswa yang bermacam-macam. Berikut ini akan disajikan tabel terkait sikap dan
perilaku siswa yang muncul berdasarkan hasil penelitan.
Tabel 10. Upaya, Sikap, dan Perilaku Siswa melalui Strategi Budaya Sekolah
No. Upaya
Nilai yang dikembangkan
Sikap Siswa Perilaku Siswa
1. Karakter
religius ada
dalam tata
krama siswa. Taat aturan
4 siswa mau mematuhi tata krama siswa.
Siswa mematuhi tata krama siswa.
2. Karakter
religius ada
dalam kegiatan di kelas
Ibadah 4
siswa senang
mengikuti kegiatan
keagamaan yang rutin diadakan oleh guru di
kelas. Ada 1 siswa yang
menuliskan namanya dipapan tulis karena
tidak
mengerjakan PR.
3. Karakter
religius ada
dalam kegiatan di sekolah
Ibadah 4
siswa senang
mengikuti kegiatan
keagamaan yang rutin diadakan sekolah.
Semua siswa
mengikuti peringatan hari besar keagamaan
yang di
adakan sekolah.
4. Karakter
religius ada
dalam kegiatan di luar sekolah
Ibadah 4
siswa senang
mengikuti ekstrakulikuler BTA di
sekolah. Ada 4 orang siswa
yang ramai sendiri saat TPA.
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing internalisasi karakter religius melalui budaya sekolah tersebut.
1 Karakter Religius Tertulis dalam Aturan Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru lampiran 2. hal 232 aturan sekolah yang mencerminkan adanya internalisasi karakter religius pada siswa
meliputi aturan untuk melaksanaan sholat berjamaah, tadarus setiap hari Jumat, sholat dhuha, berdoa sebelum belajar, bagi siswa perempuan yang beragama
147 muslim setiap hari Rabu dan Kamis diwajibkan menggunkan jilbab, serta aturan
yang tercantum dalam tata krama siswa. Berikut ini isi dari Tata Krama Siswa. A.
ETIKA SOPAN SANTUN DALAM PERGAULAN Dalam pergaulan sehari-hari di sekolah siswa hendaknya:
1. Mengucapkan salam antar siswa maupun kepada kepala sekolah, guru dan
karyawan saat bertemu maupun akan berpisah. 2.
Saling menghormati dan menghargai sesama siswa di dalam maupun di luar sekolah.
3. Saling menghargai dan menghormati terhadap perpbedaan pendapat
maupun agama serta perbedaan latar belakang sosial. 4.
Berani menyampaikan sesuatu yang benar atau salah secara sopan. 5.
Berani mengakui kesalahan dan meminta maaf apabila melanggar hak-hak orang lain.
6. Senantiasa menggunakan bahasa yang sopan terhadap orang yang lebih tua
maupun sesama siswa. B.
KEGIATAN KEAGAMAAN 1.
Berdoa sebelum pelajaran dimulai pada jam pertama dan jam terakhir saat hendak pulang.
2. Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilaksanakan sekolah sesuai dengan
keagamaan dan kepercayaan yang dianut. 3.
Menjenguk dan mendoakan teman, guru, karyawan maupun kepala sekolah apabila ada yang sedang sakit.
4. Menegur atau mencegah teman yang melanggar norma aturan yang
berlaku. C.
KEBERSIHAN DAN KEDISIPLINAN 1.
Setiap kelas membentuk team piket secara bergiliran. 2.
Team piket kelas bertugas: a.
Membersihkan lantai, dinding, kaca jendela, meja siswa dan guru. b.
Mempersiapkan perlengkapan kelas kapur, penghapus, penggaris, dll. c.
Mengisi papan absensi kelas sesuai dengan keadaan saat itu. d.
Melaporkan kepada guru piket atau kepala sekolah apabila ada pelanggaran yang berhubungan dengan kebersihan dan ketertiban
kelas. e.
Bertanggung jawab atas kebersihan kelas dan lingkungannya. 3.
Membiasakan kebersihan toliet dan halaman sekolah. 4.
Membiasakan budaya antri pada kegiatan yang berlangsung bersama- sama.
5. Menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan ketentuan.
6. Ikut menjaga ketenangan belajar baik di kelas, perpustakaan, laboratorium
maupun di lingkungan sekolah. 7.
Membiasakan membuang sampah pada tempatnya. 8.
Menaati jadwal kegiatan sekolah.
148 Di dalam tata krama siswa di atas jelas bahwa terdapat aturan yang mewajibkan
siswa untuk dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan karakter religius dalam kehidupan sehari-harinya di lingkungan sekolah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aturan sekolah yang mencerimkan adanya internalisasi karakter religius pada siswa yaitu aturan yang
mengatur tentang pelaksanaan sholat berjamaah, tadarus setiap hari Jumat, sholat dhuha, berdoa sebelum belajar, bagi siswa perempuan yang beragama muslim
setiap hari Rabu dan Kamis diwajibkan menggunkan jilbab, serta aturan yang
tercantum dalam tata krama siswa SD Negeri Demakijo 1. 2
Karakter Religius dilaksanakan dalam Kegiatan di Kelas
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru lampiran 2 hal 232 terkait budaya kelas yang mencerminkan adanya internalisasi karakter religius pada
siswa yaitu puasa sunnah, mengucapakan salam, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Saat berdoa siswa yang beragama islam mengucapkan doa sebelum
belajar beserta artinya dengan menyuarakan suaranya. Sedangkan yang beragama non muslim menundukkan kepala dan berdoa sesuai dengan agamanya.
Hasil wawancara di atas didukung oleh hasil observasi pada pengamatan I sampai pengamatan XI lampiran 7 hal 337. Dari hasil observasi budaya kelas
yang mencerminkan adanya internalisasi karakter religius pada siswa yaitu pembiasaan berbaris di depan kelas dengan dipimpin oleh salah satu siswa yang
mendapat giliran sebelum masuk kelas, mempersilahkan siswa perempuan terlebih dahulu yang masuk kelas, masuk kelas dengan kaki kanan terlebih dahulu dan
mengucapkan basmallah sambil bersalaman dengan guru dan mengucapkan
149 salam, membiasakan anak berdoa doa sebelum belajar beserta artinya di awal jam
pelajaran pertama, membiasakan anak berdoa doa agar diberi petunjuk yang baik dan doa penutup majelis sebelum pulang sekolah, ketika pulang sekolah keluar
kelas sambil bersalaman dengan guru dan mengucapkan salam dan keluar dengan kaki kiri, setiap awal pergantian jam pelajaran membaca basmallah dan
mengucapkan hamdallah disetiap akhir pergantian jam pelajaran, melakukan pemeriksaan kuku oleh siswa, bagi siswa yang ramai tidak mengerjakan tugas
tidak mengerjakan PR menuliskan namanya di papan tulis, dan siswa mengucapkan istighfar jika melakukan kesalahan.
Berdasakan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat diambil kesimpulan tentang internalisasi karkater religius di kelas melalui pembiasaan
berbaris di depan kelas sebelum masuk kelas dengan dipimpin oleh salah satu siswa yang mendapat giliran, mempersilahkan siswa perempuan terlebih dahulu
yang masuk kelas, masuk kelas dengan kaki kanan terlebih dahulu dan mengucapkan basmallah sambil bersalaman dengan guru dan mengucapkan
salam, membiasakan anak berdoa doa sebelum belajar beserta artinya di awal jam pelajaran pertama, membiasakan anak berdoa doa agar diberi petunjuk yang baik
dan doa penutup majelis sebelum pulang sekolah, ketika pulang sekolah keluar kelas sambil bersalaman dengan guru dan mengucapkan salam dan keluar dengan
kaki kiri, setiap awal pergantian jam pelajaran membaca basmallah dan mengucapkan hamdallah disetiap akhir pergantian jam pelajaran, melakukan
pemeriksaan kuku oleh siswa, bagi siswa yang ramai tidak mengerjakan tugas
150 tidak mengerjakan PR menuliskan namanya di papan tulis, dan siswa
mengucapkan istighfar jika melakukan kesalahan.
3 Karakter Religius dilaksanakan dalam Kegiatan di Sekolah
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru lampiran 2. hal 232 adapun budaya sekolah yang mencerminkan adanya internalisasi karakter religius yaitu
saat bulan ramadhan diadakan kegiatan buka bersama, pesantren kilat tarawih, pengisian buku kegiatan ramadhan, siswa yang beragama islam wajib
mengenakan baju muslim selama bulan Ramadhan, dan berzakat fitrah. Adanya kegiatan syawalan antara siswa, guru, dan karyawan sekolah saat hari Raya Idul
Fitri. Saat Idul Adha dilakukan penyembelihan hewan kurban. Dan diadakannya pengajian untuk memperingati Maulid Nabi. Selain itu, pembiasaan sholat dhuha
secara bergiliran. Setiap hari ada dua kelas yang melaksanakan ibadah sholat dhuha, sholat zuhur berjamaah untuk kelas tinggi setiap hari Senin dan Rabu,
berjabat tangan dengan bapakibu guru setiba di sekolah sambil mengucapkan salam, ketika pulang sekolah bersalaman dengan bapakibu guru yang ada di
kantor guru, pembiasaan kebersihan, saling meminta maaf dan memaafakan jika salah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa budaya sekolah yang
mencerminkan adanya kegiatan religius di sekolah yaitu adanya peringatan hari besar keagamaan dengan melakukan beberapa kegiatan seperti pengajian.
Berdasarkan hasil observasi lampiran 7. hal 337 budaya sekolah yang mencerminkan adanya internalisasi karakter religius nampak terlihat dari kegiatan
sapa pagi. Pada kegiatan sapa pagi siswa bersalaman dengan bapak ibu guru sambil mengucapkan salam. Kemudian pelaksanaan ibadah sholat dhuha bagi
151 semua kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan, pelaksanaan ibadah sholat
zuhur berjamaah bagi kelas tinggi setiap hari Senin dan Rabu, dan pelaksanaan kegiatan tadarus setiap hari Jumat pagi.
Budaya sekolah yang mencerminkan adanya karakter religius juga terlihat saat interaksi antara guru dengan siswa. Sebagaimana hasil observasi pada tanggal
16 Januari 2017 Saat upacara bendera Pak Ju selaku pembina upacara memberikan amanat upacara yang isinya diantaranya: 1 para siswa harus
bersyukur karena masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah SWT sampai saat ini. Karena banyak anak yang diusia mereka saat ini yang sudah meninggal, entah
karena sakit ataupun kecelakaan, 2 siswa harus pandai berinstropeksi diri, dan 3 memperbanyak ilmu sebab ada sebuah ayat yang mengatakan “Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang pada diri mereka.”.
Selain yang telah disebutkan di atas, budaya sekolah yang mencerminkan adanya karakter religius yaitu pemberian motivasi yang berisikan siraman rohani
dan doa bagi siswa kelas VI sebelum melaksanakan ujian nasional. Berikut ini hasil wawancara dengan Bu Mu terkait hal tersebut,
“Pemberian motivasi itu dilakukan setiap mau ujian sekolah menjelang, semester dua lah itu pasti ada. Nanti itu sekitar dua atau empat kali kalau
engga. Itu nanti biasanya mengundang narasumber dari luar itu, terus nanti doa bersama. Nanti pas saat doa bersama nanti yang muslim dengan Bapak
Jumadi, yang bukan muslim dengan Bu Yuni. Itu nanti baisanya di bawah di kelas. Itu ada juga mbak pesantren kilat ada mbak setiap tahun pas
ramdhan. Itu satu malam, ya itu nanti kerjasama dengan pondok pesantren
nanti ada penyelenggaranya. Itu yang ikut kelas V kalau engga ya kelas VI.” 21 Januari 2017
152 Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan budaya
sekolah yang mencerminkan adanya karakter religius yaitu membiasakan siswa berpakaian rapi, membiasakan siswa bersalaman sambil mengucapkan salam saat
tiba di sekolah, pelaksanaan ibadah sholat dhuha bagi semua kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan, pelaksanaan ibadah sholat zuhur berjamaah bagi kelas
tinggi setiap hari Senin dan Rabu, dan pelaksanaan kegiatan tadarus setiap hari Jumat pagi, melakukan kegiatan selama bulan ramadhan seperti: buka bersama,
pesantren kilat, pengisian buku kegiatan ramadhan, zakat fitrah, dan syawalan pada hari raya Idul Fitri, memperingati Idul Adha dengan menyembelih hewan
kurban, mengadakan pengajian waktu memperingati Maulid Nabi. 4
Karakter Religius dilaksanakan dalam Kegiatan di Luar Sekolah
Berdasarkan hasil observasi dengan guru lampiran 7. hal 337 terkait budaya luar sekolah yang mencerminkan adanya internalisasi karakter relligius
pada siswa meliputi esktrakulikuler TPA atau BTA untuk kelas rendah yang dilaksanakan sesuai dengan jadwal, dan lomba MTQ yang diikuti setiap tahun.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh Bapak Ju ekstrakulikuler di sekolah yang berkaitan dengan internalisasi karakter religius yaitu:
“Dulu itu agak banyak, tapi sekarang berkurang yang masih itu TPA. Dulu itu ada hadroh juga qiroah ya karena pesertanya. Ya yang masih jalan
ekstranya yang tinggal itu TPA. Kalau qiroah itu pesertanya yang sulit peminatnya yang kurang. TPA yang mengajar dari luar. Kita kerjasama
dengan Fitri Insani.” Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang guru, dulu
terdapat banyak kegiatan ektrakulikuler yang bertemakan keagamaan meliputi TPA, qiroah, dan hadroh. Untuk ekstrakulikuler qiroh dan hadroh sekarang sudah
153 tidak diadakan, karena peminatnya sedikit. Sehingga ektrakulikuler keagamaan
yang sampai saat ini masih ada adalah TPA. Pada kegiatan TPA atau BTA bagi siswa yang telah lulus membaca iqra ataupun Al-Quran akan di wisuda.
Pelaksanaan wisuda TPA ini dilakukan bersamaan dengan acara perpisahan siswa kelas VI. Adanya kegiatan BTA ini didukung oleh hasil observasi pada kegiatan
BTA pada tanggal 16 Januari 2017, 17 Januari 2017, 20 Januari 2017, 23 Januari 2017, 24 Januari 2017, dan 27 Januari 2017 didapatkan hasil pelaksanaan BTA
pada hari Senin di lakukan oleh kelas I A dan III A, Selasa dilaksanakan di oleh kelas I B dan III B, dan pada hari Jumat dilaksanakan oleh kelas II A dan II B.
Adapun pengajar BTA berasal dari lembaga Fitri Insani yang sebelumnya telah bekerja sama dengan pihak sekolah.
Kemudian budaya sekolah yang dilaksanakan di luar sekolah yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan lomba yang bertemakan keagamaan yaitu MTQ
pada setiap tahun. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan Pak Ju dengan pertanyaan bagaimana partisispasi sekolah dalam mengikuti perlombaan yang
bertemakan keagamaan di luar sekolah. Berikut ini hasil wawancara dengan beliau,
“Bagus ya, setiap ada lomba kita ikut ya. Yang pasti tiap tahun itu ada lomba di sini itu MTQ. Ya tiap tahun meskipun hanya harapan satu dua
mesti ada. Pesertanya karena itu tingkat SD, untuk yang CCA hanya kelas VI. Tapi untuk yang lain bisa kita ikutkan, untuk pidato bisa kelas II.
Kemudian untuk hafalan bisa kelas ya karena anaknya bisa kelas III. Jadi variasi anaknya, hanya khusus yang CCA yang kelas VI. Lomba di dalam
sekolah yang rutin itu hanya spontanitas melihat situasi.” Peserta lomba MTQ dapat berasal dari semua kelas, dan hanya CCA saja
yang pesertanya diambil dari siswa kelas VI. Bu End menambahkan bahwa untuk
154 pengambilan peserta lomba MTQ dilakukan dengan cara mengadakan perlombaan
di sekolah dan siswa yang menjadi juara nyalah yang akan diikutkan menjadi peserta lomba MTQ. Berikut ini hasil wawancara dengan Bu End.
“Di luar sekolah itu ya seperti MTQ, bulannya sekitar September mbak. Yang diikutkan kelas satu pun kalau dia mampu lomba kita ikutkan. Di
dalam sekolah ya ada lomba-lomba keagamaan dari kita mau MTQ itu kan ambil seleksi, kita lewatkan lomba per kelas kita ambil kita seleksikan nanti
yang terbaik kita ambil untuk maju ke kecamatan. Per kelasnya kita pandang anak yang mampu nanti kan walaupun dia sama kelas satu kan nanti akan
berbeda kan mbak.” 10 Januari 2017 Berdasarkan hasil dokumentasi gambar 23. hal 385 terdapat catatan
prestasi siswa dalam mengikuti lomba bertema keagamaan di luar sekolah. Selain itu, terdapat pula jadwal pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler BTA gambar 22.
hal 384 yang ditempel di setiap kelas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakter religius
dilaksanakan dalam kegiatan di luar sekolah melalui kegiatan ektrakulikuler Baca Tulis Al-Quran atau TPA yang dilaksanakan oleh kelas rendah dengan jadwa hari
Senin kelas I A dan III A, hari Selasa kelas I B dan III B, serta hari Jumat kelas II A dan II B. Pengajar TPA merupakan guru dari lembaga Fitri Insani. Selain itu,
budaya sekolah di luar sekolah yaitu mengikuti lomba bertemakan keagamaan atau MTQ setiap tahunnya serta pemberian motivasi bagi kelas VI sebelum ujian
nasional yang diisi dengan siraman rohani dan doa bersama.
g. Hambatan dalam Upaya Internalisasi melalui Strategi Budaya Sekolah